💕Besok adalah harinya💕

535 93 36
                                    






Happy reading guys

💕💕💕

Pagi ini terasa lebih dingin bukan karena cuaca sedang mendung. Melainkan Shena mendapat kultum di pagi hari dari Calvin ketika ia mengatakan niatnya untuk ingin menghadiri acara meet and greet di salah satu Mall Surabaya. Karena idolanya yang menjadi brand ambassador deodorant merek lokal ternama akan berada di sana besok.

Benar, tatapan dingin dari Calvin baru kali ini Shena dapati. Karena percuma saja, ocehan serta omelan yang Calvin lontarkan tak sampai menembus ke palung hatinya. Jadi, dengan hanya memberikan tatapan datar serta tangan yang bersedekap seolah ingin menghukum murid nakal. Perempuan itu perlahan-lahan mengubur kembali keinginannya. Namun, tidak lama kemudian Shena masih tetap memperjuangkan tujuannya.

"Aku bahkan jauh-jauh hari udah beli sepuluh dus deodorant-nya, Calvin. Buat dapetin golden tiketnya."

"Siapa suruh?" tanya Calvin disertai tatapan mengintimidasi. Sementara Shena yang duduk di sofa dengan memainkan tali dressnya hanya bisa menunduk. Karena untuk saat ini, ia belum bisa menggunakan kakinya untuk menendang lelaki itu.

"Ck, cuma sekali! Itu juga mumpung dia ke Indonesia." Bukan Shena jika ia dengan mudah menuruti titah Calvin. Ia akan berusaha sampai benar-benar lelah.

"Bude, tolong ambilin kaca yang paling besar! Aku taruh di kamar nomer dua." Tanpa berniat beranjak, Calvin memberi perintah pada Bude Mirna. Ia masih duduk di kursi terpisah, menghadap pada Shena dengan raut datar serta kesal sekaligus. Baru saja kemarin ia dibuat gemas, kini sudah disuguhkan dengan sikap keras kepala istrinya.

Bude Mirna yang baru saja turun dari lantai dua segera memberikan standing mirror itu pada Calvin, kemudian langsung bergegas pergi.

"Lihat!" pinta Calvin cukup tegas. Ia sengaja meletakkan standing mirror itu di depan Shena.

"Apanya?" seru Shena tak santai. Hatinya sudah dibuat dongkol pagi ini karena tak mendapat izin untuk mengikuti meet and greet besok. Padahal tiket sudah ada digenggaman.

"Ya lihat diri kamu di kaca itu kayak gimana?"

"Maksudnya aku jadi gendut gitu?" Suara Shena mulai meninggi ketika ia sekilas mematut diri pada standing mirror di depannya.

Sudahlah, Shena dengan karakter asli ditambah kondisi yang sedang hamil adalah combo paling menyebalkan bagi Calvin. Untung saja, ia sudah menimbun banyak-banyak stok kesabarannya.

"Gini,loh. Ibu Shena Sandara …." Lelaki itu menarik napas beberapa kali sebelum melanjutkan ucapannya,"Anda ini sedang hamil. Hamil besar. Lihat, di dalam perut kamu ini isinya bukan cireng, basreng, dan teman-temannya. Tapi bayi. Bayi aku dan kamu yang benar-benar harus dijaga dengan baik. Sampai sini paham, kan?"

Mata Calvin sampai membola ketika dirinya memberi penjelasan dengan baik tanpa sekalipun melibatkan emosinya. Namun, dalam hati–mungkin jika Shena punya indera ke delapan, ia bisa mendengar ribuan umpatan yang Calvin ucapkan  di sana.

"Staf-nya nanti  juga tahu kali gimana memperlakukan orang hamil," bantah Shena seraya memutar bola matanya dengan jengah.

Tenang, daripada menimpali ucapan Shena barusan. Calvin memilih merebahkan sebentar tubuhnya di atas ubin dingin itu. Menyugar rambut legamnya seraya memaki Shena dalam angan.

"Ya udah. Silakan kalau mau pergi. Biar kamu senang." Calvin memang berkata demikian setelah mendudukkan diri, tetapi mimik wajahnya sama sekali tak menggambarkan ketulusan. Shena yang menangkap hal itu bukannya malah senang, melainkan dibuat bingung. Apalagi Calvin pergi begitu saja ke lantai dua tanpa memandang dirinya lagi.

From Enemy to be PasutriWhere stories live. Discover now