Part: 01

1.5K 53 6
                                    


Follow Instagram:
@wattpad_rembulan
Di sana bakal ada spoiler dari cerita ini.
.
.
.
.
.

3 tahun kemudian

    Bagaimana aku harus membuka halaman pertama ini, mengucapkan salam? Atau hanya berdiam saja hingga alur di mulai?

Kata apa yang harus aku sampaikan sebagai pembuka?
Bagaimana cara ku membuat setiap halaman nya berwarna?
Dengan senyuman atau keterdiaman yang menjadi bisu disetiap hening nya malam?
Ayo beritahu aku, agar yang menyimak ceritanya terbawa ke dalam dunia ku.

Apa yang menarik dari keseharian seorang gadis berjilbab panjang ini, hanya duduk di sebuah kasur dengan tangan yang menulis di sebuah buku, kalimat yang panjang hingga menjadi surat tanpa pembaca. Kadang dia memasukkan nya ke dalam botol lalu melemparkan nya ke aliran air laut, atau memandam nya di dalam gudukan pasir. Surat itu tak punya tujuan, tetapi mempunyai harapan untuk dibaca.

Sejak kejadian yang mengharuskan nya untuk pergi meninggal rumah dengan perasaan kecewa yang mendalam, ingin rasa nya berdamai pada mereka, tetapi seolah tertolak dengan kejadian itu masih terputar dalam memori kecil yang ada diotak nya.

Apa dia melupakan ku?

Apa dia bahagia dengan kehidupan baru nya?

Aku siapa baginya?

Putri dari seorang istri yang telah tiada?

Aku sudah terlalu lama berada di kamar, duduk di atas kasur berhadapan dengan sebuah cermin besar, kadang aku merasa bosan karena terlalu sering menertawakan diri ku sendiri, apalagi cermin itu menjadi saksi nya.

Apa aku egois?

Itu adalah pertanyaan yang selalu mengganggu pikiran ku sejak dulu, aku bingung dengan diri ku ini. Pergi tanpa alasan, tersenyum hanya sebagai permainan. Tertawa hanya demi kebahagian seseorang, lalu apakah bisa orang-orang tertawa untuk kebahagian ku?
Pertanyaan konyol!

Ting

Tante Saa🧕
Assalamu'alaikum, sayang nya Tante.
Kamu apa kabar di sana? Baik kan?
Kapan mau kembali, kami menunggu loh.
Jaga kesehatan sayang. Tante tau kamu bakal read pesan ini, tapi setidaknya kamu membacanya.

Membaca pesan yang masuk diponsel nya membuat gadis itu menghela napas. Ini sudah terjadi semenjak beberapa tahun yang lalu, wanita yang selalu mencoba untuk mendekatkan diri padanya, setiap pesan yang masuk selalu mengandung nada ceria yang tersampai kan padanya.

Me
Enggak perlu menunggu lagi, saya akan kembali.

Tante Saa🧕
SERIUSS?? Ini untuk pertama kali kamu membalas pesan Tante, dan apa tadi? Kamu akan kembali?!
Kapan?
Bisa Tante tau kamu akan kembali kapan?
Apa perlu Tante jemput bersama Papa?
Kamu mau Tante siapin apa?
Makanan?
Pakaian baru?
Buku?
Atau apa?
Bilang yaa, nanti Tante akan belikan. Janji!

Me
Terimakasih atas keantusiasan Anda, tapi maaf itu berlebihan.


Keluar dari room chat, gadis itu kini mengambil salah satu buku yang ada di kamar nya lalu beranjak dari sana.

Di rumah yang dia tempati ini tidak ada tangga yang menurun, hanya lantai dasar. Di situ juga terletak nya dapur, kamar mandi, ruang tamu dan juga kamar. Rumah ini memang sederhana, namun sangat nyaman.

Memilih untuk keluar dari rumah, gadis bergamis itu disapa dengan udara sejuk yang terasa menerpa kulit nya.
Hidup di dekat pantai bukanlah hal mudah baginya, apalagi mendengar desiran ombak yang hampir setiap saat menyapa indra pendengaran nya. Namun walau begitu di sini dia dapat merasakan ketenangan yang merindukan, dengan penduduknya yang ramah, dan pemandangan pantai yang memanjakan mata.

"Assalamu'alaikum, Nak Hafizha." seseorang menghampiri nya dengan tangan yang membawa sebuah barang.

"Wa'alaikumussalam, ada apa Paman?" balas gadis yang dipanggil Hafizha itu.

"Ini saya ada bawa ikan hasil menangkap tadi, alhamdulillah lumayan banyak. Waktu itu Nenek mu juga bilang kalau kamu lagi kepengin makan ikan ini, jadi selagi ada saya beri, ini untuk kamu dan Nenek mu." jelas nya lalu memberi ikan yang ada di dalam wadah kepada Hafizha.

"Aduh Paman jadi ngerepotin deh, makasih banyak ya!" mengambil nya, Hafizha membalas dengan senyuman yang menghiasi wajah indah nya.

"Iya sama-sama, kalau begitu saya pamit ya, Nak." mengangguk kan kepala, gadis itu melihat pria paruh baya yang sudah berjalan mulai menjauhinya.

•••

Menatap bangunan yang ada di hadapannya ini, membuat seorang pemuda kembali mengingat kenangan tiga tahun silam. Dia kembali datang kemari, bahkan bisa terhitung dalam seminggu berapa kali dia mengunjungi tempat ini, berharap akan bertemu dengan orang itu. Namun seperti tak ditakdir kan, pertemuan yang dia harapkan belum pernah terjadi.

Tapi menurutnya tidak apa, jika memang mereka belum bisa bertemu setidaknya dia merasa tenang saat berada di bangunan ini, bangunan yang umat muslim berdatangan untuk melaksakan ibadah di dalamnya.
Dia senang, bisa berkumpul meramaikan masjid untuk beribadah.

Dengan langkahnya pemuda itu memasuki masjid, lalu berhenti di tempat pengambilan wudhu. Melihat arloji nya waktu sudah akan memasuki sholat dzuhur, namun sepertinya belum ada yang ber-adzan.

Bergegas pemuda itu mengambil wudhu lalu setelah nya dia berjalan masuk ke dalam syaf laki-laki dan berdiri dengan yakin untuk mengumandangkan adzan.

Allahuakbar...

Allahuakbar...

Lafaz demi lafaz dia kumandangkan dengan suara yang merdu, muazin yang belum di ketahui nama nya itu sudah membuat seseorang kagum dengan suara nya.

Di bagian syaf wanita, ada seorang gadis yang mendengar kan suara pemuda itu.
"MasyaAllah, suara azan nya adem bangett." batinnya dengan senyum yang mengembang.

Kini masjid sudah diramaikan dengan orang-orang yang hendak melaksakan sholat berjamaah. Dan saat ini mereka, baik disyaf  laki-laki atau perempuan sedang kusyu beribadah.

Selesai nya sholat berjamaah itu, tampak pemuda yang mengenakan kemeja hitam masih duduk seorang diri di dalam masjid. Dari banyak orang yang berdatangan tadi hingga kini masjid tampak sepi kembali, orang-orang itu pergi untuk melakukan aktivitas nya masing-masing.

Pemuda yang hanya duduk seraya menunduk kan kepala nya, dia kembali merasakan debaran jantung yang tak biasa, setiap ia datang kemari itu selalu terjadi. Dia juga bingung, akankah perasaan itu masih ada ataukah tidak. Tiga tahun lama nya dia memendam, bahkan untuk bertemu kembali belum diizinkan. Bagaimana kelanjutan nya ia juga tak tau, dipertemukan atau dijauhkan. Apapun itu ia akan mencoba untuk menerima, terlepas dari perasaan yang bersarang dalam hati nya.

"Tak lepas aku berdoa pada mu ya Allah, tapi kali ini saja beri hamba mu ini pentunjuk. Jika memang dia ditakdirkan untukku maka pertemukan, jika tidak hilangkan rasa ini." Pemuda itu masih menundukkan kepala nya, berbicara dengan selirih-lirih nya. Kalimat yang sering dia jadikan doa, tak bosan pula ia mengucapkan nya.

•••
Bersambung
•••

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Assalamu'alaikum, gimana kabar kalian? ketemuan lagi kita, tapi dicerita baru... Mungkin akan lebih fokus kesini dari pada lapak sebelah.
Jangan lupa tinggal kan jejak, vote dan komen juga share yaa
Terimakasih

Semoga suka dengan awalan ini.

Dia, Hafizha (ENDING) Where stories live. Discover now