Satu anak tangga terakhir berhasil mengantarkan Jungkook pada dinginnya pintu yang sejak awal menjadi fokus utamanya. Lagi, tubuh lemahnya ia paksakan untuk berusaha membuka pintu yang terasa begitu berat dan sulit untuk terbuka.

Jungkook lemas. Kepalanya semakin berputar dengan cengkraman kuat yang menekan dadanya. Jungkook hampir kehilangan nafas tapi ia tak bisa menyerah pada sisa kekuatan terakhirnya untuk menemui sosok dibalik pintu sana.

Hembusan angin kencang hampir membawa Jungkook kembali mundur. Namun ketajaman penglihatannya berhasil menemukan tubuh yang berdiri tegak memandang bulan di ujung gedung sana.

"Hh-hyung ... " Suaranya tercekat. Jungkook tak sanggup memanggil sosok itu bahkan saat keadaan telah menjadi separah ini. Jungkook tak bisa. Langkahnya terseok pelan, lagi dan lagi hampir membuatnya terjerembab pada kerasnya lantai yang ia pijak.

Pandangannya semakin kabur. Dunia dihadapannya seolah berputar mengantarkannya pada ambang batas kesadaran. Keduanya kakinya melemas. Jungkook ... tak sanggup lagi.

"Yoongi Hh-hyung ... "

***

Bagaikan dejavu bulan yang sama kini tersenyum begitu manis dihadapannya. Diantara lautan pekat langit menjelang fajar, sinarnya terlihat begitu cantik dan menarik siapapun untuk mendekatinya.

Angin dingin tak lagi terasa menggigit kulit. Karena nyatanya dingin hatinya sudah cukup untuk membekukan jiwanya yang perlahan mati. Tatapannya kosong, hanya berisi rasa sakit yang tergambar jelas dalam sorotnya.

Bisikan yang sedari awal menuntunnya hingga sampai pada pijakan ini masih terus berputar dalam kepalanya. Kepingan memori tentangnya dan mereka turut melintas menekan luka dalam hatinya kian dalam.

Mereka pernah bahagia. Dirinya pernah tertawa begitu lepas. Mereka pernah menangis bersama. Berpelukan dan kembali bergandengan tangan menerjang setiap badai yang ada di hadapan mereka.

Menyatukan pikiran dan meneguhkan hati. Mensejajarkan langkah dan tak membiarkan satu pasang kaki pun tertinggal dibelakang.
Mereka tujuh untuk satu ... tiga tahun yang lalu. Sebelum ia menghancurkan semuanya dan membuat satu per satu dari mereka melangkah pada jalan yang berbeda.

Tak lagi bergandengan tangan. Tak lagi mensejajarkan pijakan. Tak lagi saling berbagi tawa dan tangis yang sama.

Min Yoongi menghancurkan semuanya.

Ia yang telah merusak semuanya.

'Yoongi hyung.'

Dan pada satu suara ceria yang memanggil namanya manis, air mata itu perlahan turun membasahi pipinya yang semakin tirus tanpa ia sadari.

"Yoongi hyung."

Yoongi menutup matanya dan menunduk dalam. Merasakan sesak yang menyiksanya kala suara itu terdengar begitu nyata memanggilnya. Yoongi benci menjadi seperti ini, tapi ia juga tak bisa menyangkal seberapa rindu dirinya akan pemilik suara itu.

Yoongi rindu.

Ia rindu pemilik suara itu memanggilnya 'hyung'. Yoongi rindu bagaimana pemilik mata bulat itu menatap bangga padanya. Dirinya rindu pelukan adiknya. Yoongi rindu Jungkooknya.

Demi Tuhan, rindu ini benar-benar menyiksanya begitu hebat namun ia sendiri sadar bahwa ia tak lagi memiliki hak untuk memiliki perasaan seperti ini.

"Maafkan aku, hiks ... maafkan aku ... "

Sudah cukup sampai disini Yoongi menyusahkan mereka. Terus bernafas hanya membuatnya menjadi beban bagi adik-adiknya dan kakaknya. Tak ada gunanya lagi ia terus mempertahankan jiwa yang telah lama mati ini lebih lama lagi.

기억 MEMORY || BTSUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum