💕Tak mau kehilangan 💕

600 113 61
                                    

Happy reading guys

💕💕💕

"Mbak ponselnya bunyi." Niatnya untuk membersihkan dapur yang selesai dibuat party ia urungkan untuk mengambil ponsel di atas meja. Mendudukkan diri sembari mengangkat panggilan dari nomor tak dikenal.

"Iya? Benar ini Shena."

Kurang lebih sekitar tiga puluh detik mendengar penjelasan dari sang penelpon. Tubuhnya ia angkat dari kursi dengan cepat. Raut gusar kini tergambar jelas di wajahnya. Bahkan untuk sekedar merespon ucapan dari seberang ia tak kuasa. Didahului oleh matanya yang secepat mungkin mengembun serta memanas.

"Si-siapkan mobil Bude."

"Mbak, ada apa?" Bude Mirna jelas khawatir melihat sang majikan yang mendadak tampak kacau disertai isakan tangis.

"Mbak, tenang dulu. Ada apa?"

"Siapkan sekarang Bude!!!" Mata memerah yang sudah penuh dengan limpahan air mata itu menyorot tajam pada asisten rumah tangganya. Jika Shena sudah mengeluarkan mode serius seperti itu, Bude Mirna tak berani untuk bertanya lebih lanjut.

Selama perjalanan perempuan itu tak henti menghubungi nomor suaminya yang lagi-lagi hanya dijawab oleh operator. Mengingat bagaimana panggilan dari orang tak dikenal tadi, rasa takutnya semakin berkecamuk.

"Ada apa sebenarnya, Mbak? Kenapa kita ke rumah sakit?"

Shena menggeleng antara tak ingin mempercayai kabar ini dan tak tahu harus berbuat apa. Ia tutup wajahnya yang sudah bersimbah air mata kemudian dengan kedua tangan. Ia lantas menjawab di tengah isakan tangisnya,"Calvin ... Calvin kecelakaan, Bude." Pecah sudah air mata yang sejak tadi tak ingin ia keluarkan. Usai mendengar penjelasan itu, tanpa segan Bude Mirna meraih pundak sang majikan dan memberi tepukan menenangkan meski merasa panik.

Ia tak peduli dalam keadaan hamil untuk membawa langkahnya lebih cepat setelah sampai di rumah sakit. Segala kemungkinan-kemungkinan buruk terus berusaha memasuki pikiran selagi ia menanyakan nama Calvin di lobi rumah sakit dengan tak sabar. Shena harap sang penelpon tadi hanya sekedar melakukan prank. Atau Calvin hanya ingin mengerjai dirinya dengan lelucon tak menyenangkan seperti ini.

Namun, setibanya di ruangan yang sudah ada keluarga Calvin. Ia tiba-tiba terduduk lemas menyaksikan lelaki yang dua hari ini tak memberinya kabar tergolek begitu saja di atas brankar.

"Vin?" panggil Shena dengan suara parau. Ia usap kasar air matanya begitu mendekati sang suami yang sama sekali tak tahu kehadirannya. Semakin melihat Calvin tak bergerak sedikitpun, rasa sesalnya semakin mencuat hingga menimbulkan ketakutan besar jika lelaki itu tak akan membersamai dirinya lagi.

"Jangan bercanda Calvin! Aku nggak suka kayak gini." Ia menatap iba. Ia menatap sesal dan rindu mendalam pada lelakinya. Bagaimana bisa jika hari-hari berikutnya ia menjalani kehidupan ini seorang diri. Meskipun terus menyangkal perasaan, tak dipungkiri bahwa bersamanya Shena merasai nyaman.

"Calvin kamu harus bangun!! Ma, suruh dia bangun, Ma." Persendiannya seakan tak bertenaga lagi untuk sekedar menopang diri. Secepat mungkin Bu Mila meraih sang menantu yang tak berdaya lagi di hadapan brankar putranya. Memberi pelukan pada Shena berharap tangis pilu itu mereda. Namun, bagaimana lagi? Kepedihan yang Shena rasa terus bertubi-tubi menyerang sampai akhirnya hanya gelap yang ia dapatkan.

💕💕💕

Jika harus memilih, Shena lebih baik ditelantarkan oleh keluarga atau diduakan oleh Calvin daripada ia kehilangan orang-orang yang sudah terpatri dalam hatinya. Hal yang benar-benar ia takutkan adalah perpisahan yang tak bisa diobati oleh pertemuan. Siapapun yang sudah menjadi bagian darinya, tak diizinkan untuk pergi. Lebih baik ia yang meninggalkan daripada harus ditinggalkan oleh orang-orang terdekatnya.

From Enemy to be PasutriWhere stories live. Discover now