KM 19 - Bunga Hati

4.1K 684 205
                                    

Reino Dwipraja
Please share loc. Aku udah di Pasar Gembrong.

Indira melempar ponselnya ke kasur dengan panik. Ia berjalan mondar-mandir di kamar sambil menggigit-gigit jari. Hari ini Reino akan berkunjung ke rumahnya. Sejak kemarin, Indira sudah mencari-cari alasan agar laki-laki itu membatalkan niatnya, tetapi Reino juga punya 1001 alasan untuk tetap datang. Sekarang Reino tinggal sejengkal lagi dari daerah perumahan Indira. Tinggal menunggu share loc di WA untuk alamat exact-nya.

Masalahnya, setengah hati Indira tak ingin Reino bertemu orang tuanya. Seolah-olah hubungan mereka sudah sejauh itu untuk saling mengenal keluarga. Masalah lebih besarnya lagi, hari ini keluarga besar Indira, termasuk eyang, berbondong-bondong datang ke rumah untuk menjenguk ayahnya yang baru keluar dari rumah sakit. Jika Reino sampai bertemu keluarga besarnya, bukankah itu bagai memberi lampu hijau yang terang benderang? Indira bergidik ngeri membayangkannya!

Indira memutar otak, tapi ini bukan saatnya untuk berpikir, melainkan bergerak cepat. Maka, Indira lekas mengambil cardigan yang tersampir di meja, lalu keluar kamar. Ia berjalan melewati keluarga besarnya yang sedang berkumpul di ruang tengah, mengatakan ingin pergi ke Indomaret. Tangannya mengetik cepat memberikan alamat kompleksnya kepada Reino. Cukup nama kompleks, karena Indira akan berjaga di gerbang kompleks sebelum Reino mencapai rumahnya.

Indira menunggu di dekat pos satpam. Selang beberapa menit, sedan Lexus yang Indira kenali terlihat. Mobil itu melaju pelan karena pemiliknya mencari-cari nama kompleks. Indira melambaikan tangannya tinggi. Reino tampak menyadari kehadirannya melalui kaca mobil. Mobil Reino pun berhenti di depan Indira.

"Kamu nungguin di gerbang kompleks?" tanya Reino heran saat Indira masuk.

"Hm. Kebetulan aku mau ke Indomaret. Temanin, ya?" alibinya. "Kita lurus aja, jangan belok."

Reino mengedikkan bahu. "Alright." Kemudian melajukan mobil lagi.

Reino tak jadi berbelok ke kompleks perumahan Indira. Detik itulah, Indira bernapas lega bukan main.

***

Raihan memandangi jepit rambut di meja belajarnya. Ia bertekad untuk mengembalikannya lagi. Lucu bagaimana mengembalikan jepit rambut saja ia perlu mengumpulkan nyali setinggi langit. Milik Indira pula, yang dulu selama 11 tahun, rumah perempuan itu bagaikan rumahnya juga.

Kata-kata Irfan beberapa hari lalu bagai memantikkan api di dalam dirinya. Terakhir ia mencoba mengembalikannya, ia mengambil langkah mundur karena melihat pemandangan buruk di lobi rumah sakit. Sekarang ia ingin mencobanya lagi dan ia tak akan ciut dengan apapun yang dilihat nanti. Raihan ingin melihat ke mana jepit rambut ini membawanya. Apakah jepit rambut ini akan menjadi simbol bahwa semua sudah usai dan tak ada keterikatan apapun lagi antara dirinya dan Indira, atau menjadi gerbang pembuka untuk kelanjutan komunikasi mereka.

Hari Sabtu begini, jam segini, kemungkinan perempuan itu sedang jalan-jalan dengan pacarnya, bukan? Jika Raihan mampir ke rumahnya, kemungkinan orang tuanya yang akan menyambut. Maka Raihan, dengan berat hati, harus mengikhlaskan semuanya. Tetapi jika Indira yang menyambutnya langsung, Raihan akan berusaha mencari celah untuk masuk kembali ke hidupnya. Let's see which one is destined for him.

Raihan menggenggam jepit rambut itu kuat, lalu meraih kunci motornya.

***

"Kamu sebenarnya mau beli apa?" Reino bersedekap mengikutinya berkeliling. "Seems like you have no idea either."

Indira sudah menghabiskan waktu setengah jam berkeliling rak Indomaret. Mengambil barang, lalu menaruhnya lagi. Sok berpikir barang mana yang lebih bagus, tapi lantas pergi lagi melihat barang lain. Bisa jadi pegawai di sana berpikir ia adalah maling, padahal ia memang tidak tahu ingin membeli apa. Tidak ada yang ia butuhkan.

Rest AreaWhere stories live. Discover now