💕Setitik rasa💕

Start from the beginning
                                        

"Astaga! Calvin, kuping kamu coba deh besok periksa ke THT. Siapa tahu kemasukan laler makannya nggak bisa denger." Terkesiap mendengar sentakan sang istri, Calvin yang sudah menggenggam sheet mask tadi kembali menata perasaannya supaya lebih tenang.

Bukan lagi grogi, ia malah  merasa seperti remaja yang terkena virus merah jambu.

"Bisa-bisa, sini."

"Ada yang lagi kamu pikirin? Tentang kerjaan?" Meskipun terus berusaha mewujudkan tujuannya untuk mengakhiri pernikahan, Shena juga tak bisa diam begitu saja melihat Calvin sejak sepulang dari tempat makan tadi menjadi seperti orang yang banyak menanggung beban.

Awalnya Shena tak peduli, tetapi hatinya tergerak untuk mempertanyakan apa yang ia lihat sejak tadi.

"Kerjaan? Iya, iya. Kayaknya gitu," jawab Calvin asal-asalan. Sejurus kemudian, ia dibuat terkejut hingga matanya yang lebar itu membola ketika mendapati Shena sudah berbaring di sisinya. Untuk malam ini, Calvin mencoba menghindari supaya tidak berhubungan badan dulu. Karena suasana hatinya masih belum netral sepenuhnya.

Apakah Shena mencoba merayunya? Bahkan ketika Calvin tatap lama perempuan itu, bukan sang istri yang dibuat luluh, melainkan dirinya sendiri yang menjadi salah tingkah.

"Kamu nggak lagi minta di—"

"Ck. Iya cepetan." Melihat Shena yang baru saja memejamkan mata dengan tangan yang bersedekap di atas perut, seketika membuat Calvin lupa bagaimana cara bercocok tanam. Dari bawah dulu, atas, atau dari mana saja bisa?

Menelan kasar salivanya, lelaki berjidat dengan ketampanan paripurna itu mendekatkan wajahnya pada sang istri. Namun, belum terlaksana niat berikutnya ia reflek menjauh ketika mata Shena terbuka lagi.

'Kaget buseet'

Telapak tangan Shena mendarat di wajah Calvin yang tengah  menunduk padanya. Keduanya terdiam beberapa saat untuk menikmati parade genderang yang terus bertalu-talu di hati masing-masing.

"Pakein maskernya. Keburu aku ngantuk." Perkataan Shena membuat Calvin tersadar dari angan luar biasanya tadi. Harusnya ia malu sudah kepikiran sampai sejauh itu. Dan harusnya Calvin juga tahu jika Shena tak pernah meminta nafkah batin padanya lebih dulu.

"O–oke."

Terpejam lagi, bukan berarti Shena ingin menikmati sensasi dingin dari maskernya. Namun, ada sesuatu yang meronta dalam hati sejak ia rasa Calvin mendekatinya. Membuat Shena mati-matian menjaga perasaan dan bersikap sesantai mungkin.

Karena tidak hanya dialami oleh Calvin, debaran hebat itu juga tengah dirasakan oleh Shena.

'Bukannya aku lagi muji kamu, ya, tiang listrik. Cuma malam ini—- sialan! Kamu nggak lagi kerasukan dewa Apollo, kan? Emang boleh seganteng itu boneka santet?'

'Kalau aku nggak cepet-cepet nabok wajah kamu, pasti udah—ah, bodo amat. Ganteng ya ganteng aja nggak usah bikin hati orang ketar-ketir.'

Keduanya masih berupaya meninggikan gengsi untuk tidak  mengungkap perasaan hati. Bukan karena tidak berani, hanya saja mereka belum yakin apakah yang tengah dirasakan itu memang benar-benar cinta atau ketertarikan biasa.

"Kamu mau juga? Pake masker?" tawar Shena tiba-tiba. Ia sendiri juga sempat kaget dengan mulutnya yang mendadak berucap demikian.

'Ngapain juga sok nawarin dia?'

"Aku pakein kalau mau?" imbuhnya kemudian. Bersamaan dengan itu, anak hebat di dalam kandungannya memamerkan pergerakan halus yang benar-benar bisa Shena rasakan. Saat itu pula, hatinya dibuat terenyuh. Apakah anak di dalam sana sudah paham dengan siapa ia sedang bersama? Apakah bayi laki-laki di dalam sedang ingin diperhatikan oleh kedua orang tuanya?

From Enemy to be PasutriWhere stories live. Discover now