05

380 62 0
                                    

BnHA © Kohei Horikoshi

05
Ketua Kelas

Hari yang cerah.

Cuaca yang teduh membuatnya menjadi hari sempurna untuk bermalas-malasan di kamar. Tapi, itu tidak bisa dilakukan olehku. Sebesar apapun keinginanku untuk bermalas-malasan, aku tetap harus pergi sekolah. Kedua orang tuaku tidak pernah memberi izin untuk meliburkan diri kecuali karena sakit dan acara keluarga yang tidak bisa ditunda.

Langkahku terhenti beberapa meter dari gerbang sekolah, memberengut saat melihat gerombolan wartawan yang menghalangi jalanku. Ini bahkan masih terlalu pagi bagi moodku untuk hancur. Aku menghela nafas dan memasang senyum tipisnya yang selalu kupasang, berharap rasa kesalku tidak terlihat.

"Kamu! Bagaimana rasanya diajar oleh All Might?" tanya seorang wartawan perempuan, menodongkan microfon di depan wajahku.

"Bagus."

"Bisa dirinci lagi?"

Aku menghela nafas, masih mempertahankan senyum. "Bagus."

Aku nyaris mengumpat saat aku masih dihalang-halangi oleh reporter itu. Aku hanya ingin sekolah, niatku baik. Kenapa malah harus melalui cobaan seperti ini?

"Apa pelajaran yang All Might ajari?"

"Kepahlawanan, seharusnya kalian sudah menebak." jawabku.

"Apa kesanmu?"

Aku menghela nafas dan tersenyum semanis mungkin sambil menekan amarahku. "Sangat beruntung. Saya pikir semua yang kalian wawancari mengatakan hal yang sama, kenapa kalian masih mewawancarai yang lain? Seberapa banyak yang kalian butuhkan?"

"Uh... Sebanyak mungkin! Semua pasti akan lebih percaya jika semakin banyak yang mengatakan hal serupa, kan?"

Aku mengerjapkan mata dengan sok polos, masih dengan senyum, kuletakkan jemari di mulut dan tertawa pelan sehingga membawa wajah kebingungan dari reporter. Mati-matian menjaga nada suara agar tetapbriang, aku memandang tepat ke kerumunan reporter yang masih setia menyorotku.

"Ara ara... Tentu saja begitu, bodohnya aku. Maaf tapi kupikir kalian hanya sedang mencari murid yang berkata buruk tentang All Might. Gomen, Reporter-san! Aku berpikiran buruk tentang kalian, gomen! Ahahaha..."

Senyumku semakin lebar saat melihat reporter wanita di depannya melangkah mundur. Aku membungkuk sedikit dan mengirimkan senyuman pada kamera yang masih setia menyorot, mungkin karena kameramennya sendiri mematung.

"Jaa... Permisi, aku ingin melanjutkan perjalanan ke sekolah yang kalian tunda."

Tidak menunggu balasan lain, aku langsung melesat pergi. Aku menghela nafas saat sudah masuk ke kelas. Langsung duduk di kursi dan mengabaikan teman sekelas yang sibuk mengobrol tentang wartawan di depan gerbang.

Aku meletakkan kepala di meja dan menghela nafas panjang. Memejamkan mata, bersiap untuk terlelap saat bel berdentang dan wali kelas mereka melangkah masuk. Aku mengomel dalam hati dan dengan terpaksa kembali menegakkan diri.

"Kuharap kalian sudah beristirahat setelah latihan kemarin. Aku sudah melihat evaluasi kalian. Bakugo. Berhenti bertingkah seperti anak kecil, kamu menyia-nyiakan bakatmu sendiri."

Aku melirik ke arah bakugo yang tampak kesal. Tapi cowok itu menjawab tanpa teriak, padahal kupikir cowok satu itu cuma punya satu volume suara saja.

"Dan kau. Apa kamu mau terus-terusan menghancurkan dirimu sendiri, Midoriya? Kalau terus bilang 'Aku tidak bisa mengendalikan quirk-ku, apa boleh buat' kamu tidak akan berkembang. Sebelumnya aku juga pernah bilang, jangan buat aku bilang untuk yang ketiga kalinya. Setelah melalui rintangan, kamu akan menjadi lebih fleksibel. Sebaiknya kamu berjuang lebih keras lagi, Midoriya."

"Baik, Pak!"

Sungguh awal yang tidak mengenakkan. Aku mati-matian menahan kuap, mengusap mata yang tidak mau terbuka sempurna. Aku terlambat tidur tadi malam dan itu benar-benar berdampak sekarang.

"Sekarang waktunya pengumuman dariku... Maaf harus menyampaikannya sekarang, tapi..." Suasana kelas menjadi tegang karena ucapan Eraser Head. "Kita harus memilih ketua kelas."

"AKHIRNYA MUNCUL SESUATU YANG SEKOLAH BANGET!"

Di luar dugaan, hampir semua anak mengangkat tangannya dengan semangat. Aku memutuskan untuk tidak mengajukan diri, aku tidak pernah mau menjadi pengurus kelas lagi. Sudah cukup pengalaman dalam OSIS SMP yang membuatku tidak bisa beristirahat cukup.

Pada akhirnya, ketua kelas diputuskan dengan voting. Aku memutuskan untuk memilih Iida, ia agak mirip dengan ketua kelasku di SMP yang berhasil menjalankan tugas dengan sangat baik.

Tapi, hasil voting membuat Midoriya terpilih sebagai ketua kelas dengan 3 suara, itu agak mengejutkan. Sedangkan wakilnya adalah Yaoyorozu. Bukan pasangan terburuk, sebenarnya. Keduanya bisa diandalkan.

Ketika kedua orang itu maju, aku terkikik melihat si cowok kikuk itu gemetaran. Dengan senang hati, kuberi tepukan tangan untuk mereka.

***

Lunch Rush.

Aku dengan senang hati duduk di dekat Jiro saat makan siang, menyantap katsudon dengan senang, bersenandung karena senang menemukan makanan lain yang enak. Seandainya makanan lunch rush dijual di luar pasti akan laku.

"Tadi memilih siapa?" tanya Jiro.

"Hm? Oh, ketua kelas! Tadi kupilih Iida-san. Ia agak mirip ketua kelas, kan? Aku tidak menyangka hanya aku yang memilihnya." jawabku.

"Yah, dia agak terlalu..."

Aku mengangguk. "Hm! Aku mengerti!"

"Tadi dicegat reporter?" tanya Jiro.

"Ya, tapi aku berhasil lolos dengan cepat. Lucky~"

Obrolan merambah kemana-mana, berakhir dengan topik konser band luar negeri yang diliput sebentar di televisi kemarin. Sayangnya, topik itu belum sempat berkembang saat terdengar suara alarm yang memekakkan telinga.

"Keamanan level 3 telah dilanggar. Para murid diharapkan segera melakukan evakuasi."

Jiro melompat bangun dengan panik. "Ada yang menerobos?! Siapa?!"

"Reporter?" Aku menggeleng pada tebakanku sendiri. "Tidak mungkin jika hanya reporter. Villain?"

"Apapun itu, ayo cepat!"

Melirik ke arah pintu, aku menahan Jiro yang hendak ikut keluar bersama gelombang siswa panik. Aku menggeleng, menunjuk pada siswa yang berhimpitan.

"Jangan. berbahaya berhimpitan begitu di tempat sempit. Lagipula ini hanya penyusup, guru akan menangkapnya dengan cepat." kataku.

"Yah, itu benar juga." Jiro kembali tenang.

Entah apa yang terjadi di lorong, tapi aku bida mendengar suara Iida. Apa yang dilakukan teman sekelasku itu di sana?

Setelah lorong tidak sepadat tadi, baru aku dan Jiro beranjak ke kelas. Kami hanya melihat sisa siswa yang sedang mengatur nafas, mencoba menenangkan diri setelah melalui kericuhan itu.

Hari itu, tidak ada yang menarik selain pemilihan ketua kelas. Akhirnya Midoriya memberikan jabatan ketua kelasnya ke Iida, tidak ada yang menolak jadi saat ini cowok berkacamata itu resmi menjadi ketua kelas.

Setidaknya bukan aku yang menjadi ketua kelas. Ya kan?

to be continued...

Selamat hari raya Idul Fitri! Mohon maaf lahir dan batin!

ShadowWhere stories live. Discover now