💕Pinta terakhir 💕

500 98 35
                                    






Happy reading guys


💕💕💕

Sisil kebingungan harus dijawab dengan apa pertanyaan temannya tadi. Disisi lain, ia juga takut jika menjelaskan yang sebenarnya akan membuat Shena kenapa-napa terlebih pada bayi dalam kandungan yang sudah hampir tiba pada bulan kelahirannya.

Ingin menghubungi Calvin, tetapi ia juga takut kalau saja lelaki tersebut dalam keadaan sibuk.

"Kenapa, Sil?" Memeluk Shena kuat-kuat, itulah yang bisa Sisil lakukan sekarang.

"Ikut aku,ya."

"Ke mana, sih? Kan aku baru sampe rumah?" Sisil masih mencoba berusaha tak ingin menjelaskan. Tak menghiraukan pertanyaan-pertanyaan dari Shena yang terus menuntutnya, ia segera saja berbenah dan membawa Shena pergi dari rumah itu.

Kabar kecelakaan Pak Pras bukan sekedar bualan. Karena panggilan terakhir di ponsel lelaki tersebut adalah kontak putrinya, jadi memudahkan pihak berwajib untuk menghubungi Shena.

Sisil sengaja meminta Pak Jamal untuk mengendarai mobilnya, sementara ia harus membuat Shena tetap tenang sampai perempuan itu bisa dengan tegar menerima kenyataan. Meskipun belum menerima keadaan  Pak Pras berikutnya, Sisil berharap tidak ada hal yang menakutkan terjadi.

Sebenarnya dalam hati Shena mulai tak enak, ketika mobil yang dikendarai melewati bekas kecelakaan. Namun, ia tetap menjaga kewarasan diri dan berpikir positif.

Dari informasi yang terus dipantau oleh Sisil, mereka kini menuju ke rumah sakit terdekat dari lokasi kejadian. Ini saja sudah membuat Shena mulai resah bukan main, terlebih sebuah panggilan dari mamanya membuat Shena tak bisa berbuat apa-apa lagi selain terdiam dan menerima fakta bahwa panggilan beberapa menit lalu tadi bukan dari penipu.

"Mama bohong, kan?"

"Papa baru aja tadi nganter Shena balik." Isak kecil mulai terdengar di sela-sela ia bertanya memastikan. Tidak mendapat jawaban dari sang mama, panggilan justru dimatikan secara sepihak dari sana.

"Ini nggak bener,kan, Sil?" Ia tatap temannya itu dengan pandangan nanar. Melihat Sisil yang tidak bisa lagi menutupi diri dengan menampilkan raut iba, Shena menangis sejadi-jadinya seketika itu juga.

💕💕💕

Perempuan dengan gaun selutut tersebut ternganga melihat mama dan adiknya menangis tergugu di depan IGD. Ada beberapa sanak keluarga dan tetangganya. Ia bahkan tidak memiliki nyali untuk sekedar bertanya bagaimana keadaan papanya sekarang.

"Ma?" Suara bergetar itu berhasil tertangkap oleh pendengaran Bu Tania. Bukannya merengkuh sang putri dalam dekapan, justru mata perempuan itu sekarang berapi-api menahan emosi. Hilang kendali, Bu Tania menuding Shena dengan telunjuknya.

"Papa meninggal di tempat kejadian."

"Harusnya papa kamu hari ini nggak pergi ke mana-mana!"

"Kenapa,sih, kamu nggak nolak aja dari awal pas papa mau ajak kamu, Shena! Pasti nggak akan seperti ini kejadiannya!" Ingin rasanya Bu Tania mencengkeram sang putri habis-habisan. Namun, beruntung masih bisa ditahan oleh sanak saudara yang berada di situ. Raungan Bu Tania terdengar memilukan. Apalagi yang dikatakan dokter tadi benar adanya, jika sang suami memang sudah meninggal di tempat, sebab kecelakaan tunggal.

Sementara Shena, semua persendiannya terasa mati. Ia terduduk lemas meskipun Sisil masih berusaha memegangi dirinya. Matanya penuh air, berulang kali ia menggeleng berharap apa yang didengar hanyalah mimpi belaka.

From Enemy to be PasutriUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum