Chapter 44

13 5 6
                                    

Bismillah....
Selamat membaca.
Jangan lupa shalat tepat waktu dan baca qur'annya ya, yg udh punya hafalan jgn lupa murojaah:>

Angin yang berhembus dengan kencang, sayup sayup suara adzan terdengar dengan jelas. Disaat yang sama, dering telpon terdengar membuatnya terperanjat. Rambut basahnya Ia keringkan oleh handuk, wajahnya bersih dengan bekas air yang masih menempel. Tubuhnya tegap,  rahangnya mengeras ketika Ia mendapat telpon tersebut.

"..."

"Gue udah usahain semuanya,"

"....."

"Ya, cepat atau lambat gue bakal balik,"

"....."

"Terserah lu, gue mau shalat. Gue tutup,"

"..."

Dap.

Sambungan itu diakhiri oleh sepihak, Ia memandang kamar tinggalnya itu, memang tak luas namun dapat ditinggali. Lekas Ia menuju rak lalu mengambil sajadah dan perlengkapan lainnya. Setelah melaksanakan shalat, Ia panjatkan semuanya pada Allah, memohon kelancaran dan kemudahan atas apa yang akan dikerjakan olehnya.

'Ya Allah, yang maha pengasih. Hamba memohon petunjuk padamu, tunjukan hamba dan keluarga hamba dijalan lurusmu. Ya Allah yang maha adil, hamba memohon tunjukan keadilanmu, tunjukan keesaanmu. Ya Allah sekiranya hamba melakukan kesalahan tegurlah hambamu ini, bimbing kami. Ampuni segala dosa kami, engkaulah yang maha pengampun lagi maha penyayang,'

Doanya Ia panjatkan setelah melakukan dzikir setelah shalat. Terlihat ekspresinya dingin, namun matanya kelelahan. Ia memaksa dirinya untuk tetap kuat, agar semua yang dijadikan pertanyaan itu terjawab.

"Ha? Jadi dia orang dibalik semuanya? Orang terdekat gue?" Kedua bola mata Amran membulat sempurna.

Ia tersenyum simpul, "Iya, gue pastiin dalam waktu dekat kita bisa nangkep dia. Gimana menurut lo? Mau dia ditangkep apa gimana?" tanyanya dengan pandangan yang memiliki makna.

"Gue gak mungkinlah nangkep keluarga sendiri, lu taukan gimana kedepannya kalau gue yang nangkep? Ntar adek gue lagi yang dituduh," Raut khawatir tercetak diwajahnya, rahangnya mengeras ketika tahu siapa orangnya.

Lelaki itu menepuk bahu kanan Amran, lalu mengatakan, "Tenang, urusan itu biar gue yang urus, lu tinggal balik aja dan semua laporan ini biar gue yang gugat. Jadi gak akan ada yang namanya perselisihan antar keluarga, benar?"

"Lu yakin semuanya berhasil?" tanya Amran memastikan.

Ia lekas mengangguk tanpa ragu, "Insyaa Allah gue yakin. Bisa jadi sekarang adalah waktunya, Ran. Lu gak usah khawatir."

"Gue akan ikut tapi gak secara langsung, sampai dia ditangkap dulu aja. Udah itu baru gue balik," ucapnya dengan tersenyum tipis.

***

Bugh.

"Breng**k dimana otak lu hah?" umpatnya dengan rahangnya yang mengeras.

"Haha, emangnya gue gak bisa berontak gitu? Lu terus ngenindas gue dan gue gak bisa berontak? Itu pikir elu? Hahah sayangnya gue gak gitu, cih!" balasnya dengan tertawa sumbang, Ia membalas pukulan itu dengan pukulan lain.

Bugh.

"Lu bener bener gak punya otak! Bisa bisanya lu kek gitu! Wujud manusia sifat kek setan!" pekiknya dengan amarah yang memuncak.

Tatapannya tajam, menandakan Ia pun emosi. "Apa? LU YANG GAK PUNYA OTAK! LU YANG SIFATNYA KEK SETAN! emang lu pikir gue bakal diem aja? Lu itu udah kayak bang*at bahkan lebih hina daripada itu!" geramnya dengan tangan yang telah mengepal.

Trying To Stay [END]Where stories live. Discover now