💕Mencoba untuk berdamai💕

732 129 33
                                    



Happy reading guys

💕💕💕

Selagi menanti Calvin yang entah mengapa tak kunjung datang juga, ia mengecek ponsel sebentar. Bertukar kabar dengan Sisil yang sudah lama belum ia temui. 

"Halo?" Shena berani mengangkat teleponnya ketika Pak Yadi turun dari mobil sebentar untuk kepentingan lain.

"Ada apa, Pa?

"Lusa kakek mau ngadain acara reuni. Papa bilang kamu nggak bisa ikut karena sibuk kerja." Shena tak heran dengan hal itu. Namun, semakin lama ia juga tidak tahan dengan sikap papanya yang seolah tengah mendiskriminasi dirinya dalam keluarga.

"Aku bisa,kok, Pa. Kalau izin sama Calvin mungkin boleh—" Panggilan yang tidak sampai berdurasi dua menit itu terputus. Apalagi Shena belum menyelesaikan ucapannya. Sejenak ia menarik napasnya perlahan lalu membuangnya kemudian. Diliriknya lorong panjang yang mengarah pada pintu kantor Pets Poin. Belum ada tanda-tanda sang suami muncul. 

Detik berikutnya notifikasi pesan muncul tepat di saat ia baru saja ingin membuka pintu mobil. Matanya memicing ketika membaca sebaris pesan dari papanya. Senyum getir yang dipadu oleh kekehan kecil dari Shena terlihat bahwa hatinya mulai tidak baik-baik saja. 

[Papa ingetin sekali lagi, Shena. Jangan sampai datang ke acara reuni keluarga. Kamu tahu sendiri gimana cucu-cucu kakek yang lain. Sepupu kamu rata-rata orang yang berdedikasi tinggi dan mapan. Papa nggak mau kalau kamu dibikin malu sendiri karena nggak bisa menyeimbangi mereka] 

Sebuah jangkar seolah tersangkut di tenggorokannya hingga membuatnya nyaris tak bisa menelan salivanya sendiri. Ia tahu, bahkan Shena sadar bahwa dirinya tak sebanding dengan cucu kakek yang lain. Namun, bukankah arti dari sebuah reuni keluarga adalah bertujuan untuk saling memperkuat hubungan persaudaraan di antara mereka? Bukan malah untuk beradu  nasib atau membandingkan kesuksesan mereka dari segala aspek. 

[Aku tetap akan datang, Pa] 

Balas Shena dengan setengah yakin. Sampai kapan hal seperti itu  terus ia rasakan bahkan setelah menikah pun masih saja tetap ada kasta dalam keluarganya sendiri. 

[Jangan bikin malu papa dan dirimu sendiri  untuk kesekian kalinya, Shen]

Perempuan itu mematikan ponselnya dengan emosi yang amat meluap dalam hati. Jika karena status pendidikan dan derajat dalam pekerjaan yang membuatnya selalu tersisih, mengapa sang papa tidak menyamaratakan saja fasilitas yang diberikan untuk anak-anaknya.  Alasan klise yang selalu Shena dengar adalah adanya kendala biaya dan kerugian besar yang dialami oleh usaha mebel sang papa waktu  itu.  

Saat sosok Calvin yang baru saja masuk dengan penuh semangat, Shena justru memilih untuk bersandar pada jendela mobil dan melemparkan tatapan sendunya keluar. 

Perasaannya semakin campur aduk saat teringat kembali betapa menyakitkannya pesan dari Pak Pras. Ia sengaja bungkam sampai kendaraan yang membawa mereka tiba di tempat tujuan.

Semakin Calvin memberondong pertanyaan perihal diamnya, Shena semakin tak kuasa lagi menahan beban hati yang selama ini ia tanggung sendiri. 

Melirik Calvin sekilas, Shena memberanikan diri untuk menyodorkan ponsel berisi pesan dari papanya. Ia tak tahu mengapa pilihannya untuk bersandar hari ini jatuh pada Calvin–suaminya sendiri. Shena rasa, sepertinya hanya Calvin yang saat ini bisa menjadi seseorang yang memihak dirinya. 

Tangisnya semakin pecah ketika ia merasakan tangan besar Calvin mengusap pelan punggungnya yang tak berhenti berguncang. Masa bodoh dengan gengsi atas nama musuh abadi, Shena pada akhirnya tak bisa apa-apa selain menjatuhkan wajahnya dalam dekapan sang suami. 

From Enemy to be PasutriWhere stories live. Discover now