27

156 31 2
                                    

BnHA © Kohei Horikoshi

27
Latihan

"Perasaan."

Aku memandangi Fragile dengan kesal, mengharapkan penjelasan yang lebih baik dibanding satu kata seperti itu. Sayangnya, pro hero satu itu benar-benar mengakhiri penjelasannya di situ.

"Jadi... Cara mempertahankan tubuh dalam teknik itu adalah imajinasi?" tanyaku skeptis.

"Ya. Kamu tuli? Tidak mendengarku? Harus kuulang berapa kali?"

Ah... Ingin rasanya kupukul wajah itu. Tapi, sayangnya tidak boleh. Itu menyalahi sopan santun dan aturan.

"Aku mendengarnya dengan sangat jelas," sahutku. "Tapi, tahukah Anda betapa ambigunya penjelasan itu?"

"Yah... Nyatanya memang hanya itu," ungkap Fragile santai. "Yang harus kamu lakukan hanyalah merasakan tubuhmu, jika kamu mulai merasa kehilangan kendali akan tubuhmu berarti kamu harus segera kembali memadatkan tubuhmu. Gampang. Sisanya hanya latihan mati-matian."

Sungguh penjelasan yang sangat berguna. Yah, bukannya aku berharap banyak dari pro hero yang bahkan sudah meminum sake dari waktu sarapan ini sih. Bahkan sekarang aku tidak tahu apakah pria di depanku ini mabuk atau tidak.

"Lalu, apa yang harus kulakukan?" tanyaku. "Tidak mungkin aku langsung mencoba teknik itu. Berbahaya, apalagi tidak ada Aizawa-sensei di sini."

"Kamu bisa langsung mencobanya kalau ingin mati," dengus Fragile. "Kalau tidak mau, cobalah dengan bermeditasi sebanyak mungkin. Itu membantumu terus fokus dan lebih peka dengan tubuhmu sendiri. Sudah ya... Selamat berjuang."

Memandangi Fragile yang pergi dengan tidak percaya, aku menghela nafas melihatnya benar-benar pergi ke konbini. Ia pasti ingin membeli sake lagi, sudah yang kedua kali di hari ini, penjaga konbini pasti sudah hafal dengannya.

Menggerutu, aku pergi ke kamar dan meraih ponsel. Mencari tutorial bermeditasi di internet, pro hero satu itu bahkan tidak memberitahunya cara atau tips bermeditasi yang benar. Bagaimana mungkin ini yang disebut melatih oleh Fragile ketika langkah-langkahnya saja tidak diberi tahu dengan baik?

Duduk bersila di lantai, aku mulai mengambil nafas dalam-dalam. Pikiran kufokuskan kepada napas, rasanya semua kekesalanku berkurang sedikit demi sedikit seiring dengan napas yang kuambil.

Fragile benar. Aku mulai lebih peka dengan tubuhku, aku bisa merasakannya dari ujung kepala hingga kaki. Detak jantung yang konstan. Aliran darah yang membuat nadi berdenyut-denyut lembut. Udara yang kuambil perlahan memenuhi paru-paru.

Kepalaku kosong, ringan, dan tenang. Semuanya terasa sempurna hingga suara Fragile membuat konsentrasiku terpecah dan kenyamanan itu hilang dalam sedetik.

"Tanganmu berubah tuh."

Gangguan itu membuatku langsung panik dan membuka mata lebar-lebar. Fragile tidak berbohong, tanganku benar-benar menjadi kumpulan bayangan yang bergerak-gerak tidak berirama. Ini seperti tubuh villain dengan kemampuan warp di USJ waktu itu.

Kepanikan membuatku tidak fokus. Hanya semakin parah ketika tidak hanya lengan tapi juga bahuku kini menjadi bayangan. Aku sudah tidak bisa merasakan lenganku.

Fragile menusukkan telunjungnya ke dahiku. "Kembali fokus. Tarik napas... hembuskan... Perlahan... Bagus..."

Mengikuti arahan Fragile, tubuhku mulai lemas. Bayangan itu tidak lagi merambat semakin jauh, tapi tidak juga berkurang. Yah, setidaknya aku tidak perlu bertambah panik lagi.

"Pejamkan matamu. Kembali rasakan detak jantung, aliran darah, napas. Bagus... Konsentrasikan ke area dekat lenganmu. Perlahan saja, tidak perlu terburu-buru..."

ShadowWhere stories live. Discover now