Part: 24

503 15 0
                                    

Di pesantren tepat ketika sore menjelang, Hafizha berkeliling seorang diri. Gadis itu diperlihatkan dengan pemandangan para santriwati yang berlalu-lalang dan membersihkan halaman sekitar asrama.

Kegiatan di hari kamis biasanya menjadi hal yang menyenangkan, karena ketika sore hari mereka akan melakukan gotong royong untuk membersihkan halaman pesantren.
Hafizha tadi sudah sempat membantu di area asrama nya, karena sudah selesai dia pamit untuk berkeliling.

Dengan kamera analog yang tergantung dipergelangan tangannya gadis itu sesekali mengambil foto dari kegiatan yang berlangsung.

Langkah nya tanpa diminta berjalan ke arah belakang asrama, netranya melihat sekitaran, terlihat asri, rerumputan hijau yang tampak terawat.
Beberapa menit menikmati pemandangan sepi itu, Hafizha hendak kembali sebelum netranya bertemu dengan seorang perempuan muda sedang mengangkat dua timba yang berisi sesuatu.

Hafizha menghampiri perempuan yang terlihat kesusahan itu, dengan cepat dia berlari. Meletakkan kamera miliknya di saku gamis, Hafizha mengambil salah satu timba yang ternyata berisi pakaian.

"Biar saya bantu," ujar Hafizha.

Perempuan itu tampak terkejut dengan hal yang dilakukan Hafizha, dia tiba-tiba meletakkan timba yang di bawanya.

"Terimakasih, tapi itu tidak perlu." mengambil kembali timba yang di pegang Hafizha lalu melanjutkan langkahnya.

Hafizha berjalan menyusul perempuan itu, jujur Hafizha heran mengapa dia tidak ingin di bantu? Dari wajah yang terlihat panik ketika ia mengambil timba itu pasti ada hal yang disembunyi kan.

"Biar saya bantu, kamu akan kesusahan membawa dua timba sekaligus." Hafizha memandangi wajah perempuan asing disamping nya ini.

"Kamu siapa?! Aku tidak mengenal mu. Jangan ikut campur urusanku, lebih baik kamu pergi dari sini." langkah perempuan itu semakin cepat, dia bahkan tidak memperdulikan tangan yang sudah memerah.

Hafizha tertegun mendengar nada bicara perempuan asing ini, seperti dia takut jika Hafizha membantu nya.

Walaupun ia dilarang membawa timba, Hafizha tidak menyerah, gadis itu terus mengikuti kemana tujuan dari orang di depannya ini.

"Jangan mengikuti ku!" Hafizha hanya diam mendengar teguran itu, perlu diingat kan sifat keras kepalanya sekarang sedang bercampur dengan rasa penasaran yang menggebu, jangan harap Hafizha mendengar apalagi melakukan apa yang katakan perempuan itu.

Perempuan dengan baju panjang itu berbalik menghadap Hafizha.
"Kamu mau apa sih?! Ku bilang jangan mengikuti ku, nanti kamu akan menyesal!" suara perempuan itu sedikit meninggi.

"Menyesal? Atas apa?" Hafizha bertanya-tanya. Hafizha berpikir lama sampai tak menyadari jika ia kembali di tinggal kan.

Bukan berpikir tentang kata-kata perempuan itu, tetapi wajah nya__wajah itu sangat mirip dengan__Pak Mada.

'Ziya'

Tersadar dari lamunannya Hafizha menatap sekililing yang sepi,
"Kemana perginya dia?" gumamnya.

•••

"Nadira itu anak dari Kyai Ali, seorang pemimpin pesantren di Bandung. Pesantren di sana berkembang sangat pesat, menghasilkan santri-santriwati yang berbakat. Sama seperti Ning Nadira, dia adalah seorang penghafal quran, sosoknya yang rupawan, sifatnya yang lembut, akhlak nya amat baik, belum lagi Ning Nadira adalah perempuan pintar dan bijak. Dia sangat cocok jika disandingkan dengan mu, Gus. Kalian akan menjadi pasangan yang serasi, dia di persiapkan untuk mu, tidak ada alasan untuk tidak dilakukannya pernikahan, karena sudah sejak lama perjodohan ini di inginkan." paruh baya itu menatap hamparan sawah hijau di hadapannya.

Atha termenung mendengar perkataan itu, tak lama baru ia bersuara,
"Kenapa harus dengan ku?" tanyanya.

"Karena itu permintaan dari Kyai Ali," balas pria paruh baya itu.

"Om, sejujurnya aku belum siap." kalimat yang diucapkan Atha mengejutkan pria paruh baya itu.

"Lantas apa yang membuatmu menerima perjodohan ini?" tanya Hanan.

"Abi dan Umi, tapi bukannya jika aku menolak, perjodohan ini akan tetap terjadi? Jadi sama aja bukan?" Atha merasakan perasaan aneh yang ada dalam dirinya. Perasaan yang kadang datang tanpa izin, rasa takut, bersalah, dan cinta.

"Gus, kenapa kamu tidak berpikir dulu sebelumnya? Jangan terlalu cepat mengambil keputusan, jika kamu belum siap seharusnya bilang. Setidaknya perjodohan ini bisa ditunda hingga dirimu yakin, bukan seperti sekarang." Hanan berdiri dari duduknya.

"Yakinkan diri mu, Gus. Istiqarah lah malam ini." menepuk bahu pemuda itu lalu setelahnya Hanan pergi meninggalkan Atha yang masih termenung.

Pemuda itu hanya termenung, dia menatap pemandangan di depannya dengan hampa. Raganya memang berada di sini, tetapi pikirannya hanya tertuju pada satu orang saat ini. Ya, seorang gadis yang dua hari lalu pergi bersamanya.

Dia ada di dekatku
Tetapi kami jauh, seakan ada sesuatu yang menghalangi.

Kenapa perasaan ini harus ada ketika seharusnya aku menghilangkannya.

Pengaruh mu amat besar, Hafizha.
Kadang aku merasa malu menatap mu
Kadang aku merasa takut untuk melihatmu walau itu hanya dari kejauhan.
Kadang aku juga merasa bersalah ketika tanpa sengaja bertatapan dengan netra indah milikmu itu.

Kenapa Hafizha? Kenapa dirimu baru kembali saat aku sudah akan menyerah dengan perasaan ini?

Dirimu hadir di saat yang tidak benar.

Seharusnya kita tidak bertemu,

Tetapi takdir seolah mempermainkan.

Hafizha, bahkan ketika mendengar suara mu aku menahan getar tangan ku yang tak terkendali. Apa yang dirimu berikan padaku hingga membuat aku tak sanggup melupakan mu, seberapa besar pengaruh mu terhadap hatiku, Hafizha?

•••
Bersambung
•••

Santai aja dulu
Nikmati alurnya yaa

Tenang, masih lama ...

Terimakasih
See you:)

Dia, Hafizha (ENDING) Where stories live. Discover now