h. dahulu semua indah.

2.2K 398 21
                                    

2014

Sebagai anak introvert sejati, Indira paling anti dengan kegiatan nginap-menginap. Harus repot packing ini itu, tidur beramai-ramai, kegiatan dijadwalkan, kamar mandi rebutan. Rasanya seperti terpenjara meski hanya menginap di sekolah. Lagipula, memangnya sekolah pikir kegiatan nginap-menginap begini menyenangkan? Lebih baik ia rebahan di kamar sendiri sambil menonton Malam Minggu Miko.

"Yaudah, kamu bilang aja ada acara keluarga atau apa gitu. Supaya nggak usah ikut pesantren kilat. Gampang."

"Maunya gitu, Ma, tapi pasti guru-guru nggak akan percaya dan tetap dipanggil ke ruang BK!" Indira berdumal seraya memasukkan sikat gigi ke koper.

Sementara itu, Raihan senang sekali mengikuti kegiatan seperti ini. Itu artinya, ia memiliki lebih banyak waktu untuk berkumpul dengan Calvin dan Dhito, teman-teman sekelas barunya.

Raihan turun penuh sukacita dari Pajero ayahnya sambil menggendong backpack. Kontras dengan Indira yang menunggu sopirnya menurunkan koper pink dari bagasi dengan wajah tertekuk. Di saat kedatangan Raihan disambut heboh oleh teman-teman sekelasnya, Indira langsung melipir berdua bersama Sasha.

Ini yang tak Indira suka: menggelar kasur beramai-ramai di ruang kelas. Rasanya seperti anak panti karena harus berbagi ruang tidur dengan 20 orang. Sementara itu, inilah yang Raihan sukai. Akan lebih mudah untuknya bermain dengan teman-teman di satu ruangan.

"HOY—Aaaaah, anjing lo, To!!"

Raihan bersorak heboh saat mendapat kartu +4 dari Dhito.

"Mampus! Gue menang!" Dhito berjoget jumawa.

"Woy! Gelar kasur! Gelar kasur!"

Gara berteriak karena tiga three idiots sibuk main UNO di pojokkan.

Agenda pertama setelah membereskan ruangan adalah semacam kultum dengan kakak-kakak Rohis. Mereka duduk melingkar untuk menyimak ilmu-ilmu baru, sharing, dan tadarus bersama. Laki-laki dan perempuan dipisah lokasi.

Alih-alih menyimak kakak-kakak Rohis, Indira justru celingak-celinguk. Wajahnya cemberut karena tak menemukan yang dicari. Sasha di sampingnya menggeleng tak percaya. Segitu gelisahnya Indira rupanya.

"Gila lo, ya," ucapnya. "Raihan aman! Nggak bakal diembat Calvin! Nggak ketemu sampai Maghrib nggak bakal bikin mati, Diraaa!"

Indira menyeringai, tanpa tahu orang yang dicari tak terpikirkan untuk mencarinya balik.

Bagi Raihan, agenda yang ditunggu-tunggu adalah buka puasa bersama. Tahu kenapa? Raihan ditunjuk menjadi pembaca Quran sebelum berbuka. Tilawah dilakukan oleh teman perempuan lain. Bacaan Raihan begitu enak didengar, tak berlebihan, dan tepat. Namanya semakin dikenal saja di angkatannya.

'Raihan yang baca Quran', katanya. 'Raihan ketua kelas 10-IPA-1', katanya. 'Raihan yang waktu MOS', katanya. 'Raihan yang ganteng', katanya.

Sementara Indira...

'Hah? Indira? Emang ada anak namanya Indira?'

***

Ada satu kegiatan sakral yang tak pernah ketinggalan dalam pesantren kilat: muhasabah malam. Setelah sholat Isya berjamaah di aula, semua mendengarkan ceramah yang tak ada habisnya seperti pidato kepala sekolah. Ceramah itu perlahan berbelok membahas anak durhaka, usia renta orang tua, masa kecil penuh kasih sayang, lengkap dengan ilustrasi di proyektor.

Rest AreaWhere stories live. Discover now