Bab 44

10.3K 768 1
                                    

“Mau yang mana lagi?”

“Gue kenyang.”

“Nggak boleh Mubasir, Ajeng.”

Ajeng mencebik, “Siapa suruh mesan banyak?”

“Hehehe, nggak ada sih.” Jawab Lintang disertai dengan cengiran di wajahnya.

Saat ini kedua remaja berbeda jenis kelamin itu, tengah berada di ruang santai. Duduk berdampingan di sofa, menghadap kearah tv menyala didepan mereka.

Ajeng meresa tidak terlalu lemas lagi. Perlahan-lahan tubuhnya kembali bugar seperti sedia kala. Dan Ajeng senang akan hal itu.

Sementara itu, Lintang yang duduk di samping Ajeng, terus menawari gadis itu makanan. Tapi Ajeng menolak dengan alasan merasa kenyang. Sehabis makan bubur, ia lanjut memakan makanan lainnya. Nasi padang, ayam bakar, ayam goreng kafece, dan masih ada beberapa lagi. Tentu saja dengan Lintang yang setia menyuapinya.

Bisa-bisanya Ajeng yang masih dalam keadaan lemas makan sebanyak itu. Mungkin karna ia jarang memakan makanan enak. Jadi ketika melihat makan enak seperti tadi, ia menjadi kalap.

“Mau ini enggak?” Lintang kembali menawari Ajeng makanan. Kali ini bakso bakar, “Ini enak loh,”

Menoleh menatap bakso bakar di tangan Lintang. Terlihat sangat menggiurkan. Penuh dengan saos dan kecap, “Enak?” Tanya Ajeng dengan wajah polos.

Lintang mengangguk, “Mau coba?” Menyodorkan bakso bakar itu ke mulut Ajeng.

Gas aja lah. Kapan lagi kan bisa makan enak? Ajeng membatin.

Tanpa ragu, Ajeng menggigit sebiji bakso diujung tusukan, lalu mengunyahnya. Lintang yang melihat itu tersenyum tipis, lalu ia ikut menggigit satu biji bakso juga. Tatapannya tak lepas dari Ajeng yang terlihat menikmati makanannya.

Sekarang, Ajeng terlihat seperti gadis normal pada umumnya. Tidak ada tatapan tajam, tak ada wajah dingin dan datar, tak ada gadis aneh dan menyeramkan seperti yang biasa  ditampilkan selama ini. Yang ada hanya Ajeng si gadis berwajah polos.

“Mau lagi, nggak?” Tanya Lintang setelah Ajeng menghabiskan bakso bakarnya.

Ajeng menatap kearah meja pendek didepannya, di atasnya berisi banyak cemilan berbagai macam bentuk, dan semuanya terlihat menggiurkan. Ajeng yang ingin menolak, tidak jadi melakukannya. 

“Mau yang itu,” Menunjuk salah satu makanan berkuah kental berada dalam wadah. Toppokki, makanan khas orang korea yang belum pernah dimakannya. Sekarang ia ingin mencobanya.

“Yang mana?”
“Yang itu,... Bukan,... satunya lagi, yang kuahnya merah.”

“Oh, toppokky?”

“Iya.” Ajeng mengangguk semangat.

Lintang segera mengambil makanan yang dimaksud oleh gadis itu, “Kamu suka toppokky?” Tanya Lintang seraya mengubah posisi duduknya menghadap sepenuhnya pada Ajeng.

“Emm, sering liat. Tapi belum pernah makan.” Jawab Ajeng jujur. Ia hanya bisa melihat makanan itu media sosial, tanpa pernah membelinya.

AJENG (COMPLETED)Where stories live. Discover now