BAB 12

12.8K 882 13
                                    

“Gimana, apa rasa penasaran lo sudah terjawab?” Tanya Azka pada Lintang yang duduk di sampingnya.

“Nggak. Dia nggak mau jawab.” Jawab Lintang dengan tatapan lurus ke depan. Tepatnya ke arah Tv menyala.

“Jadi, selama lebih setengah jam lo nyekap dia di dalam gudang, lo nggak dapat hasil apa pun, gitu?”

Lintang mengangkat kedua bahunya ke atas, “bisa dibilang, iya.”

“Terus lo ngapain aja sama dia gudang tadi? Soalnya gue sama sekali nggak dengar suara lo atau pun suara tu cewek dari dalam.”

“Cuma ngobrol.”

Lintang, Lian dan Azka sekarang tengah berada di sebuah ruangan di dalam kafe milik Bram- papanya Lintang.

Selain di rumah mereka masing-masing, ruangan di kafe itu juga menjadi salah satu tempat untuk berkumpul mereka. Di dalam ruangan itu terdapat tv berukuran besar tertempel di dinding, kulkas berukuran sedang berisi berbagai macam makanan dan minuman. 2 sofa panjang dan 3 singgel sofa. serta satu tempat tidur berukuran sedang, letaknya di sudut ruangan. Tak ketinggalan ada toilet juga di dalam ruangan itu.

Papanya Lintang memang sengaja membuat ruangan di kafe-nya khusus untuk tempat berkumpul anaknya dan teman-temannya.

Lintang dan Azka tengah membahas soal penyekapan tadi sambil menonton tv. Sedangkan Lian sudah tergeletak di atas tempat tidur, laki-laki itu sedang tidur.

Ketiganya masih memakai seragam sekolah. Sepulang sekolah mereka tidak pulang ke rumah melainkan langsung ke tempat itu.

“Jadi, rasa penasaran lo belum terjawab?” Tanya Azka lagi.

“He'em.” Lintang menjawabnya dengan deheman saja.

“Sebenarnya, apa sih yang ngebuat lo penasaran sama dia? Ampe nyuruh gue sama Lian bantuin nyulik dan nyekap tu cewek. Pasti sesuatu yang penting, kan?” Tanya Azka penasaran.

Laki-laki itu sekarang sudah seperti wartawan yang mewawancarai narasumbernya. Sangat banyak tanya.

“Nggak usah kepo!” Jawab Lintang sinis.

Decakan terdengar keluar dari mulut Azka. Ia sebenarnya tidak kepo, ia hanya sedikit penasaran. Garis bawahi sedikit penasaran.

“Ckckck, gue nggak kepo. Gue cuma pengen tau.” Tangannya terulur mengambil minuman kaleng di atas meja, lalu meneguknya hingga habis, “Ahhh, segar.”

“Sama aja, Zka.” Balas Lintang malas. Tantapannya tetap tertuju pada tv di depannya yang tengah menyiarkan sebuah berita internasional, di salah satu stasiun tv nasional yang memiliki slogan *TV SATU MEMANG SAMA*

“Tapi Lin,...” Azka menghentikan ucapannya saat Lintang menoleh menatap ke arahnya dengan salah satu alis terangkat ke atas.

“Lo nggak lagi jatuh cinta sama tu cewek, kan?” Lanjut Azka hati-hati. Takut jika temannya itu tersinggung dengan pertanyaannya.

Mengalihkan tatapannya dari Azka, Lintang kemudian menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, kedua tangannya menyilang di depan dada.

“Nggak lah.” Jawab Lintang menyangkal.

Sungguh, ia tidak sedang jatuh cinta pada gadis itu. sudah di katakan, ia hanya penasaran saja, tidak lebih. Mana mungkin dirinya bisa secepat itu jatuh cinta pada si gades aneh dan menakutkan seperti Ajeng.

Namun, ada satu hal yang menganggu pikirannya sejak tadi. Kata-kata terakhir yang diucapkan oleh gadis itu.

“Kalau lo masih pengen melihat matahari bersinar, gue saranin, Jangan melewati batas.”

AJENG (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang