💕Sakit karena cinta?💕

548 102 32
                                    

Happy reading guys


💕💕💕

Seharusnya Calvin sudah mengerti jika sekedar memberi perhatian saja tidak cukup. Tidak seperti saat dulu bersama Clara yang terus memberikan banyak hadiah dan ungkapan cinta. Ia kini ingin memperlakukan Shena dengan cara berbeda. Supaya perempuan itu menjadi satu-satunya orang yang bisa merajai hatinya. Karena Calvin tidak ingin menyamakan bagaimana cara ia mencintai Shena seperti memperlakukan Clara dulu. 

Tiga hingga empat hari usai sang istri memutuskan pergi. Separuh jiwa Calvin seolah menghilang. Hari-hari yang sebelumnya penuh warna, kini dengan cepat berubah menjadi hitam dan abu-abu. Gelap seperti tidak memiliki semangat hidup lagi. 

Pesan yang dikirimkan Shena tepat setelah perempuan itu pergi menjadikan alasan Calvin tidak berani untuk mencari tahu ke mana perginya sang istri. Mungkin karena sudah terlalu cinta, ia tidak bisa membiarkan perempuan itu terluka untuk kesekian kalinya. 

Shena

Jangan berusaha mencariku. Aku bisa nekat untuk melakukan apa pun.

Pesan itu masih melekat kuat pada ingatan Calvin. Ia tidak mengizinkan siapapun dari pihak keluarganya untuk mencari keberadaan Shena, daripada perempuan itu nekat melukai dirinya. 

Sepertinya cinta berhasil membuat Calvin takluk pada wanitanya itu. 

Hari ini kota Surabaya yang biasanya panas menyengat tengah diguyur oleh dinginnya hujan. Sembari mendekap sang putra, Calvin duduk termenung di atas kursi goyang. Menatap tetes-tetes hujan yang membasahi jendela di depannya.

Tangannya ia gerakkan perlahan untuk mengusap lembut tubuh sang putra. Banyak sekali yang sedang ia pikirkan saat ini. Apakah istrinya tinggal di suatu tempat yang nyaman? Apakah Shena bisa makan seperti biasanya? Bagaimana jika perempuan itu memutuskan untuk menjadi gelandangan yang tidur di depan ruko-ruko milik orang.  

Lagi, air mata kepedihan itu turun membasahi pipi. Berulang kali Calvin mengusapnya, tetapi tetap turun lagi. 

"Kita tunggu Ibu sama-sama,ya? Temani Daddy supaya bisa dengan sabar menghadapi semua ini." Calvin tundukkan kepalanya untuk mengecup sang putra.  

Ia masih belum ingin beranjak.  Seperti orang yang kehilangan kewarasan, ia setia dengan pandangan kosongnya ke jendela yang semakin mengembun berkat air hujan itu. 

Sampai Bu Mila datang menyadarkannya, Calvin tetap setia dengan posisinya. 

"Makan dulu, ya, Vin?"

"Dari kemarin kamu makan cuma sesuap tiga suap. Mama khawatir." Seolah tuli, ucapan peduli itu tak sampai menembus pendengaran Calvin yang kadang menangis, kadang tersenyum samar ketika terbayang  masa-masa indahnya dengan sang istri. Salahnya ia, mengapa terlalu banyak menciptakan kenangan di rumah ini. Hingga melupakan satupun tidak akan mampu. 

Setiap sudut dan tempat-tempat di rumahnya selalu saja terdapat bayang sang istri yang enggan untuk pergi. 

"Calvin?"

"Kamu makan dulu, ya? Kalau kamu sakit, kasian putramu nanti, Nak."

"Shena makan apa di luar sana, Ma? Shena tinggal di mana? Apa bisa dia hidup sendiri? Kalau ada yang nyakitin dia gimana?" Tangisnya yang tadi hanya isakan kini berubah menjadi histeris lagi. Sejak saat itu, Bu Mila sama sekali tidak meninggalkan sang putra juga cucunya. Karena Calvin pasti sangat terluka berat entah sampai kapan. Dan hal itu membuat mereka semakin bersalah. 

From Enemy to be PasutriWhere stories live. Discover now