Bab 45

4 1 0
                                    

"Alam bawah sadar ya?"

Castiel mendecih, menggerakkan tubuhnya ribut untuk dapat terlepas dari riak air sewarna biru kehijauan yang kini seakan memerangkapnya. Tidak, Castiel tidak tenggelam. Bahkan dia yakin bila baju bagian depannya tidak basah. Dia mengambang, seakan air ini memiliki kandungan garam yang cukup tinggi.

Cukup untuk membuatnya tidak tenggelam, namun entah mengapa seperti ada yang menariknya untuk tetap berada di permukaan air. Tidak diperbolehkan untuk bangkit.

"MARK!" teriaknya lantang setelah lelah dengan usaha untuk bangkit. "SIALAN KAU MARK!"

Meskipun tahu kemungkinan bila mana suara teriakannya ini akan di dengar hanyalah satu banding sekian ribu, Castiel tetap melakukan hal itu. Entah mengapa, hanya untuk pelepasan mungkin.

Tempat ini sudah jelas bukan alam bawah sadar Mark, Mentor Yi pernah menjelaskan pada Castiel bila alam bawah sadar seseorang tidak dapat dengan mudah berganti. Biasanya hanya berupa sebuah tempat tanpa adanya garis pembatas, bila itu benar maka padang gandum adalah wujud alam bawah sadar Mark. Lalu air ini? Apakah ini alam bawah sadar Castiel sendiri?

Meski kebanyakan makhluk menciptakan alam bawah sadar yang menyerupai tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi, atau tempat yang ingin mereka datangi. Initnya sesuatu yang benar-benar memiliki kesan tersendiri, dan itu direkam oleh otak sebagai sesuatu yang cukup penting hingga diulang-ulang oleh saraf sensorik. Tidak jarang pula ada makhluk yang menciptakan alam bawah sadar mereka sendiri, alam bawah sadar versi mereka sendiri.

Meski itu tidak berarti sesuatu yang khusus, jika hal itu sampai benar Castiel pasti akan merasa kesal.

Nasib baik bila ini adalah alam bawah sadar Mark, dan yang menahannya ini adalah kemampuan dari cucu termuda keluarga Tenebris itu.

Itu jauh lebih baik daripada fakta bila tempat ini adalah alam bawah Castiel.

Kenapa?

Karena itu artinya Castiel sendiri tidak mampu mengendalikan alam bawah sadarnya sendiri. Kalau begitu, caranya memeriksa hanya satu.

"ARGH!"

Castiel menggeram, selayaknya kucing yang bersiap untuk masuk ke dalam pertempuran demi memperebutkan kekuasaan. Beberapa saat sebelum akhirnya dibalas dengan suara gemuruh guntur. Teringat akan ucapan Mark bila kemampuan Castiel bahkan mampu menembus alam bawah sadar pemuda itu, maka seharusnya tidak akan sulit bagi Castiel untuk mampu mengubrak-abrik, membuat kekacauan di alam bawah sadarnya sendiri.

Bukan tanpa alasan, ini hanyalah satu-satunya cara.

Memaksa dirinya untuk terbangun dari tidur, atau pingsan, atau apalah itu.

Langit yang semula berwarna putih kini menampilkan garis-garis hitam serupa retakan pada sulit telur yang dipecahkan. Dalam hatinya Castiel berseru untuk tetap melanjutkan geraman yang seakan-akan, semakin lama justru membuat tubuhnya kaku. Air yang mengitari dirinya seakan yang melakukan hal itu, seakan menolak keinginannya untuk melakukan perlawanan. Ingin menyadarkan Castiel bila usahanya sama sekali tidak membuahkan hasil.

Ingin menyadarkan pemuda itu bila hasil bisa saja mengkhianati usaha.

"TIDAK! TIDAK!"

Dan seperti inilah, entah bagaimana caranya retakan-retakan itu justru menghilang. Raib begitu saja bak diperbaiki oleh tangan-tangan yang tidak terlihat. Perbaikan kasat mata yang bahkan tidak berhenti, bahkan meski Castiel bukan lagi sekedar menggeram. Meraung, berteriak, bahkan memaki hingga hampir kehilangan suaranya. Guntur dan petir yang selama ini pemuda itu banggakan seakan hilang begitu saja, entah hilang ditelan semesta atau pergi meninggalkannya karena merasa malu.

"JANGAN!"

Garis terakhir yang diperbaiki bukan hanya meninggalkan langit putih yang kini kembali bersih tanpa noda, tetapi juga keputusasaan dari Castiel.

Dan selayaknya remaja putus asa pada umumnya, bisikan-bisikan aneh dan samar mulai memenuhi otak Castiel. Terdengar seakan nada-nada mengerikan yang berisikan kekecewaan. Bisikan-bisikan yang datangnya bersamaan dengan riuhnya permukaan air, tidak tenang. Dan entah apakah ini bisikan menuju kesesatan atau apa, ada satu yang terdengar cukup jelas. Berupa perintah untuk membenamkan kepalanya.

Apakah ini rasanya mana kala ada seseorang ingin bunuh diri?

Saat dunia terdengar kacau, penuh dengan ketidakjelasan dan suara-suara yang dibenci, suara-suara yang ingin sekali dienyahkan, dan satu-satunya yang dapat terdengar jelas adalah ajakan untuk melakukan hal-hal yang menjurus pada penghilangan nyawa. Siapa yang bisa menolak hal itu? Karena pada kondisi seperti ini siapa juga yang mampu berpikiran jernih?

Dan anggaplah Castiel terlalu gila dan putus asa, tapi dia membenamkan kepalanya.

Menekan kepalanya agar mampu masuk menembus permukaan air yang nyatanya setelah dia masuki tidak lebih seperti air biasa. Selayaknya air pada umumnya yang memiliki sifat menarik segala sesuatu yang masuk ke dalam wilayahnya untuk semakin ke dasar. Yang semula hanya sebatas kepala, kini seluruh tubuh Castiel ikut masuk.

Tubuhnya sudah pasti basah kuyup. Dengan sedikit rasa nyeri di area tengkuk seakan tadi yang dia lakukan adalah mendorong diri pada sebuah jendela kaca. Setidaknya suara-suara aneh dan bising tadi telah menghilang, telah sirna, tergantikan ketenangan yang jauh lebih mematikan. Apakah ini arti dari ungkapan saat kau mencoba untuk bunuh diri, yang kau dapatkan adalah fakta bila dirimu sebenarnya masih ingin hidup. Kau hanya ingin lari dari masalah, bukannya mati.

Jika benar begitu bukankah sama artinya bila pergi ke Soul sama dengan bunuh diri?

Suara yang sama kembali terdengar, namun kini bukan berisikan perintah maupun ajakan. Yang terdengar adalah sebuah pertanyaan. "Apa sekarang kau mau bergabung bersama kami?"

"Bergabung apa? Untuk apa? Kenapa aku?"

"Untuk kota Soul yang layak untuk dihuni anak-anak."

Ah, itu. Castiel kini sadar. Jika dirasa-rasa dia cukup mengenal suara ini. "Ivory."

"Benar. Jika kau izinkan, aku bisa saja merubah tempat ini menjadi lebih nyaman untuk sesuatu yang akan kita bicarakan berdua."

Castiel tidak menjawab, dia hanya terdiam. Namun hubungan parabatai yang telah terjalin dengan Ivory sebagai parental agaknya membuat sosok buatan itu mampu memahami Castiel lebih dari pemuda itu sendiri. Castiel yang semula dalam posisi tidur terlentang, entah sedari kapan justru berdiri dengan tegap. Tubuh yang semula mati rasa kini kembali seperti semula.

Air yang semula berada di sekitarnya seakan surut, melebur menjadi sebuah ruangan putih dengan seorang anak laki-laki yang terduduk dalam posisi bersila di hadapan Castiel.

"Selamat datang, di alam bawah sadarku." Ivory terlihat sedikit berbeda dengan yang terakhir kali Castiel temui. Anak itu kini berbicara sambil membuka mulutnya, dengan pula sebuah senyuman yang membuat matanya menyipit. Mirip rubah.

"Berarti yang tadi adalah alam bawah sadarku?"

Dengan kedua pundak yang diangkat naik, Ivory kini terlihat seperti seorang anak baik. Bukannya anak buatan yang baru berusia hitungan bulan. "Aku tidak tahu, bisa dikatakan begitu? Hanya kau yang bisa menjawabnya," ucapnya. "Aku hanya tahu bila salah seorang parental mengalami masalah, dan aku pun selayaknya apa yang telah diatur oleh Mark mencoba untuk menganalisa masalah itu lalu memberikan rekomendasi pemecahan masalah berdasarkan data yang telah aku peroleh dari kalian berlima."

Menganggukkan kepalanya. "Aku akan mencoba untuk memahami hal itu," ucap Castiel. "Lalu jelaskan padaku, apa yang sebenarnya terjadi? Mark. Apa Mark bersekongkol dengan Hazeline?"

"Hazeline." Ivory berucap dengan nada sedikit panjang, seakan dia tengah berpikir. Mengumpulkan semua informasi yang telah diberikan para parental padanya, memilah-milah perihal informasi macam apa yang kala ini bisa dia sampaikan pada Castiel. "Mark tidak bersekongkol dengannya, Hazeline memang bagian dari rencana ini. Dia teman baik Nino. Dia juga yang ikut serta memfasilitasi semua kemungkinan agar kami mampu berdekatan dengan dirimu."

"Lalu mengapa kita melawannya selama ini?"

"Untuk mengelabuhi musuh yang sebenarnya. Nina Violetta Stewart."

Take Over The Moonlight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang