-34-

14 6 11
                                    

Sekian lama gak up cerita ini, akhirnya bisa lagi up. Buat temen-temen yang ngikutin ceritanya dan lupa lagi alurnya, boleh banget baca lagi dari chapter sebelumnya ya ehe. Sorry banget baru update lagi, semoga bisa menikmati lanjutannya lagi.


Istana Candramaya, Kediaman Keluarga Candramaya

"Apa kau harus tetap mengikuti kompetisi itu, Kak?" ucap Ursula menatap wajah Galé yang tampak masih kebingungan dengan peristiwa yang sedang di alaminya.

Galé menatap wajah adiknya, terbesit dalam hatinya satu perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Rasa senang karena ada seseorang yang dengan tulus menatapnya penuh kepedulian.

"Memangnya kenapa jika aku mengikuti kompetisi itu?"

Ursula mendecik. Dadanya dipenuhi rasa cemas dan khawatir akan apa yang bisa saja terjadi pada Galé. "Aku takut."

"Takut? Apa yang membuatmu takut?" ucap Galé penuh heran.

"Aku takut terjadi hal yang buruk padamu, Kak. Dengan apa yang terjadi pada ibunda dan Kak Isakk, aku takut hal buruk juga menimpamu."

Galé terenyuh mendengar ucapan Ursula. "Kau mencemaskanku?"

Ursula mengangguk. "Tentu saja. Meski aku tahu kakak sangat kuat, hal buruk bisa menimpa siapa saja bukan?"

Galé tersenyum. Tangannya berlabuh di puncak kepala Ursula yang kini ia rangkul juga bahunya. "Jangan cemas. Aku tidak akan membuat adikku yang cantik ini kehilangan kakaknya lagi."

Ursula terdiam sejenak, lalu melabuhkan dirinya dalam pelukan Galé. "Kakak tidak boleh meninggalkan kami. Janji?"

Galé kembali tersenyum. "Janji."

***

Baskent, Ibu Kota Kala

Seorang rakyat biasa tampak menapaki jalanan ibu kota. Memandang sekelilingnya yang sedang disibukkan dengan kompetisi yang esok akan berlangsung. Wajah orang ini ditutupi oleh selendang hitam, kecuali sorot matanya yang dapat dilihat setiap orang.

Dalam hatinya berderu cacian yang tak kunjung usai. Sebuah ungkapan kekecewaan akan fakta yang sebenarnya bersembunyi di balik gelaran kompetisi yang juga menimbulkan banyak kontroversi.

"Jika kalian tahu kebenaran dari kompetisi ini, maka kalian semua akan muak dengan euforia tak beralasan ini."

Langkah rakyat biasa itu terhenti ketika ia merasa ada seseorang yang mengawasinya. Matanya beredar mencari sumber dari perasaan di awasi ini. Siapa yang mengikuti jejaknya hingga ke sini? Apakah ide menyembunyikan wajahnya dari keramaian juga tidak berhasil?

Rakyat biasa itu melanjutkan langkahnya. Sedikit lebih cepat dari yang pertama kali, berusaha menghindar dan tenggelam dalam hiruk pikuk orang-orang yang dibodohi.

Merasa telah aman dari intaian misterius, rakyat biasa itu melambatkan lagi langkahnya. Bertingkah seperti orang-orang di sekitarnya yang sedang sibuk saling bertukar senyum.

"Berhenti."

Rakyat biasa itu berhenti. Firasatnya benar, ia memang diikuti oleh seseorang yang ia tak ketahui. Wajahnya menoleh ke arah suara, seorang lelaki bersandar di tembok bangunan yang dilalui rakyat biasa itu.

"Siapa yang sedang kau coba kelabuhi?" ucap lelaki itu menatap mata si rakyat biasa.

Rakyat biasa itu tampak kaget ketika ia tahu, orang yang ada dihadapannya bukanlah orang asing. Setidaknya begitu yang ada di pikirannya, meski mulutnya tak mengucapkan sepatah katapun.

The Tale Of GaléWhere stories live. Discover now