BAB 36

10K 754 5
                                    

Teng, teng, teng,...

Tepat setelah suara bel istirahat berbunyi, para murid XI IPA 2 mulai berlomba-lomba keluar dari ruangan. Hingga hanya tertinggal dua siswi lagi didalam ruangan. Keduanya duduk diam di kursi masing-masing. Ajeng dan Dara. 

“Ajeng, lo kenapa?” Tanya Dara pada Ajeng, karna sejak masuk ke kelas sampai sekarang, temannya itu tidak pernah sekalipun mengeluarkan suara.

Bahkan ketika guru mengabsen, Ajeng hanya diam saja dengan ekspresi dinginnya. Ajeng berubah berkali-kali lipat lebih dingin dari sebelumnya. Hal itu membuat Dara takut..

Dengan perasaan waswas, Dara melirik kedua tangan Ajeng yang berada di atas meja, tengah memainkan sebuah pulpen. Tatapan Dara terfokus pada luka lumayan parah di bahu tangan temannya itu.

Seperti habis di injak. Tapi kenapa Ajeng tidak mengobatinya? Dan siapa yang menginjaknya?

“Ajeng, lo kenapa?” Dara kembali menanyakan pertanyaan yang sama.

Kali ini, Ajeng meresponnya dengan gelengan kepala.

Menelan salivanya kasar, itu yang Dara lakukan sebelum kembali bertanya, “Terus, kenapa  lo diam aja dari tadi?”

Ajeng menoleh kesamping, menatap Dara dengan tatapan dinginnya. Hal itu membuat Dara kembali menelan salivanya kasar.

Tatapan dingin nan tajam temannya itu, semakin menakutkan. Dara seperti sedang berhadapan dengan iblis menakutkan. Bukan lebay, tapi memang itu kenyataannya.

Eh, tapi kan Dara belum pernah melihat iblis sebelumnya.

“Saya tidak tahu. Menurut kamu, saya kenapa?” Setelah sekian lama terdiam, Ajeng akhirnya membuka mulut.

Dalam ketakutannya, Dara malah dibuat bingung dengan dua panggilan yang diucapkan oleh Ajeng. Saya dan  Kamu.

Bukankah Ajeng selalu menggunakan lo gue? Tapi kenapa ini berbeda? Lebih formal dari biasanya. Atau mungkin saja Ajeng ingin mengubah panggilannya. Ya, bisa jadi.

“Lo berubah lebih dingin, Jeng.” Cicit Dara. Kedua tangannya saling meremas. Aura yang di pancarkan oleh Ajeng, membuatnya benar-benar ketakutan, hingga pori-pori di kulitnya mengeluarkan air, yang disebut sebagai keringat dingin.

"Oh ya?" Sebelah alis Ajeng terangkat.

"Iya, Jeng. Sebenarnya lo kenapa?"

"Saya hanya," Ajeng menggantung ucapannya, membuat Dara mengerutkan dahinya bingung. "Hanya sedang menahan diri untuk tidak membunuh orang." Lanjutnya dengan nada suara masih sama dinginnya.

Tepat setelah mengucapkan itu, pulpen yang dipegang oleh Ajeng, mengeluarkan bunyi krekk.

Dara menatap horor pada pulpan yang sekarang sudah sudah terpotong menjadi dua bagian. Orang biasa pasti tidak akan bisa melakukan itu dengan satu tangan saja. Tapi Ajeng dengan entengnya melakukan itu.

Jangan tanyakan bagaimana ekspresi dan perasaan Dara sekarang, yang jelas seluruh badannya sudah bergetar hebat. Dalam pikirannya, Dara tengah membayangkan, bagaimana jika tubuhnya yang terbagi dua seperti pulpen itu? Pasti sangat mengerikan.

Dengan cepat, Dara menggeleng-gelelengkan kepalanya, berusha menghalau pikirannnya itu. Jangan sampai ia dipotong oleh Ajeng.

BRAKK!!

“EH, ASTAGA, COPOT! COPOT!”

Belum hilang rasa takutnya, Dara kembali dibuat terlonjak kaget hingga berteriak histeris, saat pintu yang tadinya terbuka lebar, tiba-tiba tertutup sendiri dan menimbulkan suara sangat keras.

AJENG (COMPLETED)Where stories live. Discover now