29

175 35 0
                                    

BnHA © Kohei Horikoshi

29
Stain

Pandanganku mengarah ke Stain yang masih berdiri. Kuakui, ia masih terlihat mengancam bahkan dengan pedang yang patah di tangannya. Yah, wajahnya memang menyumbang 50% dalam aura menakutkan yang mengelilinginya.

"Mustahil bila tekadmu sudah bulat! Sebab sifat seseorang tidak akan berubah secepat itu! Kau tidak lebih dari tiruan yang hanya mementingkan dirinya sendiri! Kau adalah penyakit dalam masyarakat dengan menyandang nama hero dan harus ada yang melurusan hal itu."

Apa-apaan pidato ini? Ini terdengar seperti ceramah di sekte sesat yang pernah kulihat di drama, walaupun memang itu agak beralasan dan cukup logis. Kemungkinan besar perkataan itu dapat disetujui sepenuhnya bagi mereka yang tidak benar-benar berkecimpung dalam dunia hero.

"Dia cuma bicara omong kosong dan tidak beralasan. Jangan dengarkan dia, Iida." Aku mengangguk setuju pada perkataan Todoroki.

"Tidak. Persis seperti yang dia katakan, aku memang tidak pantas menyandang nama hero. Meski begitu, aku tidak boleh tumbang di sini. Kalau aku tumbang di sini, maka Ingenium akan mati."

Pertarungan berlanjut. Aku memandanginya dari pinggir, menggerutu atas lamanya kepalaku kembali terbentuk. Memang bagian otak selalu yang paling lama dipulihkan, padahal aku sudah berlatih keras untuk memperpendek waktu pemulihannya dan hasilnya tidak sebagus yang kuharapkan.

"Dasar bodoh! Si hero killer hanya mengincarku dan si armor putih di sana! Jangan balas, lebih baik kabur saja!" Seruan itu membuatku sadar akan 1 orang lagi yang ada di gang itu bersama kami.

"Memangnya dia memberi kesempatan untuk kabur, apa?!" dengus Todoroki. "Moodnya sudah berubah dari sebelumnya. Si sialan itu sudah mulai serius."

Mendekat, aku berlutut di depan pro hero yang masih belum bisa bergerak. Dampak quirk hero killer itu lama sekali bagi pro hero satu ini. Sepertinya pria di depanku ini sangat sial hari ini.

"Ara ara~ Todoroki-san, tidak perlu kesal begitu, kan. Karena aku tidak dibutuhkan lagi di sini, biarkan aku menyelamatkan pro hero ini. Dengan begitu, kalian bisa menyerang kebih leluasa. Bagaimana?"

Todoroki melirikku sebelum mengalihkan pandangan kembali ke pertarungan. "Ya, menyingkir saja sana. Lalu, lama sekali kepalamu pulih."

"Ara ara~ Bukankah perkataannya agak menyakitkan? Aku agak tersinggung, loh~" kekehku sambil menggendeng pro hero itu dengan bridal style.

Pro hero itu melotot. "Kau kuat?!"

"Anda ringan. Pro hero-san, pastikan kamu makan banyak setelah ini, ya."

Melompat ke atas atap, aku memandangi area sekitar dengan berbagi pandangan dengan burung bayangan dan kupu-kupu yang masih membantu sipil yang terpisah dari rombongan evakuasi. Evakuasi masih bisa dibilang lancar saat ini. Kalau soal pertarungan, Endeavor benar-benar membantu banyak.

"Pro hero-san, apa kamu bisa menahan sakit lebih lama lagi? Nomu masih banyak dan akan lebih berbahaya berkeliaran di sana dibanding bersama dengan hero killer. Monster seperti mereka tidak memiliki sedikitpun sisa rasa manusiawi seperti si villain itu."

"Ya, aku juga tidak berniat pergi tampa anak-anak itu."

Berdiri di atas atap, aku mendongak dan memandangi langit malam. Meski dengan asap di mana-mana dan sekelebat monster bersayap, ciptaan tuhan yang satu itu masih secantik biasanya. Dari sudut mata, aku melihat bayangan tidak jelas. Menoleh, mataku membelalak saat melihat sosok berdiri di ketinggian.

Villain di USJ.

Yah, tidak mengejutkan... Nomu, kan, produk mereka.

"Kamu tidak membantu temanmu?" tanya Native yang sudah kubaringkan di atap.

ShadowWhere stories live. Discover now