BAB 18

11.8K 959 15
                                    

“Ajeng?”

Suara itu terdengar tak asing memanggil namanya. Ajeng berdecak dalam hati. Kenapa ia harus bertemu dengan laki-laki tukang sekap itu?

Ajeng tak menyangka dunia ternyata hanya seluas kertas selembar saja. Dan kenapa pula laki-laki itu ada di sini?

“Ajeng?” Laki-laki itu kembali memanggil namanya.

“Ya,” Jawab Ajeng acuh tanpa menatap Lintang.

“Lo ngapain di sini?” Tanya Lintang. Laki-laki itu berdiri tak jauh dari kursi tempat Ajeng duduk.

Awalnya, Lintang hanya berniat untuk lewat. Tapi, saat ia menoleh, tak sengaja matanya menangkap siluet seorang gadis tak asing, duduk sendirian di bawah pohon. Mulanya, Lintang mengira sosok itu hantu karna wajahnya tak terlihat, tertutupi rambut panjang. Karna penasaran, Lintang memutuskan turun dari mobilnya untuk memastikannya.

Setelah Lintang mendekatinya, ternyata sosok itu bukan hantu di pagi hari, melainkan seorang gadis baru-baru ini di kenalnya- Ajeng Pramesti. Gadis yang beberapa hari ini telah membuatnya uring-uringan. Juga selalu manari-nari di pikirannya, tanpa mengenal waktu. Baik itu siang, malam, pagi, siang lagi, malam lagi dan seterusnya, sampai detik ini. Dan mungkin akan berlanjut sampai hari-hari berikutnya.

“Duduk.” Jawab Ajeng singkat.

"Selain itu?"

"Liat-liat taman."

Lintang mengangguk anggukkan kepalanya mengerti. Lalu kembali bertanya, “Nggak sekolah?”

Ia menelisik penampilan Ajeng, gadis itu memakai seragam sekolah. Seperti biasa, kemeja putihnya di lapisi hoodie.

“Telat.”

“Pantesan nyasar di sini.” Gumam Lintang, lalu berjalan lebih mendekat ke kursi yang di duduki Ajeng dan mendudukkan pantatnya di sana, tepat di samping gadis berambut panjang itu.

Ajeng menoleh ke samping, melihat Lintang yang juga ternyata melihat ke arahnya. Sama seperti Lintang, Ajeng juga menelisik penampilan laki-laki itu dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Laki-laki itu hanya memakai pakaian biasa, tidak memakai seragam sekolah seperti dirinya.

“Kenapa? Gue ganteng?” Sebelah Alis Lintang terangkat.

“Berisik!” Ajeng menjawab ketus, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Ganteng? Biasa aja. Gantengan juga si hantu yang ada di sekolah.

Shut! Jangan sampai hantu itu tahu jika ia memujinya dalam hati. Bisa-bisa hantu itu besar kepala.

“Gue nggak berisik. Gue cuma nanya.” Balas Lintang tak mau kalah.

“Diem!”

“Gue punya mulut.”

“Nggak nanya.”

“Ckckck, dasar cewek!” Lintang mendengus.

Ajeng gadis ajaib yang susah ia tebak. Kadang dingin, kadang datar, kadang cuek, kadang tajam, dan kadang banyak bicara. Pokoknya, Ajeng si gadis kadang-kadang.

AJENG (COMPLETED)Where stories live. Discover now