-0-

437 212 261
                                    

Galé sudah muak untuk hidup. Waktu membuatnya menua dan merenggut semua yang ia miliki tanpa menyisakan satupun kedigdayaan yang ia punyai semasa muda dan saat ia begitu jaya. Hidupnya tidak lagi berarti untuk seseorang yang tadinya dianugerahi banyak sekali kemudahan.

Hidupnya hanya seorang diri, tak beristri dan juga tak memiliki keturunan yang dapat menemaninya ketika dia semakin dekat dengan ajalnya sendiri. Galé yang gagah perkasa itu kini hanyalah pria tua berusia enam puluh sembilan tahun yang tidak lagi dapat mengunyah keripik seperti biasa ia lakukan di kala muda.

Galé adalah musuh para pekerja buruh dan tetangga-tetangga yang selalu ia ganggu ketenangannya dulu dengan memutar musik sekeras mungkin. Galé menjalani usia-usia emasnya dengan sebuah peran yang memuakkan setiap pasang mata yang memandangnya kala itu.

Kini, pria tangguh dan jumawa itu tengah tak berdaya. Ia tak lagi punya kuasa atas tubuhnya sendiri. Sekedar buang air saja ia tidak lagi dapat menahan dan menunda, Galé benar-benar tengah berada di ujung kehidupannya yang ia anggap akan kekal abadi.

Tanpa satu orangpun yang perduli, Galé hanya bisa berpasrah pada waktu yang selalu menjadi musuhnya itu. Mungkin inilah waktu untuknya menghadapi sakitnya ajal yang sering dijelaskan para tetua dan tokoh ulama yang selalu ia anggap bak tayangan tidak penting.

Galé sudah tidak punya harapan.

***

Nafasnya tersendat. Sesak mendesak di bagian atas dadanya yang kini tak bersekat. Galé tidak terkejut sama sekali, ini waktunya untuk mati dan berhadapan langsung dengan si pemilik waktu yang membuatnya tidak dapat lagi menikmati hidup.

"Aku akan balas dendam!"

Kalimat itu yang selalu ada di pikiran Galé. Kalimat yang ia persiapkan untuk menentang si pemilik waktu yang orang-orang yakini sebagai Tuhan.

Kemudian, semua menjadi gelap. Pekat sampai-sampai Galé tidak dapat melihat tangan dan kakinya sendiri. Seolah menghilang dan lenyap direnggut sesuatu yang juga tak dapat dirasakan dan diperhatikan oleh seluruh panca indera yang Galé miliki.

***

Gelap yang meliputi Galé juga membuat nafasnya semakin sesak. Saking sesaknya hingga ia tidak dapat bernafas sama sekali. Galé masih tidak terkejut, mungkin ini yang orang-orang bilang proses berpisahnya roh dari tubuhnya yang sudah menua. Galé mendecik.

"Lagipula aku sudah tidak ingin berdiam di tubuh yang sudah tua ini."

Sesak yang mendesak itu kini berubah menjadi rasa sakit yang menghimpit seluruh tubuhnya. Seolah-olah, ada sesuatu yang menekan tubuhnya dengan tekanan yang sama besarnya seperti tekanan air laut yang coba diselami hingga ke dasarnya.

"Sakit! Apakah roh-ku belum juga keluar dari tubuh tua yang menyebalkan ini?!"

Rupa-rupanya rasa sakit itu membuat Galé dapat melihat kembali. Kegelapan yang tadi menyelimuti pandangannya perlahan memudar dan berubah menjadi satu cahaya yang memusat pada satu titik di atas Galé.

Terik cahaya yang menerangi sekelilingnya ini membuat Galé terkejut. Apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya sehingga ia mengalami hal aneh ini. Mungkinkah ini mimpi yang sedang ia alami tanpa sengaja?

"Dimana sebenarnya ini?" Galé bermonolog dengan sesuatu yang bahkan tidak dapat ia deskripsikan.

"JIKA WAKTU DAPAT DIPUTAR KEMBALI, APA YANG INGIN KAU LAKUKAN?"

Sebuah suara yang menggema mengagetkan Galé. Cahaya yang terang itu perlahan memudar, memperlihatkan sebuah cermin yang berdiri sama tinggi dengan dirinya memantulkan bayangan dirinya sendiri.

Tua, renta dan menjijikan. Itu yang pertama kali ada di benak Galé ketika melihat tampilan dirinya sendiri di cermin besar itu.

"Siapa kau? Tunjukkan wajahmu padaku!"

Galé menantang gema suara tak berwujud itu untuk memperlihatkan rupanya.

"JIKA WAKTU DAPAT DIPUTAR KEMBALI, APA YANG INGIN KAU LAKUKAN?"

Pertanyaan itu kembali diucapkan oleh suara misterius yang semakin menggema di ruang yang hampa.

Galé merasa ini adalah sebuah halusinasi, mimpi dan imajinasi yang ia alami di kepala kecilnya itu. Ia hanya perlu menjawab dan semua ilusi ini akan segera hilang. Begitu pikirnya.

"Aku ingin hidup di dunia yang berbeda, dengan tubuh yang lebih muda dan tak pernah menua hingga aku sendiri yang memintanya."

Sebuah permintaan yang dianggap sebagai sebuah lelucon dengan mudahnya Galé ucapkan. Ia tidak pernah menyangka jika semua yang ia katakan akan dimintai pertanggung-jawabannya kelak.

Ketika jawaban itu selesai diucapkan, cahaya yang tadi terang benderang mulai meluntur dan penglihatan Galé kembali normal. Cermin yang ada di hadapannya meluruh seiring surutnya cahaya yang menyilaukan setiap pandangannya.

Kesadaran Galé perlahanmelemah dan ia tidak lagi merasakan rasa sakit yang menghimpit rongga-ronggatenggorokannya. Matanya merasakan kantuk yang teramat berat, seakan-akan diatidak tertidur selama berpuluh-puluh hari. Ia pun terlelap tanpa tahu apa yangakan ia jalani kelak.

***

The Tale Of GaléWhere stories live. Discover now