12 : Bimbang

373 42 7
                                    

Happy Reading

*
*
*


T

ak terasa cukup lama Jafar berada di sini, makam kedua orang tuanya. Tempat ini menjadi satu-satunya tempat untuknya berkeluh kesah mengadukan segala hal yang dialami setiap harinya.

Tidak hanya Jafar, saudaranya yang lain pun sama. Termasuk juga keluarga Abimanyu yang sering berkunjung, khususnya Heikal. Yang memang bahkan sebelum Jegar dan Jafar lahir Heikal memang sangat dekat dengan paman dan bibinya itu, sudah seperti orang tuanya sendiri.

Semua mereka adukan tanpa ada yang ditutup-tutupi, entah itu akan berguna atau tidak yang terpenting hati mereka merasa lega setelahnya. Sayangnya mereka tak tahu semua itu tak luput dari perhatian seseorang.

Langit sekarang semakin mendung. Entahlah akhir-akhir ini sering turun hujan. Hawa juga semakin dingin padahal ini masih siang hari.

"Yah, Bun. Jafar Pamit Pulang ya" ucap Jafar mengusap kedua batu nisan itu lalu setelahnya mulai beranjak.

Baru beberapa langkah meninggalkan makam kedua orang tuanya, Jafar terhenti lagi. Tak jauh dari tempatnya berdiri tepatnya di depan sebuah makam lain juga ada seseorang di sana.

Mengernyit memandang orang itu, setelahnya mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangannya lalu menolehkan pandangan ke sekitar, di sini hanya ada mereka berdua dan ini sudah sangat mendung.

Memutuskan menghampiri orang itu.

"Dek" panggil Jafar.

Orang itu mendongak.

Jafar kembali memperhatikan orang itu, seorang siswa. Terlihat jelas karena dia masih menggunakan baju seragam full beserta tas sekolah di punggungnya dengan kacamata bertengger apik yang menandakan seperti siswa baik-baik, maksudnya bukan seperti siswa brandalan. Tapi ini masih jam sekolah kan.

"Ngapain di sini? Ini masih jam sekolah kan, kamu bolos?" tanya Jafar.

Hey? Jafar kamu bisa peduli pada orang lain, tapi tidak dengan adik kandungmu sendiri?

Siswa itu berdiri dan menggeleng.

"Saya emang baru balik sekolah Kak, ada rapat guru jadi sekolah dipulangin cepet"

Jafar mengangguk tanda mengerti lalu setelahnya menunduk memandang makam yang ada di depan anak itu.

"Maaf, Ibu mu?" tanya Jafar lagi.

Anak itu mengangguk membenarkan.

"Kita sama" gumam Jafar memandang makam kedua orang tuanya dari jauh.

"Kamu masih beruntung, seenggaknya masih ada Ayah kan" Jafar menepuk pundak siswa itu.

"Punya atau gak punya Ayah sama aja. Gak semua Ayah sama kayak yang Kakak pikirin" jawab siswa itu dengan senyuman miris.

Jafar tak tahu apa masalah anak itu dengan Ayahnya, tapi sepertinya Ayah dari anak itu seperti orang yang... Gila kekuasaan atau semacamnya? Entahlah.

Dilihat dari barang-barang yang anak itu pakai, sudah bisa dipastikan anak itu bukan dari kalangan bawah. Beberapa barang merk terkenal juga terlihat melekat pada anak itu. Tapi kenapa hubungan keduanya tak baik-baik saja?

Seperti mengerti apa yang Jafar pikirkan siswa itu menyeletuk.

"Bukan tentang materi, ini semua bahkan gak berarti apa-apa. Lebih baik lahir di keluarga biasa-biasa aja tapi dapet banyak kasih sayang kan?"

JUHAN & AKSARANYA ||  YANG JUNGWONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang