Epilog

768 16 0
                                    

Typo tandain!

.
.
.
.
.
.
.
.

•••
"Ketika takdir telah memilih."
•••

Sepertinya benar apa yang dikatakan orang-orang, jika yang terbaik dalam melupakan hal sakit adalah menyibukkan diri. Itu yang ia rasakan selama ini, cukup lama untuk bisa melupakan, tetapi baiknya ia tidak bertemu dengan kegagalan melainkan keberhasilan.

Memutuskan meninggalkan negara tercinta dan pergi untuk mengemban pendidikan yang lebih tinggi, wanita itu melakukannya. Karena ia terpilih mendapatkan beasiswa, Hafizha akhirnya melajutkan pendidikan Master-nya di salah satu university terkenal di Singapura. Dalam jangka waktu tiga tahun ia lulus dari jenjang perkuliahan S2-nya dengan mengambil program profesi Psikolog, tepat dua bulan lalu berlangsungnya acara kelulusan tersebut. Dan baru sekaranglah Hafizha bisa kembali ke negaranya, dikarenakan sebelum itu ada beberapa pekerjaan yang harus ia selesaikan.

Ya, wanita itu memang memilih untuk mengambil jurusan yang sama, mengejar gelar dan profesi yang sama seperti almarhumah sang Mama. Hafizha telah berniat untuk melanjutkan apa yang Mamanya perjuangkan selama beliau hidup, Hafizha ingin seperti mendiang Mamanya.

Ia begitu ingat pesan dari sang Mama, sebuah pesan di mana saat itu ia menulisnya di sebuah buku yang sampai sekarang selalu ia bawa.
"Pendidikan itu penting, apalagi kamu adalah seorang perempuan. Perempuan lah sekolah pertama bagi anak-anaknya, yang mendidik sang penerus bangsa. Fizha, berpendidikan bukan hanya kamu yang mendapatkan keuntungannya, tetapi orang-orang di sekitarmu juga. Ingat pesan Mama, hiasi masa muda dengan mencari ilmu, ketika tua nanti amalkan hasilnya juga sebarkan apa yang kamu dapatkan. Semua ilmu bermanfaat, mungkin tidak sekarang kamu merasakannya, tetapi nanti ketika kamu sudah menemukan tujuan untuk apa ilmu itu di cari. Selain itu, jangan pernah merasa bungkam, bungkam akan ilmu mu. Kamu harus bisa mengamalkannya, menyebarkannya, dan membantu mereka dengan ilmu yang kamu miliki. Karena sejatinya ilmu itu seperti sungai, ia harus mengalir, bukan tenggelam seperti batu."

Sebuah pesan yang Hafizha dapatkan di umurnya yang berusia enam belas tahun, tepat ketika ia berulang tahun, dan sekarang tak terasa sudah sembilan tahun Mamanya pergi meninggalkan dirinya. Perjalanan yang panjang, banyak pengalaman yang ia dapatkan. Sungguh tidak bisa Hafizha berbohong jika perjuangannya dalam meraih cita-citanya tidaklah mudah, banyak proses yang harus ia lalui dan bisa berada di posisi sekarang ini. Mendapatkan gelar dan profesi seorang Psikolog, jika mengingatnya rasanya air mata ini akan terjatuh lagi.

Hafizha menutup buku yang ia baca, buku dengan banyak tulisan tangannya sendiri, buku lama yang tidak pernah tertinggal kemanapun ia pergi. Hafizha tersenyum menatap buku bersampul navy itu, ia mengusapnya pelan. Dari buku ini ia bisa mendapatkan rasa semangat untuk berjuang kembali. Buku yang dahulunya sering ia tulis dengan tinta hitam sebagai warna pertama, membaca setiap tulisan yang berubah-ubah di dalamnya.

Udah tiga tahun aja, semua baik-baik aja 'kan di sana?

Kepala wanita itu menoleh menatap jendela pesawat, cuaca pagi ini tampak dari dalam. Langit biru dan awan-awan putih yang menjadi pemandangan, lalu tak lama wanita itu melihat jam tangannya, memandang waktu yang tertera di sana. Sesaat setelahnya ia kembali menatap ke arah jendela pesawat yang berada tepat di sampingnya, Hafizha semakin melebarkan senyumannya.

Dia, Hafizha (ENDING) Where stories live. Discover now