💕Never Ending Love💕

728 118 27
                                    

Happy reading guys

💕💕💕

Calvin baru saja memasuki apartemennya. Matanya mengedar ke seluruh tempat. Semua tertata rapi dan bersih. Langkahnya ia bawa menuju dapur, tidak ada makanan sama sekali di saat cacing-cacing dalam perutnya mulai melakukan demo. Ia berdecak kesal, apakah Shena tidak ada inisiatif memasak atau sekedar menyajikan makanan kecil di meja makan. Lama-lama Calvin bisa stress jika memiliki kehidupan rumah tangga yang bahkan lebih cocok dibilang hanya main-main.

Satu kamar berukuran besar ia masuki. Calvin lekas berganti pakaian setelah seharian tadi ia memantau vaksinasi di kandang ayam yang dikelola oleh pekerjanya selama ini. Lanjut setelah itu ia mengisi penyuluhan mengenai strategi industri pakan bersama Dokter Satya. Hari yang melelahkan seharusnya ia disambut dengan makanan yang lezat atau sekedar minuman segar untuk membasahi tenggorokannya yang kering.

"Nggak ada gunanya nikah sama bocil," lirih Calvin ketika matanya menangkap sosok Shena yang tengah tertidur di sofa panjang. Tangannya mendekap boneka katak yang bagi Calvin sangat jelek dan menggelikan. Tv dibiarkan menyala dengan remot yang terjatuh di sebelah perempuan berkaos keropi itu.

"Enak banget dia udah ngorok!" makinya. Kemudian terbesit niat jail ketika melihat bibir Shena yang terbuka kecil membentuk huruf O. Wajahnya yang sedikit tertutup rambut itu entah mengapa memiliki kesan yang berbeda dari Shena biasanya. Mendengar dengkuran halus dan napas yang terlihat teratur, Calvin menduga jika Shena sudah tertidur cukup lama. Mereka tadi memang tidak pulang bersama dari tempat kerja.

"Spidol mana spidol." Laki-laki berkaos oblong dan celana pendek tersebut akhirnya menemukan sebuah spidol. Salah satu sudut bibirnya yang terangkat tipis, sepertinya menunjukkan bahwa Calvin mulai memancing peperangan.

Ia duduk, menyamakan posisi Shena yang terbaring di sofa dengan kaki yang terbungkus kaos kaki hijau. Perlahan, ia sibak sebentar rambut golden brown tersebut. Dengan kekehan jail, Calvin menggambar wajah Shena menggunakan spidol hitam. Wajah bersih dengan kulit putih selembut bayi itu kini menjadi kanvas yang sudah terlanjur Calvin coret-coret. Tapi rasanya kurang menyenangkan jika Shena hanya terdiam tanpa membalas ulah jailnya.

Calvin tidak suka bermain sendirian. Ia butuh lawan untuk memuaskan emosinya. Tangan laki-laki yang tengah bersila di depan Shena lekas terangkat saat perempuan itu melakukan pergerakan sedikit. Bersamaan dengan itu, bel rumahnya berbunyi. Gegas ia menuju ke arah pintu.

"Pesanan untuk Calvin Yudhistira."

"Benar." Seseorang berseragam orange dengan logo keranjang belanja di belakang jaket menyodorkan dua kresek berisi makanan. Seingatnya Calvin tidak pernah memesan makanan secara online.

Kembali masuk dalam rumah, ia lekas membuka pesanan tersebut. Matanya spontan berbinar, air liurnya seolah ingin segera ditampung supaya tidak menetes. Siapa yang memesan makanan kesukaannya itu?

"Kok ada seblaknya juga. Level iblis! Dih, sejak kapan iblis collab sama penjual seblak." Tanpa berpikir panjang Calvin menyantap nasi bebek beserta sate kambing dengan irisan bawang merah yang segar.

"Muantep poll!" Calvin menyempatkan untuk melirik Shena setelah menyuap beberapa nasi ke dalam mulutnya. Terbesit pertanyaan yang sebenarnya tidak ingin ia tahu. Apakah sang istri sudah makan atau belum sejak pulang dari tempatnya bekerja.

Kembali fokus pada makanannya, Calvin tak menghiraukan Shena yang sepertinya sudah mulai terjaga. Ia fokus pada sate yang sudah habis puluhan tusuk.

"Seblaknya punyaku. Jangan dibuka!" ucap Shena tiba-tiba. Ia sudah berada di belakang Calvin lalu berjalan gontai menuju kamar mandi. Jika terdengar guyurannya yang secara berkala, perempuan itu pasti sedang mandi.

From Enemy to be PasutriWhere stories live. Discover now