Bab 54

10.6K 895 57
                                    

Sesuai dengan janjinya kemarin, malam ini, Lintang akan menemui anak teman papanya. Tapi, Lintang tidak akan berangkat sendirian, melainkan ia juga akan mengajak Ajeng bersamanya.

Alasan kenapa dirinya menyetujui pertemuan itu, karna ingin membawa gadis kesayangannya juga, agar pertemuannya semakin menarik.

“Harus banget ya aku ikut?” Tanya Ajeng pada Lintang yang berdiri disampingnya dan merangkul bahunya. Keduanya kini sudah berada didalam lift yang bergerak menuju basement.

Lintang menunduk menatap Ajeng, “Iya harus. Kamu mau pacar kamu di jodohin sama cewek lain?”

Pacar? Sepertinya Lintang sedang menghayal

“Pacar? Kita nggak pacaran.” Balas Ajeng, membuat Lintang kelu tertampar akan kenyataan. Gadis itu memang bukan pacarnya. Harusnya ia sudah tahu bahwa perasaannya tidak akan terbalas. Tapi kenapa rasanya sakit?

Salahkan hatinya yang sudah lancang mencintai gadis itu. Padahal Ajeng sudah dari dulu mengatakan tidak akan pernah membalas perasaannya. Tapi, kembali ia katakan untuk yang kesekian kalinya, Ajeng berada didekatnya saja sudah membuatnya bahagia. Itu sudah cukup.

“Ya udah, pacar pura-pura.” Ucap Lintang dengan nada suara terdengar serak.

Sebelah alis Ajeng terangkat, “Harus banget pura-pura?”

“Kamu nggak mau jadi pacar beneran, jadi yaudah, pacar pura-pura aja.” Jelas Lintang, “Atau kamu udah mau jadi pacar benaranku?”

Decakan terdengar keluar dari mulut Ajeng. Yang ia maksud itu, keduanya ia tidak mau. Pacar beneran ataupun pacar pura-pura. Sangat tidak penting menurutnya. Kenapa sih, laki-laki itu sangat suka berdrama?

“Aku nggak mau dua-duanya, Lintang.” Kata Ajeng pelan.

“Harus mau, Ajeng.” Paksa Lintang.

“Nggak.”

“Pliss lah,”

Ajeng menghela nafas kasar, lalu mengangguk mengiyakan. Ia tidak ingin berdebat lagi, jadi ia menyetujuinya saja. Hitung-hitung untuk membalas kebaikan Lintang yang sudah menampung dan memberinya makanan enak tiap hari.

Wajah Lintang berubah secerah matahari disiang hari saat mendapati Ajeng mengangguk menyetujuinya, “Makasih, Ajeng.” Katanya senang.

“Kamu yang di jodoh in, kenapa aku harus ikut-ikutan sih? Aku tu malas, Lintang! Apa lagi ketemu sama keluarga yang mau di jodoh in sama kamu, dobel malas!” Keluh Ajeng. Meski setuju menjadi pacar pura-pura laki-laki itu, tetap saja ia malas untuk pergi.

Sebenarnya dan sesungguhnya, ia sangat malas untuk ikut bersama Lintang. Rasanya lebih baik ia tinggal di Apartemen untuk nonton dan tidur. Tapi apa boleh buat, Lintang malah memaksanya untuk ikut.

Dan andaikan saja Lintang tahu siapa perempuan yang akan dijodohkan dengannya. Ajeng terkikik dalam hati, membayangkan ekspresi Lintang nanti, setelah mengetahui semuanya.

“Udah ya, sayang. Jangan protes lagi.” Kata Lintang lembut dengan tangan mengacak pelan rambut Ajeng.

Decakan keluar dari mulut Ajeng, namun, akhirnya ia mengalah saja. “Tapi nggak gratis. Kamu harus bayar. Aku nggak mau rugi.” Katanya meminta imbalan.

“Iya, aku bayar. Terserah kamu mau apa, aku turutin!” Balas Lintang mengiyakan.

Senyuman cerah seketika terbit di wajah Ajeng. Di otaknya sedang memikirkan hadiah apa nanti yang akan ia minta.

“Tapi masa pakaian kita kayak gini?” Tanya Ajeng seraya menunduk meneliti penampilannya sendiri. Atasan baju kaos berwarna Grey, dipadukan dengan bawahan celana jeans hitam sobek-sobek. Tentu saja Lintang yang memilihkannya.

Beralih meneliti penampilan Lintang yang hampir sama dengannya. Hanya berbeda warna baju kaos saja yang berwarna biru. Pakaian yang mereka kenakan lebih cocok digunakan untuk menghadiri konser. Eh, jangan lupakan juga alas kaki mereka yang hanya menggunakan sendal jepit harga 15 ribuan saja.

“Gini aja, sayang. Sangat cocok untuk anak muda seperti kita.” Sahut Lintang.

“Terserah deh!”  Balas Ajeng malas. Menghadapi Lintang yang dalam mode drama seperti ini membuatnya kalah.

Lintang tersenyum melihat Ajeng yang sekarang cemberut. Sangat menggemaskan di matanya. Ia ingin sekali menarik bibirnya, tapi ia urungkan. Tepatnya Lintang tidak ingin Ajeng berubah pikiran dan berakhir tidak jadi ikut. Bisa gagal rencananya jika itu terjadi. Jadi sebisa mungkin ia akan menjaga sikap didepan gadis itu.

Tak berselang lama, Pintu lift pun terbuka. Keduanya melangkah keluar, berjalan menuju mobil.

Tapi, Lintang tiba-tiba menghentikan langkahnya, pun dengan Ajeng yang juga ikut berhenti. Ajeng menoleh mendongkakkan kepalanya menatap Lintang, “kenapa?” tanyanya dengan sebelah alis terangkat.

“Ikat dulu ya rambutnya?” Ucap Lintang hati-hati. Takut Ajeng marah.

AJENG (COMPLETED)Where stories live. Discover now