💕Shena dan Clara💕

949 117 37
                                        





Happy reading guys

💕💕💕


"Kamu sering dapet paketan. Emang beli apa aja,sih?" tanya Calvin setelah sampai di pantry.  Beberapa waktu lalu ia kedapatan sang istri menerima paketan dari seorang kurir. 

"Harusnya kamu yang lebih tahu apa isi paketan itu," ucap Shena  tanpa memandang lawan bicaranya. Tangannya fokus menguleni adonan kue yang sudah gagal berkali-kali tidak mengembang. Semenjak tak lagi mengalami morning sickness, bersamaan dengan bentuk tubuhnya yang sedikit mulai berubah. Ia gemar membuat makanan ringan. Meskipun gagal atau bahkan tak sesuai ekspektasi, tetap ia sajikan pada orang-orang di rumahnya. 

Termasuk Calvin yang sering menjadi tester utama maha karyanya. 

Mengintip apa yang tengah dilakukan sang istri melalui sisi kanan perempuan itu, Calvin mulai merasa ada hawa buruk karena sudah kelima ini adonan yang dibuat Shena gagal. Sebenarnya sudah ada seloyang kue semprit yang berhasil masuk dalam oven. Namun, melihat warnanya saja Calvin membersit geli. 

"Maksudnya gimana,sih?"

"Udah,ah. Lupain." Shena berkata demikian karena selama satu bulan terakhir ia tak lagi mendapat paketan berisi baju-baju kurang bahan itu. Kendati demikian, tak membuat Shena hanya diam dan membiarkan paketan misterius tersebut terus meneror dirinya. Asal bukan bom saja isinya, Shena masih bisa menerima. Ia juga teliti semua barang yang sampai padanya, siapa tahu ada penyadap atau kamera tersembunyi untuk memantau dirinya. Namun, hal-hal tersebut beruntung tak ia dapatkan. 

Jika dipikir kembali, Calvin memang tidak pernah memaksa dirinya untuk memakai baju-baju kurang bahan yang bisa menimbulkan gairah. Bahkan tanpa memakai pakaian seperti itu pun, Calvin sudah bisa menjadi ikan lele yang kehabisan udara ketika dirinya keluar dari kamar mandi hanya dengan lilitan handuk. 

Semudah itu memang memancing gairah Calvin tanpa harus menggunakan lingerie. Meskipun Shena tak berniat menggodanya sama sekali.

"Napas kamu bikin geli, Calvin!" Shena reflek menutup bahu bagian kanannya dengan menengklengkan kepala cepat. Sebelum lelaki itu bertindak jauh, ia lebih dulu beringsut menuju oven. Gayanya saja sudah seperti patissier, padahal kue kering yang baru ia keluarkan dari oven itu berubah menjadi kecoklatan secara alami. 

"Cobain." Calvin yang berniat ingin sekali memeluk sang istri dari belakang berujung memundurkan badan. Mulutnya itu sering sekali menjadi bahan uji coba masakan istrinya.

"Yakin? Tapi ini gosong, Shena. Kamu mau aku makan kue ini?" Mata Calvin menatap ragu pada kue kering yang dipindahkan Shena ke loyang bersih. Menggunakan capit, kue tersebut berhasil diacungkan oleh sang perempuan tepat di depan mulutnya.

"No,no,no. Ini memang aku pakein warna coklat. Cobain, kalau enak aku mau bikin banyak." Memandang tak yakin, Calvin memilih untuk membungkam erat bibirnya begitu kue yang jelas-jelas berwarna coklat karena hangus itu menodong dirinya. 

Namun, karena sepasang manik mata sang istri terlihat menuntut dengan sekali tatap. Perlahan-lahan ia membuka mulut. Demi membuat hati ibu dari anaknya itu lega. Juga menghindari kericuhan pagi hari. 

"Enak?" tanya Shena dengan pendar mata bangga atas maha karyanya. Karena sejak bulan kemarin ia gemar membaca buku resep makanan dan buku panduan dasar taekwondo. Sulit sekali memang  untuk membuat perempuan itu diam kecuali ketika sudah waktunya tidur. 

Tawa lebar yang dipaksakan Calvin akhirnya  membuat Shena bertepuk senang. Ia berkata dusta,"Enak banget. Tapi lebih baik tingkat kematangannya jangan terlalu over. Pasti lebih mantap lagi rasanya." 

From Enemy to be PasutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang