-30-

18 13 1
                                    

Grand Palatium, Istana Raja Mengesha

Hari ini memang sudah pasti akan tiba. Hari dimana semua hal yang sudah semestinya terjadi menjadi kenyataan. Beberapa orang di istana sudah mengetahui jika sesuatu yang besar akan memicu adanya peperangan dan perpecahan yang sudah lama tidak menghinggapi negeri Kala yang terlihat baik-baik saja.

Mengesha sebagai raja yang saat ini berkuasa juga sudah berulang kali mendapat peringatan tentang peristiwa besar ini. Peristiwa yang biasa disebut 'Holy War' atau Perang Agung yang akan melibatkan seluruh orang di benua Orlumbus ini memang sedang menunggu waktunya untuk terjadi. Ini merupakan satu dari sekian banyak hal yang bisa mengancam kekuasaan Mengesha di negeri Kala. Atau bahkan eksistensi dari negeri Kala itu sendiri diragukan ketika Perang Agung ini benar-benar terjadi.

Raja Mengesha sudah memperhitungkan semuanya. Semua hal yang ia lakukan sudah sesuai dengan pola yang ia yakini sebagai sebuah pola untuk mempertahankan kekuasaan yang selama ini ia pelihara.

Hingga akhirnya pemicu itu mulai nampak ke permukaan dan membuat Mengesha cemas. Setelah semua pengorbanan yang ia lakukan untuk menunda terjadinya Perang Agung, pemicu itu malah menyeruak ke permukaan.

"Siapa yang membunuh Viola? Apakah waktunya sudah semakin dekat untukku berpisah dengan singgasanaku ini?"

Mengesha hanya bisa berbicara pada pantulan dirinya di cermin yang terpajang di hadapannya. Pening dan hening yang sedang ia rasakan terketuk oleh suara langkah kaki yang mendekatinya dari arah belakang.

"Apa yang membawamu datang ke sini, Arrigo?" ucap Mengesha mengetahui kedatangan puteranya.

"Aku masih tidak bisa menerka darimana datangnya kepekaanmu itu, ayah. Kau sungguh bisa mengenali anak-anakmu walau hanya dari suara langkah kaki," ucap Arrigo.

"Tidak usah mengucapkan kata-kata manis di hadapanku, apa yang membawamu ke sini? Bukankah aku memintamu untuk mencoba mendekati Haru Oberon?" tanya Mengesha sedikit kesal melihat Arrigo

"Ini tentang tugas yang kau berikan kepadaku, ayah. Aku ingin bertanya sesuatu," jawab Arrigo.

"Bertanya tentang apa? Bukankah aku sudah menjelaskan dengan rinci apa yang menjadi tugasmu itu?" Mengesha memang tidak senang dengan orang yang tidak pandai mengingat tugas yang ia berikan.

"Tentu saja aku ingat dengan baik tugas yang kau berikan. Dan itu juga bukan hal yang sulit untuk dilakukan. Hanya saja, mengapa aku harus membunuh seorang anak kecil yang bahkan belum pandai merias dirinya sendiri? Apa yang sedang ayah rencanakan?" Arrigo membuat Mengesha berbalik menoleh ke arahnya.

"Hentikan, Arrigo! Bukankah aku memintamu untuk tidak mengucapkan apapun tentang perintahku itu?!" Mengesha terdengar murka.

Arrigo tersenyum melihat ayahnya bereaksi berlebihan. "Ayolah ayah, kau pikir aku tidak belajar apapun saat aku menetap di Ziyar?"

Mengesha tidak menanggapi ucapan anaknya, ia tidak mengerti maksud dan tujuan Arrigo mengatakan hal itu.

"Aku tahu apa yang sedang kau lakukan, ayah. Bukankah ini menyangkut sesuatu yang sering orang-orang anggap sebagai sebuah ucapan omong kosong semata itu?" Arrigo membuat Mengesha menarik kedua alis matanya hingga meninggi.

"Kau tidak tahu apa yang sedang kau bicarakan. Kau hanya anak ingusan di mataku, jangan berlagak seperti kau mengetahui sesuatu yang orang dewasa lakukan!"

Arrigo yang tadi hanya tersenyum kecil kini tertawa. Begitu lepas hingga membuat Mengesha merasakan kecemasan yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya.

"Aku tahu sesuatu yang sedang kau coba hindari, ayah. Apa yang akan kau lakukan jika aku hendak mewujudkan sesuatu yang menjadi ketakutanmu untuk menjadi sebuah kenyataan?" ucap Arrigo.

The Tale Of GaléTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang