30

175 74 70
                                    

Hai semua🙌🙌
Aku update lagi nih hehe....
Jangan pernah bosan yah buat baca cerita aku.....
Gimana kabar kalian? Baik bukan,
Semoga kalian bahagia🤗🤗




Happy Reading gaess


Cahaya pagi masuk—dari jendela kamar gadis itu. Matanya mengerjap pelan, ketika sinar matahari mengarah ke arahnya. Desiran angin pagi yang deras membuat tubuhnya bereaksi. Ingin rasanya menarik kembali selimut itu dan melanjutkan tidur yang teramat menyenangkan baginya. Tetapi, gadis itu teringat bahwa hari ini ada jadwal try out untuk olimpiade kimianya.

"Ah—untung ngga kesiangan," gadis itu mendesah pelan seraya bercermin didepan kaca.

Gadis itu langsung berlari—masuk ke dalam kamar mandi. Hari ini ia akan memulai sekolahnya dengan semangat yang baru lagi. Ia sudah melupakan semua kejadian yang terjadi beberapa hari belakangan ini. Ia tidak terlalu mau mengambil pusing yang sudah terjadi biarlah terjadi untuk selanjutnya gadis itu harus benar berhati-hati agar tidak terulang lagi.

Tak berselang 15 menit, pintu kamar mandi terbuka menampilkan gadis itu yang sudah rapi dengan seragam miliknya dan sedikit olesan lipbalm pada bibirnya agar tidak terlihat pucat.

"Ayah sudah pergi ke kantor belum ya," monolognya sambil merapikan beberapa buku yang berserakan diatas kasurnya—akibat semalaman ia bergadang untuk persiapan try out olimpiadenya hari ini.

Merasa semua sudah rapi—gadis itu bergegas langsung turun kebawah untuk melakukan ritual paginya yaitu sarapan. Ia tidak bisa melupakan kebiasaan yang satu ini—kalo pun lupa jangan harap ia masih bisa berdiri seperti sekarang ini.

"Pagi mbok," sapa Adelia dengan semangat barunya

"Eh—sih non. Ngagetin Mbok aja," ucap Mbok Juminten seraya mengelus-elus dadanya

"Hehe....maaf mbok. Adel ngga bermaksud ngagetin mbok kok,"

"Iya non. Non Adel mau sarapan? Gadis itu hanya mengangguk, tatapan matanya tidak lepas dari dua orang yang baru saja turun dari tangga dan berjalan ke arahnya.

"Selamat pagi kak Adel. Cup." Satu kecupan mendarat mulus di pipi kiri gadis itu.

"Selamat pagi juga Andira," sapa gadis itu kikuk, suasana di meja makan berubah menjadi canggung seolah ada tarikan gravitasi bumi yang menarik paksa.

"Selamat pagi yah," tidak ada jawaban dari pria paruh baya itu, sedikit terbesit kekecewaan dihati gadis itu. Tapi, ia juga merasa bahagia bisa makan satu meja lagi bersama ayahnya—entah kapan terakhir makan bersama, bisa terhitung setelah bundanya meninggal.

"Ayah. Kak Adel berangkat bareng kita juga kan?" tanya Andira pada Bastian

Pria itu hanya melirik kearah Adelia, lalu terkekeh sinis. "Ngga. Dia ngga pantes satu mobil sama kita," ucapan yang keluar dari mulut pria itu—bagaikan racun sianida yang bisa mematikan kita, kapan saja.

"Tap—,"

Adelia langsung menggenggam tangan adiknya, lalu mengusapnya lembut—dari tatapan mata itu mengisyaratkan kalo dirinya baik-baik saja. "Ngga apa-apa. Kakak udah biasa kok, kamu pergi aja sama ayah," ucap Adelia, dengan sebulir air mata yang jatuh di pipinya—dengan cepat gadis itu langsung mengusap air matanya, ia tidak mau terlihat lemah didepan ayahnya.

"Tap—,"

"Udah. Kakak bisa kok, percaya deh," gadis itu mati-matian berusaha tersenyum.

☘️☘️☘️☘️

ADELIAWhere stories live. Discover now