o. janji setia.

2.4K 421 30
                                    

2019

"Happy birthday, Indira. Selamat ulang tahun ya, Ra. Maaf aku enggak bisa nemenin kamu ngerayain ulang tahun di sana, cuma bisa ngasih video meskipun sinyal sering hilang-hilangan. Semoga kamu panjang umur, sehat selalu, cantik selalu, diberkahi banyak hal, dimudahkan dalam segala urusan, dirahmati dalam setiap langkah kamu, dan selalu jadi Indira yang terbaik. Walaupun Dumai jauh dari Jakarta, tapi semoga doa aku sampai ke sana. Aaamiiin."

Indira menyeringai menonton video yang Raihan kirim semalam, tepat di pukul 00.00, meski wajahnya masih muka bantal. Ia baru bangun tidur, sementara Raihan dipastikan sudah sibuk bekerja nun jauh di sana.

"Maaf juga aku enggak bisa pulang tepat waktu. Lagi-lagi waktu ketemu kita keundur. Tapi tungguin ya, Ra? Pacarnya cuma kerja kok, bukan operasi militer." Raihan sempat-sempatnya bercanda. Lelaki itu membenarkan helm site-nya yang miring. "Have fun acara ulang tahunnya. Jangan terlalu kangen, siapa tahu kita bisa ketemu lagi di waktu yang enggak kamu sangka."

Raihan tersenyum, melambai-lambaikan tangannya.

"Bye-bye, jangan selingkuh ya, Cantik. Lopyu."

Indira masih tertawa hingga video itu selesai. Raihan sedang menjalani magang di perusahaan minyak dan gas asing di Dumai, Riau. Lelaki itu sangat sibuk hingga hanya bisa mengirimkan video ucapan yang sudah direkam sebelumnya. Sepertinya perekaman video juga dilakukan di sela kesibukannya karena lelaki itu terlihat berada di area kilang.

Raihan juga jarang membaca Whatsapp. Whatsapp terakhir Indira saja baru dibalas tiga jam kemudian. Akhir-akhir ini hobi Indira adalah bolak-balik mengecek ponsel, jika saja Raihan sudah membalas pesannya. Begitu denting Whatsapp terdengar, maka ia akan langsung terjun ke tempat tidur dan berbalas pesan nonstop selagi Raihan ada waktu.

Senyum Indira perlahan luntur. Embusan napas pendek terlontar. Hari ini, ia akan merayakan ulang tahun di Abuba, tetapi tanpa kehadiran Raihan karena jatah terbang pulang dari site lelaki itu adalah ketika periode magangnya selesai, yaitu satu bulan lagi. Ini menjadi kali kedua ulang tahunnya dirayakan tanpa Raihan.

***

"Happy birthday, Dira! Happy birthday, Dira!"

Indira menyeringai di tengah iringan nyanyian selamat ulang tahun dari keluarganya, Panji, dan teman-teman dekat yang hadir di acara ulang tahun intimate di Abuba Steak. Kue ulang tahun Indira bertingkat dua dengan dekorasi yang menyerupai sosoknya. Tita heboh menyuruhnya untuk tiup lilin. Indira berdoa dalam hati terlebih dulu, lalu meniup lilin dengan sukacita. Ketika lilin kue mati, semua bertepuk tangan gembira.

"Happy birthday ya, Dira." Ibunya memeluk dan mencium pipinya penuh sayang. "Selalu jadi anak gadis yang pintar, baik, sholehah, dan disayang semua orang."

Indira menyeringai. "Aamiinn, Ma."

"Selamat ulang tahun ya, Nak. Semoga sehat selalu. Papa doakan sukses dalam segala hal."

Indira turut menyambut pelukan ayahnya penuh kebahagiaan. Ketika giliran Panji yang mengucapkan selamat ulang tahun, lelaki itu tanpa aba-aba langsung menjitaknya.

"Habede," ucap Panji. "Salim lo sama gue."

Indira berdesis dan menyambut tangan kakaknya ogah-ogahan. "Thanks."

Indira lanjut menyambut satu per satu pelukan teman-teman dekatnya. Yang membuatnya tambah girang adalah mereka semua membawa kado yang banyak.

"Bando kucing Taylor Swift!!!" Tita berseru penuh surprise akan hadiah yang ia bawa. "Persis sama yang doi pakai di video klip!"

"Tengkyu, Tit! Lucu bangett!" Indira langsung memakainya.

"Hmm, kamu belum tahu aja kado dari Mama sama Papa apa." Ibunya berkata, melihat anaknya lanjut berjingkrak-jingkrak karena diberikan backpack.

"Kado dari gue juga, nih. Ingat," sahut Panji.

Indira mencibir. "Paling buku sama alat tulis. Ya, kan?"

"Diiiih? Ma! Buku tulis katanya, Ma!" Panji menyikut-nyikut ibunya.

"Ayo, Dira harus tutup mata." Ibunya menutup kedua mata Indira dari belakang, lalu memberi kode kepada Panji.

"Apaan, sih? Kalo pakai begini-gini, berarti harus yang mahal ya, Ma?!" Indira misuh-misuh tak nyaman. "Minimal Macbook Pro!"

"Mahal, Nak, mahal!" Ibunya berkata meyakinkan.

Indira bersedekap. Ia bisa mendengar teman-temannya tampak berbisik sambil tertawa-tawa, tetapi ia tak mendengar jelas apa yang mereka bicarakan.

Ibunya meminta Indira untuk berdiri, lalu mengulurkan tangan. "Mau yang mana? Yang ini?"

Tangan Indira diarahkan ke kanan, menyentuh sebuah kotak berukuran sedang.

"Atau yang ini?"

Lalu ke kiri, menyentuh sebuah material lembut.

Indira mengernyit, mencoba meraba lebih lanjut bagian kiri itu. Terasa seperti material jaket di sebuah tangan. Manekin? Kadonya manekin Matahari?

Tangan yang ia sentuh itu bergerak, menjadi berbalas menyentuh tangannya juga. Genggaman tangan itu begitu hangat, seperti...

Indira terbelalak. Ia cepat-cepat melepas tangan ibunya dari kedua matanya. Saat itulah ia kaget setengah mati.

Raihan, yang penerbangan pulangnya jadi lebih cepat karena dibayarkan pribadi oleh orang tua Indira, tertawa melihat reaksi Indira.

Raihan pulang khusus untuk ulang tahun Indira. Lelaki itu sudah ganteng, wangi, dengan gaya rambut yang terpotong rapi dibandingkan terakhir kali Indira melihatnya di video call.

"Ketemu lagi di waktu yang enggak disangka, kan?"

Raihan berkata dengan seringai miring, mengulurkan kedua tangannya yang siap menyambut pelukan Indira.

"YAAAAN!"

Indira lekas berhambur ke pelukannya, dibalas begitu hangat oleh Raihan. Pelukan Raihan sudah lama Indira rindukan. Ia tak ingin melepaskan lelaki itu malam ini. Tak akan pernah.

Orang-orang di sekeliling mereka ikut tertawa. Hadiah Indira ini jauh lebih berharga daripada Macbook Pro karena waktu luang Raihan jauh lebih mahal dan langka. Pastinya, hadiah dari orang tua Indira ini memang mahal—literally—karena mereka harus merogoh kocek besar untuk transportasi Raihan dari site ke bandara, penerbangan Raihan dari Dumai ke Jakarta, lalu nanti pulang lagi dari Jakarta ke Dumai, dan bandara ke site.

***

Rest AreaWhere stories live. Discover now