BAB 3

20K 1.3K 16
                                    

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 14:15 siang. Bel penanda berakhirnya rangkaian pelajaran pada hari itu, telah berbunyi 15 menit lalu. Sebagian besar murid sudah pulang ke rumah masing-masing, dan beberapa lagi masih berada di sekolah.

Termasuk Ajeng dan Dara, keduanya masih berada di area sekolah. Bukan untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seperti yang lainnya, melainkan Dara berniat untuk mengajak Ajeng berkeliling, agar teman barunya itu bisa mengetahui bagaimana dan apa saja yang ada di area sekolah.

Dara menjadi quide (pemandu) dadakan untuk Ajeng.

Saat ini, keduanya tengah berada di lorong kelas X, lantai 1. Di sepanjang jalan, tak hentinya Dara menjelaskan ini dan itu, sementara Ajeng yang berjalan di sampingnya hanya mendengarkan, dan sesekali menganggukkan kepalanya.

“Ini kelas X IPA 1. Di sini murid-muridnya pinter semua.” ucap Dara sembari menunjuk pintu kelas X IPA 1 yang tertutup rapat.

“Ini kelas X IPS 3. Di sini muridnya kek dajal semua. Nakal pool.”

“Ini kelas X,...” Dara dengan penuh semangat terus menjelaskan ini dan itu.

“Ini ruangan musik,...”

“Suara pianonya bagus.” Gumam Ajeng setelah mendengar suara denting piano dari dalam ruangan, mengalun lembut dan sangat menenangkan.

Sontak Dara menghentikan langkahnya, lalu menoleh pada Ajeng yang juga ikut berhenti.

“Hah? Lo- lo- denger suara apa?” Tanya Dara terbata di sertai dengan mata membulat sempurna.

“Suara piano.” Jawab Ajeng jujur. Suara piano itu terdengar jelas di telinganya. Ia yakin, orang yang memainkannya pasti sudah sangat berpengalaman.

“Nggak usah ngarang, Jeng. Lo nggak liat pintunya terkunci? Berarti nggak ada orang di dalam!”

Ajeng beralih menatap pintu, dan benar apa yang di katakan oleh Dara, pintu itu memang tertutup. “Gue nggak ngarang!” Sahut Ajeng memasang wajah serius.

Tiba-tiba Dara merasa ngeri. Bulu kuduknya berdiri dan merinding. Ia sama sekali tidak mendengar suara piano. “Lo-lo yakin?” Tanya Dara terbata.

“Iya.”

“GUE NGGAK DENGER SUARA APA-APA!! IGHH, PASTI ITU HANTU YANG MAININ!!” Pekik Dara histeris, bergerak memeluk erat lengan Ajeng.

Senyum tipis tercetak di bibir Ajeng. Ia melirik Dara yang masih memeluk lengannya dengan wajah pucat pasi. Ajeng tidak berbohong tentang suara piano itu, ia memang mendengar dengan jelas suaranya.

Tapi, Jika Dara tidak mendengarnya, berarti bukan manusia yang memainkan piano itu, melainkan sosok makhluk halus yang di sebut Hantu.

“Takut?” Tanya Ajeng dengan sebelah alis terangkat ke atas.

“Nggak! Gue cuma ngeri, jeng!”

“Ngeri dan takut sama aja. bahkan wajah lo udah pucat.”

“Beda, Jeng!”

“Sama.”

“Ckckck, lama-lama, lo nyebelin juga, ya?” Decak Dara sembari melepaskan tangannya dari lengan Ajeng.

AJENG (COMPLETED)Where stories live. Discover now