-23-

28 22 14
                                    

Galé telah sampai di ibukota. Ia mencari tempat yang cocok dengan penjabaran Higan untuk menemukan portal yang bisa membawanya langsung ke negeri Savana. Menurut penuturan Higan, sosok yang bersemayam di dalam diri Galé, untuk membangkitkan wujudnya yang utuh ia harus datang ke sebuah tempat bernama Meteora.

"Higan, aku tidak dapat menemukan tempat yang kau maksud di sekitar sini. Dimana pohon yang tubuhnya memiliki pintu itu berada?" tanya Galé pada Higan yang tak banyak bersuara.

"Kau harus mengamatinya dengan cermat. Pohon itu tidak akan menghilang begitu saja, dulu ia tumbuh di belakang sebuah mansion mewah yang dihuni oleh beberapa bangsawan yang tinggal di sini.

"Aku tidak melihat adanya bangunan mewah di sekitar sini, hanya sebuah rumah tak berpenghuni yang penerangannya pun amat buruk."

"Bocah, saat aku berbicara tentang bangunan yang mewah itu pasti sudah ratusan tahun yang lalu. Kau pikir setelah melewati waktu yang begitu panjang bangunan itu tidak akan menua dan menjadi tak terurus?" ucap Higan.

"Baik – baik, aku akan coba memeriksanya."

Galé menghampiri bangunan tua yang tak berpenghuni itu perlahan-lahan. Meski letaknya berada di ibu kota akan tetapi satu blok yang dihuni rumah tua ini terlihat sangat tidak terawat dan dipenuhi banyak hawa tidak enak.

Galé masih berupaya mencari pohon besar yang akan menjadi jalannya menuju Savana. Ia sudah berada di depan rumah tua tak berpenghuni itu, Galé merasakan perasaan yang tidak biasa ketika melewati rumah itu. Ada kepingan ingatan yang ia lihat saat ia melaluinya, kepingan ingatan yang membuatnya sedikit agak pusing.

"Higan, aku seperti melihat sesuatu pada rumah tua itu."

"Rumah itu kini sudah tidak berpenghuni. Ternyata aku tertidur cukup lama," jawab Higan.

"Memangnya seperti apa rumah ini dulu?" tanya Galé.

Higan tidak menggubris pertanyaan Galé, ia mengalihkan pertanyaan Galé pada tujuan utamanya datang ke tempat ini. "Apa kau sudah melihat pohon besar di sekitar sini?"

"Sepertinya aku melihat pohon yang kau bicarakan," ucap Galé sembari melihat hal yang belum pernah ia saksikan sebelumnya. "Higan, pohon ini besar sekali."

"Sudah kubilang bukan? Pohon ini sangat besar dan bisa membawamu ke Meteora dalam waktu yang singkat," ucap Higan.

Galé berjalan mendekat ke arah pohon tersebut dengan berhati-hati. Ia semakin yakin jika ia sedang menjalani kehidupan di dunia yang tidak terikat dengan logika dan perhitungan manusiawi yang ada di kepalanya.

Setelah beberapa langkah, Galé telah berada di depan pohon besar yang Higan maksudkan. Ia takjub sekaligus kebingungan. Dimana letak pintu yang Higan bicarakan?

"Higan, kau bilang pohon ini memiliki pintu?" tanya Galé.

"Ya, memang."

"Lalu dimana pintu itu berada?" tanya Galé kembali.

"Aku tidak ingat persisnya dimana. Kau coba lebih mendekat ke sana dan rasakan dengan telapak tanganmu," ucap Higan.

"Mengapa aku harus melakukan itu?" jawab Galé heran.

"Sudah jangan banyak bertanya, lakukan saja."

Galé mendekat ke arah pohon yang menjulang tinggi di hadapannya itu, mencari cara agar pintu yang dibicarakan Higan muncul. Beberapa kali Galé mencoba meraba-raba bagian tubuh pohon tersebut sembari berharap pintu akan segera keluar.

Setelah mengelilingi pohon itu beberapa kali, tak ada apapun yang muncul. Hal itu membuat Galé frustasi dan tidak lagi bisa menahan kesabarannya.

"Ini hanya membuang-buang waktuku saja!"

The Tale Of GaléWhere stories live. Discover now