💕Sensitive with you💕

Start from the beginning
                                        

"Gimana nanti mama bilang sama keluarga yang lain?" Suara itu terdengar resah sekaligus jengkel. 

"Ma, Pa. Kenapa kalian baru mikirin nasib Shena sekarang?" Pontang-panting perempuan muda  itu berpikir keras tentang bagaimana menjalani  hidup dalam rumah tangga yang sudah diatur oleh orang-orang egois baginya serta upaya untuk menyudahi permainan ini seorang diri. Bahkan Calvin yang katanya dulu tak menginginkan pernikahan ini sekarang tampak tak peduli. Dalam artian lelaki itu tak terlihat usahanya sama sekali untuk mengakhiri pernikahan mereka. 

Beranjak dari tempat duduk dengan menyimpan luka, Shena berniat kembali ke lantai atas. Namun, langkahnya terhenti ketika sosok Calvin memasuki pintu utama di susul oleh kedua mertuanya. Seperti mendapat sinar matahari pagi, seperti itulah yang dirasakan oleh Shena. Hatinya mendadak menghangat mendapati senyum Calvin yang ditujukan penuh padanya. 

"Eherm … kamu habis jemput mama sama papa? Makannya pagi-pagi udah hilang?" Tuntas membersihkan hatinya dari segala perasaan yang ingin memaksa masuk, Shena membuka pertanyaan. Ia ralat cepat jika senyum Calvin tadi bisa menghangatkan hatinya yang tadi sempat ditumpahi rasa kesal karena perdebatan orang tuanya. 

"Hmm … iya." Calvin menjawab asal. Jika Shena lihat lagi, di carport sudah ada 3 mobil. Itu berarti mertuanya datang sendiri dan seharusnya tak perlu dijemput. 

'Ah, masa bodoh. Ngapain juga aku mikirin kemana Calvin pergi pagi-pagi tadi? Huh, bikin capek pikiran aja.' 

Terlalu fokus dengan kedatangan Calvin, ia sampai lupa dengan Bu Mila dan Pak Sam yang sudah membawa banyak makanan untuk acara syukuran kecil sore nanti. Terlepas untuk apa tujuan kehamilan itu, tidak ada salahnya mereka memberikan limpahan doa supaya Shena dan bayi Utun senantiasa diberi kesehatan serta keselamatan. 

"Aku tahu apa yang kalian resahkan tentang kehamilan Shena. Tapi untuk saat ini, jangan bikin anak itu berpikir terlalu dalam yang bisa membahayakan kehamilannya." Bu Mila berusa berbicara dengan sabar dan memberi pengertian pada orang tua Shena ketika pasutri muda itu memilih untuk ke kamar sebentar. Sementara Pak Sam sebenarnya juga sempat terbesit rasa khawatir jika menantunya itu benar-benar berniat ingin mengakhiri pernikahan tersebut dengan memenuhi syarat yang ia ajukan. 

Bukan apa-apa, lelaki itu hanya ingin mempertahankan rumah tangga  anak serta menantunya. Ia juga merasa bersalah karena telah melibatkan anak-anak mereka dalam urusan dengan Pak Pras mengenai modal 2 milyar itu.

"Papa sama mama nggak bilang apa-apa,kan?"  Calvin mengikuti Shena yang duduk di sofa depan king bed setelah masuk ke kamar. Meskipun sudah dinyatakan jika kandungan Shena dalam keadaan sangat baik dan sehat. Tetap saja menimbulkan rasa khawatir setelah melihat raut wajah sang istri yang sedikit kusut. 

"Mereka bahas kehamilan kamu?" Calvin menjatuhkan pandanganya pada perut Shena yang masih rata. Berniat mendaratkan tangannya pada wajah tersebut, Shena lebih dulu menampiknya dengan pelan. Ia menutup mulut seketika setelah merasa ada lonjakan hebat dalam perutnya. 

"Kenapa, Shen? Mau muntah? Jangan ditahan." Shena tetap terdiam dalam duduknya seraya menutup mulut dengan kedua tangan. Ia lantas menggeleng sebagai jawaban. 

"Jangan ditahan, dimuntahin aja nggak apa-apa. Itu wajar,kan?"  Tetap bertahan dengan menutup mulut, sekali lagi Shena menjawab dengan gelengan. Ia tidak suka dengan keadaan seperti ini. Calvin tak tinggal diam, ia menuntun dengan pelan perempuan yang hanya sebatas lengannya itu menuju ke wastafel. 

From Enemy to be PasutriWhere stories live. Discover now