MEMORY || 45

Mulai dari awal
                                        

Jungkook teguh pada luka yang rasa sepi itu bawa. Hingga dirinya berhasil dibutakan oleh pekatnya malam yang menghalangi sebuah sinar kecil. Sinar yang ternyata menemaninya selama ini.

Tatapannya kembali beralih pada langit malam dihadapannya. Tangannya terarah pelan menyentuh kaca jendela yang terasa begitu dingin. Seolah sedang berbicara pada bulan, seolah bisa menyentuhnya dan bercengkrama dengan nyata.

Lengkungan tipis tercipta begitu indah. Membuat bulan diatas sana bisa saja perlahan mundur ketika menatap ada cahaya lain yang lebih bersinar darinya walau hanya sebuah pancaran mata. Jungkook tersenyum simpul kala netranya berhasil menemukan titik kecil itu.

"Dia ada disana." Gumamnya pelan tak mengalihkan pandangan.

Sebuah bintang. Yang ternyata selalu ada disana bersama sang bulan. Cahaya kecil yang ternyata tak pernah sedikitpun meninggalkan bulan merasa kesepian sendirian.

Namun tak lama, senyum tipisnya memudar kala mendengar suara pintu yang terbuka. Tungkainya dengan gesit membawanya berlari mencari tempat persembunyian kala bayangan perawat atau bahkan Hoseok tiba-tiba memergokinya ada diluar ruangannya pada dini hari seperti ini.

Ahh, Hoseok hyung nya pasti akan sangat marah padanya. Jungkook tidak siap untuk itu. Dengan waswas matanya lekat menelisik mencari asal suara. Berdoa diam-diam semoga tidak ada satupun dari sosok dalam pikirannya yang akan memergoki Jungkook.

Detak jantungnya berpacu cepat dan seketika sesak membuat detakan itu berhenti secara paksa kala netranya justru mendapati siluet lain tengah berjalan dengan tatapan kosong keluar dari pintu putih diseberang ruangannya.

Keringat dingin mungkin mulai membasahi pelipis Jungkook, tubuhnya juga masih bergetar kala semakin yakin siluet siapa yang kini dirinya lihat. Tapi anehnya, suara itu tak ada lagi mengganggunya. Teriakan menyahut yang menyalahkannya itu tak terdengar lagi memenuhi kepalanya.

Membuatnya kini justru terpaku membeku kala netranya mendapati bahwa sosok di hadapannya sana tak memiliki cahaya sama sekali dalam dirinya. Bahkan sorot itu, rasanya begitu kosong.

Langkah sosok itu pelan membawanya pada tempat tepat tadi dimana Jungkook berdiri. Sama-sama menatap lama pada cahaya bulan yang terlihat begitu bersinar malam ini. Sorotnya sendu, bahkan Jungkook bisa merasakan sesak yang tatapan itu hantarkan.

Meski begitu, Jungkook sama sekali tak bisa mendekat. Ada jerat dalam dirinya yang masih tak bisa ia lepaskan untuk memutus jarak yang terbentang. Rasa sakit itu masih ada meski tak separah beberapa bulan lalu. Tapi jelas kecewanya masih memenangkan ego dalam dirinya.

Ingatan itu terlalu melekat dalam benaknya. Bagaimana keputusasaannya malam itu berhasil mendorongnya memutus tali lain dalam pergelangannya. Berpikir untuk mengulang lagi percobaan menghilangkan nyawa itu untuk kedua kalinya.

Terlebih akan kalimat terakhir yang kakaknya itu katakan malam itu. Jungkook tak bisa melupakannya. Tapi itu bukan berarti pula bahwa Jungkook menaruh dendam pada sang kakak. Tidak. Jungkook hanya merasa ... pada malam itu semua hal antara dirinya dan sang kakak sudah usai. Terputus tanpa ikatan lagi.

Ahh, apa sekarang juga Jungkook salah karena masih menyebut sosok itu 'kakaknya' walau hanya dalam benaknya saja?

Jungkook tak bisa melakukan apapun karena rasanya seluruh sendi dalam tubuhnya terkunci tak bisa bergerak kemanapun.

Cukup lama keduanya ada dalam posisi yang sama. Seperti Jungkook yang tak bisa melepaskan pandangannya dari sosok itu, sosok itupun sama sekali tak memalingkan tatapannya dari bulan diatas sana. Seolah keduanya tertarik magnet masing-masing yang membuat mereka tak bisa melepaskan diri.

기억 MEMORY || BTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang