c. dirimu adalah dewiku.

3.1K 501 46
                                    

2012

Raiyan{}
Cieeee, yang nilai Olahraga-nya jeblok :P

Raiyan{}
Diomelin Mama nanti.

Raiyan{}
Enggak naik kelas deh hehehehe xD

Raiyan{}
Ra, balas, dong.

Raiyan{}
PING!!!
PING!!!
PING!!!
PING!!!
PING!!!

"BERISIIIIK!!!"

Indira melempar Blackberry-nya yang berisik sekali membunyikan notifikasi BBM dari anak kurang ajar.

Hari ini adalah pembagian rapor semester akhir. Indira berdebar bukan main selama perjalanan ke sekolah dengan ibunya. Masalahnya, ia sudah tahu nilai Olahraganya pasti akan menjadi parasit di antara nilai-nilainya yang lain. Dan Raihan senang sekali menakut-nakutinya bahwa ia tak akan naik kelas.

"Kenapa dilempar handphone-nya, Dira?" Ibu Indira mengernyit heran melihat anaknya mengamuk sendiri di samping.

"Itu, Ma. SMS Mama minta pulsa! Berisik tahu enggak?!" Ia berseru kesal, mengalihkan wajahnya ke jendela. Awas saja jika ia bertemu Raihan nanti. Ia keramasi bolak-balik anak itu jika masih membahas-bahasnya.

Sekolah ramai sekali oleh mobil para orang tua. Sopir Indira memilih spot parkir yang dekat dengan pendopo sekolah. Indira dan ibunya turun, lalu berjalan berdampingan menuju kelas 7B.

Sosok Tita terlihat melambaikan tangan dari kejauhan. Anak itu tak ikut masuk ke kelas bersama ibunya dan memilih menunggu sendirian di bangku koridor. Indira turut melambaikan tangan dan menggandeng ibunya lebih cepat menuju kelasnya.

"Siang, Tante," sapa Tita sopan sembari mencium tangan ibu Indira.

"Halo, halo. Ini namanya siapa?"

"Aku Tita, Tante." Tita tersenyum. "Teman sebangkunya Indira."

"Ooh, teman sebangkunya Indira. Mamanya mana, Tita? Kok sendirian di sini?"

"Di dalam, Tante. Aku enggak deh, di sini aja. Takut digigit Mami. Hehehe."

"Wah, kok digigit?" Ibu Indira tertawa. "Dira, kamu mau ikut masuk apa di sini aja?"

"Di sini aja, Ma."

"Yaudah, Tante masuk dulu ya, Tita." Ibu Indira tersenyum.

"Iya, Tante." Tita tersenyum ramah melihat ibu temannya itu masuk ke kelas 7B dan bergabung dengan orang tua yang menunggu di dalam.

"Duh, Tit, nilai Olahraga gue gimana, nih?" Indira mengguncang tangan Tita cemas. "Pasti di rumah disemprot Mama."

"Enggak usah Olahraga, Dir. Nilai gue pasti jeblok semua. Mana mungkin masuk kelas unggulan."

Indira bisa membayangkan ceramahan apa saja yang akan keluar dari mulut ibunya. Orang tua selalu saja begitu. Selalu meminta tanggung jawab akan nilai yang jelek dan membutakan mata akan nilai-nilai lain yang bagus. Padahal kedua orang tuanya saja tak ada yang pintar olahraga.

"DIRA! ITU! ITU!"

Pikirannya buyar saat Tita tiba-tiba menyikutnya heboh.

"Apaan?"

"Ituuuu!" bisik Tita geregetan. "Emaknya Raihan! Emaknya Raihan!!"

Kedua alis Indira terangkat. Ia sontak menengok mengikuti pandangan Tita ke belakangnya. Di sana, di koridor, Raihan baru saja datang bersama ibunya. Lelaki itu menggamit lengan sang ibu bak anak mama, tetapi ia tak peduli karena ia memanglah anak mama.

Rest AreaWhere stories live. Discover now