7

174K 3.1K 181
                                    

He did it again

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

He did it again.
.
.

Letta menyusuri lorong koridor yang membawanya menuju ruang sang atasan. Di depan pintu yang terpasang kokoh dan tinggi itu, Letta menghela nafas, perasaannya was-was, gugup, takut, cemas, semuanya!

Di bawah, tangannya bergerak gelisah, mengatur debaran jantungnya yang mulai berdetak tak menentu. Letta bahkan tak punya kuasa untuk mengumpati dan memaki pria dewasa yang terpaut 10 tahun lebih tua darinya itu.

Entah siapa sebenarnya yang salah, dalam ingatan Letta, dia sendirilah yang menggoda Avan. Avandher adalah pria beristri, Letta tau betul pria itu sangat mencintai istrinya, jadi tak mungkin bossnya itu meniduri wanita lain sembarang, kan?

Lagi, Letta menghela nafas dalam sebelum akhirnya ia mengetuk dan mendorong knop pintu ruangan Avan dengan gerakan pelan.

Letta membawa langkanya semakin mendekat, kakinya terasa begitu lemas kala pria itu beralih dari berkas-berkas dan kini menatapnya dengan sorot mata tajam seperti biasa.

"Selamat pagi, boss. Katanya anda memanggil saya."

Sebisa mungkin Letta terlihat normal. Walaupun, jantungnya berdebar begitu hebat, takut akan kemungkinan ia bisa saja di pecat.

Avandher menegapkan cara duduknya, cara pandang pria itu begitu angkuh namun berwibawa dan pastinya membuat kaki Letta gemetar. Entah berapa lama Letta bisa beradaptasi dengan pria itu.

Letta mencoba berani, tapi mata pria itu begitu tajam dan menusuk. Padahal, Letta sudah menyiapkan mentalnya untuk hari ini, guna menghadapi Avandher setelah kejadian malam kemarin.

"Kita harus membicarkan tentang sesuatu, nona Fhaletta."

Tak kuat, Letta akhirnya menundukkan pandangan, menatap lantai marmer yang sedang ia injak dengan sepatu kerjanya.

"Angkat kepalamu ketika aku sedang bicara!"

Avan teteplah Avan, pria yang begitu otoriter dan mengoreksi kesalahan sekecil apapun. Bawahan mana yang tak takut pada boss seperti itu.

Menghela nafas, Letta mendongakkan kembali kepalanya. "Laporan perancangan-."

Mata Avan kian memicing. "Bukankah kau pintar? Apa menurutmu aku memanggilmu ke sini untuk membahas pekerjaan? Kau tau apa yang ingin aku bicarakan, Letta!"

Ya, tentu saja Letta tau, ia tak bodoh untuk tau ke mana arah pembicaraan Avan akan menjerumus. Tapi, pantaskah mereka membicaran ini di jam kerja?

Letta menghela nafas. Aura sosok itu masih sama, keberadaannya seolah menyedot kebaranian orang di sekitarnya. Apalah Letta, ia bekerja untuk pria itu. Kesalahan kecil bisa saja membuatnya langsung dipecat.

"Tidakkah kau ingin menuntut sesuatu dariku?"

Letta diam. Tuntutan seperti apa yang bisa ia minta? Meminta pria itu menikahinya karena mereka telah berhubungan badan? Gila! Avan bukanlah pria lajang!

THE BOSSWhere stories live. Discover now