Part: 32

451 14 0
                                    

JANGAN LUPA!

Follow Instagram: @rembulan.wp
(ganti username)
Wattpad: @pena_rembulan
TikTok: story.rembulan_
.
.
.
.
.
.
.
Typo tandain!

🌧️Happy Reading🌧️

"Kali ini diriku tidak akan lagi menanti, hambamu ikhlas. Hamba menyerah, menghentikan semua dan mencoba melupakannya."
•••
~Nizam Atha Al-Ayyubi~
•••



Hafizha perlahan menuruni anak tangga. Matanya menatap lurus, ekspresi datar yang ia tampilkan. Pemikirannya kacau sekarang, air mata yang tadi mengalir sudah hilang mengering.

Gadis itu mengharapkan bahwa ini mimpi, ia terlalu tak sanggup jika apa yang ia dengar tadi adalah fakta.
Mengakhiri langkahnya tepat di anak tangga terakhir, mata gadis itu enggan melihat sekililing.

Tak tahu keinginan dari mana ia pergi dengan langkah sedikit cepat. Tidak mau berdiam lama di tempat ini, sungguh menyesakkan baginya.

"Non, Hafizha! Kenapa terlihat terburu-buru? Ada apa, Non?" seseorang tergesa menghampirinya.

Enggan ia melihat, Hafizha membelakangi wanita baya yang tak lain adalah pekerja di rumah ini.
"Enggak, Hafizha gapapa. Cuma ada panggilan mendadak dari kampus, jadi buru-buru," elaknya tak memalingkan muka.

"Sudah ketemu sama, Tuan dan Ibuk?"

Menghela napas dalam, kini ia memutar tubuhnya menatap wanita yang tak muda itu.
"Belum, Bi. Mungkin nanti Hafizha bakal ke sini lagi. Kalau gitu Hafizha pamit, ya? Bibi jangan bilang sama P-apa atau Bunda, kalau aku mampir," pamit gadis itu berusaha untuk tersenyum.

Ya Allah, bahkan sekarang ia bingung ingin memanggil apa pada pria yang selama ini ia anggap sebagai ayah. Hafizha terlalu kalut, menahan sesak di dadanya, ia tidak sekuat itu untuk terus berada di sini. Ia butuh ketenangan, sekarang ini.
'Papa', apa kata itu lebih baik ia ganti? Tapi, dengan sebutan apa lagi? Rasanya tak ada sebutan lain yang cocok, itu sudah sangat akrab dengan panggilan itu.

"Iya, Non. Hati-hati." hanya bisa ia membalas dengan anggukkan. Kemudian gadis itu beranjak pergi dari sana, bahkan ia tak melihat ke belakang barang sekali pun.

•••

Ya, sepertinya aku mengetahuinya, aku menyadarinya. Ini kesalahan ku, ini salah ku berharap lebih pada ciptaan-Mu.

Berbaring sembariku melihat langit-langir kamar yang tidak lagi asing, pikiran ku yang sedari tadi terus melayang pada kejadian beberapa jam lalu.

Bagaimana dengan rasa percaya diriku, aku datang menjumpainya. Mengungkapkan apa yang selama ini ku rasakan, tetapi walau rasa lega datang, itu hanya samar. Tertutupi oleh rasa sakit yang lebih terasa. Perempuan itu berkata dengan lembut, hanya saja setiap kata yang keluar dari mulutnya mampu membuat diriku bungkam.

"Jika tahu sesakit ini, aku lebih memilih memendam selamanya. Namun, itu juga sudah terlanjur, aku melakukannya. Tidak ada hal yang membuat ku bisa untuk mengulur waktu kembali, semua sudah terjadi," ujarku menyesal.

"Ya, Rabb... Kali ini diriku tidak akan lagi menanti, hambamu ikhlas. Hamba menyerah, menghentikan semua dan mencoba melupakannya," lirihan suaraku hanya terdengar nyaring di kamar ini. Entah mengapa sekarang aku menyesal, aku telah jatuh, benar-benar jatuh.

Dia, Hafizha (ENDING) Where stories live. Discover now