💕 Terbiasa sendiri?💕

557 106 80
                                    


Happy reading guys




💕💕💕



"Kenapa?"

"Non?"

Perempuan itu tersadar dari lamunan singkat dan merasai matanya sudah basah. Detak jantungnya berdegup begitu cepat hingga tangan dan kakinya seolah mati rasa karena saking paniknya.

Shena mengusap wajahnya lelah. Lalu memastikan lagi jika di dalam kamar sederhana itu hanya ada dirinya dan Mbak Ica. Ia enyahkan kembali suara Calvin yang berhasil mendominasi pikirannya, hanya karena sang suami mendadak ada di tempat ini.

Panti asuhan yang dulu diberikan padanya. Kini menjadi tempat pelariannya dari masalah yang mendera.

Sebagian uang yang masih ada di tabungannya, Shena gunakan  untuk membungkam seluruh pihak panti agar bekerja sama merahasiakan keberadaannya di sini.

"Calvin beneran ada di sini, Mbak?" tanya Shena memastikan. Ia terduduk di sudut kamar dekat ranjang yang sederhana itu dengan kepanikan tinggi. Jemarinya tak henti ia gigiti untuk menenangkan diri.

"Iya. Mbak juga nggak tahu kenapa tiba-tiba datang, Shen." Perempuan yang seusia Bu Tania itu menghampiri Shena dengan tenang. Ia tahu apa yang tengah dirasakan perempuan berwajah sendu tersebut.

"Kamu mau nemuin Calvin sekarang?" Pertanyaan Mbak Ica disahut dengan gelengan cepat dari Shena.

"A–aku belum bisa sekarang. Aku takut nyakitin dia, Mbak. Kalau aku nggak bisa jadi istri dan ibu yang baik gimana?" Pundak yang sedikit bergetar itu dipegang yakin oleh Mbak Ica. Memberikan usapan menenangkan di sana.

"Oke, oke. Mbak tahu apa yang kamu rasain."

"Tolong beri aku obat itu, Mbak. Aku nggak tenang dari tadi." Mata Shena memandang random pada sekitarnya. Banyak sekali suara-suara yang berebut masuk untuk memenuhi pikirannya. Dari suara bayi hingga suara Calvin yang memanggil dirinya.

"Nggak, Non. Ditahan dulu, ya. Besok kita,kan,jadwalnya ke psikolog. Dokternya juga bilang, obat anti depresan jangan sering dikonsumsi jika masih bisa diatasi. Kamu masih menyusui juga meskipun nggak langsung. Jangan, ya?" Shena mengangguk pelan sembari menunduk. Ia berusaha sebaik mungkin untuk menenangkan dirinya sendiri dengan melakukan pernapasan yang teratur.

"Nggak ada yang rusak, kan? Semua, kamar mandi, dapur berfungsi, ya?" Calvin merasa bangga. Walaupun panti asuhan yang ia bangun masih berusia muda, tetapi layak untuk ditempati oleh beberapa anak yang saat ini ia tatap dengan haru.

"Aman semua, Pak," jawab salah satu perwakilan dari mereka.

"Dim! Sini bentar!" Yang dipanggil barusan segera menghampiri Calvin.

"Makanan di mobil kamu bawa sini. Semua barang sama sembako pastiin lagi nggak ada yang ketinggalan."

"Oke, sip."

Calvin melirik sepintas pada arlojinya. Karena masih ada banyak panti yang akan dikunjungi, jadi ia harus dengan sangat baik membagi waktunya dan tim yang ikut serta dalam acara berbagi sosial ini.

Selagi menunggu karyawannya membagikan makanan, ia memilih untuk mengecek sendiri tempat berharga yang khusus ia hadiahkan untuk Shena. Senyumnya mengembang manis ketika melihat warna cat dinding yang dipilih langsung oleh istrinya waktu itu.

Apalagi jika melihat halaman panti. Tepat di bawah pohon palem, ia pernah mengukir kenangan manis di sana sembari membicarakan perkembangan anak mereka ketika masih dalam kandungan sang istri.

From Enemy to be PasutriWhere stories live. Discover now