💕Luka yang sama💕

712 125 55
                                    




Happy reading guys

💕💕💕


Kedua pasang kekasih yang terpaksa berpisah karena sebuah keegoisan orang tua Calvin malam ini kembali bertemu sapa. Lelaki yang memilih meninggalkan istri sahnya di tepi jalan itu lebih tertarik untuk menemui satu-satunya perempuan yang masih memiliki tahta tertinggi di hatinya setelah sang ibu. 

"Istri kamu nggak marah, Vin?"

"Dia tiap hari kerjaannya marah-marah, Ra. Pusing banget aku, kayak lagi ngurus bocah paud." Calvin meraih tangan Clara yang terasa dingin di tengah udara panas kota Metropolitan tersebut. 

Terlihat satu sudut bibir Clara terangkat tipis. Acuhnya perempuan itu membuat Calvin semakin ingin segera memilikinya. Gemas tak terkira saat Clara mencoba menghindar manik hitam milik Calvin yang terus menatapnya penuh rindu. 

"Kamu nggak seharusnya seperti ini, Vin." Alis Calvin menyatu bersamaan mendengar ucapan Clara barusan. Lelaki itu bertanya bingung,"Maksudnya?"

"Lupakan! Ini, Aku membawa ini untuk hadiah pernikahanmu." Sebuah kotak berwarna silver yang dikeluarkan oleh Clara dari tas kini terulur di depan Calvin. Mata lelaki itu memicing. Apakah maksud kado dari Clara adalah menyetujui pernikahan dirinya dan sang musuh abadi–Shena Sandara?

"Kamu memberi hadiah?" Malam itu Calvin merasa bahwa kedatangannya menemui Clara tidak memiliki suatu hal yang sangat berarti. Ia sadar jika Clara sejak dulu tidak terlalu memperhatikan dirinya. Bermodal chat dari Clara yang hanya sekali dua kali menyatakan cinta atau rindu. Bagi Calvin semua itu adalah hal terindah selama hidupnya. Ia tidak sadar jika rupanya selalu berjuang sendirian, meskipun Calvin yakin Clara mencintainya. Katakanlah, bahasa cinta perempuan itu sedikit berbeda dengan perempuan yang lain. 

Rahang yang perlahan nampak menegang menandakan Calvin tidak menerima hadiah dari Clara. Seharusnya perempuan itu memintanya untuk menceraikan Shena atau setidaknya mau untuk dijadikan istri kedua. 

"Kamu udah nggak cinta sama aku, Ra?"

"A–apakah karena  aku hanya seorang pengusaha biasa?"

"Apa tubuhku bau ayam karena aku memiliki banyak ternak? Tidak 'kan?" Calvin tertawa lirih. Namun, semua pertanyaan itu tidak digubris oleh Clara yang mulai beranjak dari tempat duduk taman. 

"Ra! Pernikahan ini bukan keinginanku!"

"Vin, jika kamu tidak bisa menjadikanku yang pertama. Maka jangan jadikan aku sebagai pihak antagonis yang bisa saja dipandang sebagai penghancur rumah tangga kalian." 

"Berarti kamu nggak cinta 'kan sama aku selama ini?" Calvin mengikuti langkah Clara yang terkesan mendahului dirinya. "Ra, berhenti!" 

"Benar, aku emang nggak pernah cinta sama kamu Calvin! Apa kamu puas dengan jawabanku? Aku juga sedang dekat dengan seorang pilot di maskapai penerbanganku. Dan itu … lebih menjanjikan daripada seorang pengusaha sepertimu." Clara menghentikan langkahnya. Mengatakan hal tersebut dengan tegas di hadapan Calvin yang mendadak terpaku mendengar ucapannya. 

Pandangan Calvin menjadi buram, ada segerombol air yang berusaha berontak untuk segera keluar dari matanya. "Apa salahnya menjadi pengusaha?" Calvin melanjutkan ucapannya, "Apakah aku perlu sekolah pilot untuk bisa memilikimu?" 

"Tidak perlu! Kamu cukup jadi suami yang baik saja untuk istrimu itu. Lagi pula kalian juga sudah kenal dari kecil 'kan? Tidak mungkin jika kalian berdua tidak melakukan sesuatu setelah tinggal bersama di kamar yang sama—" Clara terkejut bukan main saat Calvin membanting kado tersebut di depannya. Sikap brutal Calvin malam ini sukses menarik perhatian pengunjung taman yang tidak terlalu ramai. Sakit hatinya menjalar hingga menyebar ke seluruh organ tubuhnya. Sesak yang ia rasa tidak semudah itu diredam oleh sentuhan halus dari tangan Clara. 

From Enemy to be PasutriWhere stories live. Discover now