Part: 27

481 19 0
                                    

JANGAN LUPA!

Follow Instagram: @rembulan.wp
(ganti username)
Wattpad: @pena_rembulan
TikTok: story.rembulan_

•••
.
.
...
🌻Happy Reading🌻
.
.
.

Berjalan pergi, ketika orang-orang berjalan untuk pulang. Hari yang masih sama, cuaca sore yang sejuk, ketenangan yang ia dapatkan sekarang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Bahkan untuk menambahi keindahan sore ini langit memperlihatkan bulan yang cantik. Di atas sana bulan yang belum terbentuk sempurna, kegelapan juga belum mengambil alih, namun dia sudah dengan berani menunjukkan wujudnya.

Hafizha menghentikan langkahnya sesaat ia sudah sampai di tempat yang hendak ia kunjungi. Ia mengedarkan pandangannya menatap sekeliling tempat itu, mencari seseorang yang tadi memanggilnya.

Sebuah danau buatan yang terlihat tidak begitu luas berada di belakang gedung asrama.
Di sekitaran danau ini tidak sepi, ada beberapa orang santriwati yang berlalu-lalang. Apalagi jika bukan membersihkan halaman nya yang tampak dipenuhi dengan dedaunan berwarna cokelat.

Hafizha terdiam sejenak menikmati hembusan angin yang menerpa kulitnya dan pasmina biru muda yang dikenakan gadis itu.
Memejamkan mata, Hafizha menghirup udara yang terasa menyegarkan baginya. Entah mengapa gadis itu tidak menemukan danau ini saat ia berkeliling pesantren beberapa hari lalu.
Tempat ini memang berada di belakang asrama khusus putri, tetapi sedikit jauh letak nya.

Gadis itu sedikit berjalan ke arah bangku kayu yang tersedia tidak jauh dari tempat ia berdiri. Memutuskan untuk duduk, Hafizha menghela napas lega. Ia terlalu lelah jika terus berdiri.

"Assalamu'alaikum." Hafizha berbalik, netra amber miliknya bertemu dengan netra hitam pekat milik seorang pemuda.

Tidak lama, hanya lima detik setelahnya pemuda itu kembali menjaga pandangannya. Bahkan melihat itu Hafizha merasa perasaan asing menyelimuti hati terdalam nya.

"Wa'alaikumussalam, Gus." Hafizha berdiri dari duduknya, mana mungkin ia duduk ketika seseorang yang dihormati di sini harus berdiri.

"Kamu duduk saja, tidak perlu merasa canggung." mendengar itu Hafizha menggeleng, ia tidak setuju.

"Tidak apa, Gus. Saya lebih nyaman seperti ini. Ngomong-ngomong ada apa anda meminta saya untuk datang ke tempat ini?" tanya Hafizha.

Mereka berjarak sedikit jauh, satu meter dari tempat Hafizha berdiri.

"Saya hanya ingin memberikan ini padamu." Atha sedikit memajukan langkahnya lalu memberikan sebuah amplop putih pada Hafizha. Melihat benda itu sudah ada pada Hafizha, Atha kembali mundur.

"Dari siapa ini, Gus?" hanya kalimat aneh jika ia bertanya 'apa ini, Gus?' karena jelas sudah di depan matanya jika benda itu adalah sebuah amplop.

"Pak Mada. Ia berpesan kepada saya untuk memberikannya secara langsung padamu. Dan ada pesan lain yang ingin saya sampaikan, ini juga dari Pak Mada," ujar Atha menjeda perkataannya.

"Apa itu, Gus?"

"Beliau berkata jika kamu harus lebih fokus pada skripsi yang sedang dirimu jalani, karena kemungkinan tiga hari lagi akan sidang. Itu yang disampaikan oleh beliau, saya hanya bisa menyampaikan pesan ini." Hafizha mengangguk paham mendengar itu.

Dia, Hafizha (ENDING) Where stories live. Discover now