Drama pagi menuju siang hari berakhir sudah dengan buah tangan yang dibawa oleh Calvin. Sebenarnya bukan sengaja membeli, tetapi ia sempat bertemu teman lama yang merantau di Bandung. Lalu dua buah kotak berisi mochi itu pemberian sang teman untuknya.
"Dapet dari mana?" Shena bahkan sudah bersiap sejak pagi tadi untuk pergi ke makam dokter Satya. Bersama sepupu Calvin yang mana menikah dengan adik dokter tersebut. Mereka langsung membuat janji ketika Shena menginginkan untuk pergi ke sana.
"Beli lah. Buat kamu." Tidak jadi marah, justru yang dilihat Calvin kini terbesit perlahan-lahan senyum dari istrinya. Entah suka dengan makanan itu atau tentang dirinya yang membawakan oleh-oleh tersebut.
"Kita pergi sekarang, ya. Keburu siang." Calvin meloloskan napas leganya satu persatu. Untuk saja ia bisa mencegah amarah ibu hamil tersebut. Jika tidak, maka moodnya bisa jadi berantakan sampai tiga hari ke depan.
Antara Calvin dan sepupunya sepakat untuk bertemu langsung di pemakaman karena rumah mereka memang tidak satu daerah meskipun masih sama-sama di Surabaya.
Khawatir jika Shena masih mencoba untuk menyalahkan diri sendiri atas kepergian sahabatnya, Calvin berikan candaan kecil yang setidaknya bisa membuat perempuan di sebelahnya itu tenang.
Meskipun terkesan sepele dan sederhana, nyatanya usapan Calvin di punggung tangan Shena memberi kehangatan serta rasa aman dan nyaman. Seolah seperti memiliki penguat
supaya dirinya tidak terlalu jauh terkungkung dalam kubang kesalahan.
"Pikirkan yang lucu-lucu jika kamu lagi resah. Anggap di depan kamu ada badut lagi atraksi yang bisa bikin kamu ketawa." Senyum tulus Calvin ia berikan pada perempuan dengan gaun hitam selutut tersebut. Tak menanggapi apa pun, Shena hanya mengangguk untuk mengiyakan ucapan suaminya.
Tidak lama setelah itu Calvin memarkirkan mobil di depan pagar pemakaman. Sang sepupu juga rupanya sudah tiba lima menit lebih dulu dari mereka.
Ragu untuk melangkah, Shena mematung sebentar di depan pintu masuk pemakaman. Otaknya sedang sibuk sekali memikirkan banyak hal. Mulai dari penyesalan hingga hukuman apa yang pantas ia terima kelak.
"Kenapa?" tanya Calvin sehalus mungkin. Lantas melalui usapan pelan di bahu sang istri, Shena kembali menampakkan senyum kecilnya. Kerudung panjang yang terkalung di leher, dibantu sang suami untuk diletakkan di atas kepala perempuan itu.
"Nggak apa-apa." Sepupu serta adik dari mendiang dokter Satya sudah lebih dulu masuk. Mereka berdua kini berjalan beriringan menuju pusara yang akan dituju.
Namun, ketika melihat saudaranya terhenti sekitar sepuluh langkah dari makam dokter Satya. Shena yang menyadari sosok masa lalu suaminya ada di sana, mulai meremas kerudung yang terjuntai di bahunya secara perlahan.
Calvin sendiri juga tidak menduga jika Clara akan datang diwaktu bersamaan. Ia khawatir kalau saja Shena membahas yang tidak-tidak jika keduanya berhasil saling sapa. Karena Calvin tahu sejak dulu Shena gencar sekali meminta Clara untuk kembali padanya.
Jangan sampai, jangan pernah sampai Shena memanfaatkan keadaan ini sebagai upaya untuk menyatukan sepasang kekasih yang sudah usai itu.
"Dampingi dia." Telinga Calvin jelas masih sehat. Jadi ia tidak salah dengar ketika Shena memintanya seperti itu.
"Jangan sembarangan. Aku udah nggak ada perasaan apa-apa sama Clara."
"Buktiin kalau kamu emang udah nggak ada perasaan ke dia."
"Temani dia. Aku tunggu di sini." Shena memandang datar ke arah perempuan yang masih setia duduk di depan pusara Satya. Seolah bercerita banyak hal dengan calon suaminya yang telah tiada.
YOU ARE READING
From Enemy to be Pasutri
RomanceBagaimana jadinya, seorang pengusaha muda yang begitu rajin dan ambis dipersatukan dengan cewek mageran tapi mempunyai banyak impian seperti Shena Sandara? Keduanya terpaksa harus membangun rumah tangga tanpa pondasi cinta demi memenuhi keegoisan o...
💕Setitik rasa💕
Start from the beginning
