💕Melawan Rasa💕

Start from the beginning
                                        

Andai seminar besok pagi bisa dibatalkan.

"Mama?" Senyum Bu Mila sedikit bisa meredam gusar perempuan yang tengah mempersilakan mertuanya masuk itu. Sesekali ia julurkan kembali kepalanya ke depan, lebih ke depan dan melangkah tanpa alas kaki sampai halaman dengan alasan menutup gerbang sembari menanti kedatangan mobil selanjutnya. 

"Kamu udah makan, Nak? Mama bawain banyak makanan." Bukan Shena jika begitu gampang menampilkan raut gelisah. Meskipun dalam hati tak henti bertanya-tanya mengapa Calvin tidak pulang, ia tetap pamerkan senyum seterang mentari pagi seperti biasanya.

"Masih ngerasa mual?" 

"Tadi nggak, Ma. Tapi  besok pasti masih mual," jawab Shena mengingat bagaimana aroma parfum Calvin yang semula ia benci menjadi ia rindukan kini. Bahkan dalam hati meronta ingin segera direngkuh dan membaui aroma parfum Calvin sampai tertidur. 

Tidak, tidak boleh seperti itu. Ia akan tetap berusaha mengendalikan diri dan mengabaikan permintaan aneh entah dari mana datangnya. 

"Calvin belum pulang?" Gerakan Shena yang ingin mengeluarkan makanan dari tas terhenti, kemudian ia lanjutkan lagi dengan berhiaskan senyum manis di bibir. 

"Emm, lembur mungkin, Ma." 

"Ya sudah, mama rencana mau nginap di sini. Papa ke luar kota soalnya." Ada sepercik bahagia yang muncul ketika Bu Mila mengatakan itu. Jika tidak ada Calvin yang menemaninya tidur malam ini, mungkin saja ibu mertuanya itu bisa ia jadikan pengobat rindu sebentar. 

Ini baru satu hari, lalu bagaimana jika Shena tahu bahwa Calvin tidak akan pulang selama tiga hari? 

"Beneran, Ma? Mama mau tidur sama aku nanti?"

"Bener." Ketulusan Bu Mila benar-benar ia rasakan. Terlepas bagaimana latar belakang pernikahan itu terjadi, Shena tak menutup mata bahwa ibu mertuanya sangat perhatian melebihi apa pun dibandingkan dengan mamanya sendiri. 

Ah, ia ingat. Terakhir kali tidur dengan sang mama adalah ketika dua hari setelah kelahiran Eno–adiknya. 

"Bude, sini makan bareng. Lagi telponan sama siapa?" Shena menghampiri Bude Mirna yang seketika menyembunyikan ponsel dalam saku bajunya. Menghela napas sebelum menjawab pertanyaan sang majikan, Bude Mirna menuntun Shena untuk kembali duduk. 

Walau beresiko mendapat omelan, beruntung Bude Mirna bisa mengoperasikan ponselnya dengan gesit. 

"Ngabari orang rumah, Mbak. Ayo, Mbak Shena makan yang banyak. Tadi sempat kecapekan, kan, karena muterin komplek pake motor baru?" Penjelasan  Bude Mirna menarik atensi Bu Mila yang tengah mengambil sayur gulai ke atas piring menantunya. 

"Motor vespa di depan itu? Ya ampun, jangan aneh-aneh dulu, Shena. Bukannya nggak boleh, cuma pada masa kehamilan awal itu sangat rentan. Besok mama anter check up ya." Shena mengangguk kecil, tak ada alasan untuk menolak permintaan mertuanya.  

Hanya saja mungkin suasana hatinya bisa membaik jika besok Calvin yang mengantarnya ke dokter kandungan. 

"Sebentar, Bude lupa belum ajak Pak Jamal makan." Baru ingat jika ada anggota baru di rumah ini yang bertugas menjadi sopir pribadi Shena, Bude Mirna pamit ke belakang. Memang benar memberi bagian makan pada lelaki yang hampir seusianya itu. Namun, dalam kesempatan yang ia miliki, cepat-cepat Bude Mirna mengirim foto wajah Shena pada majikannya. 

Calvin

Kok ngeblur, Bude?

Tentu saja, Bude Mirna tak bisa tenang saat mengambil raut wajah gusar milik Shena tadi. Yang mengakibatkan ia mendadak tremor ketika memegang ponsel.

From Enemy to be PasutriWhere stories live. Discover now