GhaiSyah - 28

204 52 0
                                    

Dengan wajah terpaksa, aku menurut saja. Sayang juga waktunya kalau dihabiskan hanya untuk berdebat.

Mas Faddyl beritahuku bumbu apa saja yang akan aku ulek, mengulek memang tidaklah gampang. Bahkan karena terciptrat bumbunya, malah membuat mataku perih. Dengan sigap Mas Faddyl mengambil air bersih lalu di usapnya ke mataku, tidak lupa juga meniup-mataku.

Jika disyukuri, aku ini masih sangat beruntung menikah paksa atau dijodohkan dengan Mas Faddyl. Kenapa aku bilang bersyukur, bagaimana tidak Mas Faddyl bukan pria tua jadi masih sangat pantas menjadi suamiku. Akui akui Mas Faddyl tampan juga, bisa dibilang sempurna jadi seorang suami. Ia juga baik, tidak kasar padaku. Walau memang agak menyebalkan, bukan agak deh memang sangat menyebalkan.

Namun, egoku belum bisa menerima semua itu dengan lapang dada. Dalam hatiku masih ingin sekali mempunyai suami yang mencintaiku dan aku cintainya tentunya. Untuk sekarang aku memang belum mencintainya, tidak tahu nanti apa akan bisa jatuh cinta padanya atau tidak.

Mas Faddyl sendiri aku pun tidak tahu bagaimana perasaannya padaku saat ini, entahlah bagaimana nasib pernikahan ini ke depannya aku juga tidak tahu.

"Terima kasih," ujarku tulus.

"Sama-sama, besok-besok kalau kamu mau ngulek pelan-pelan saja ya. "Aku mengangguk, kami melanjutkan masak.

Dengan iseng, jariku yang sudah ku bubuhi tepung ku  tempelkan ke wajah Mas Faddyl. Mas Faddyl tidak terima langsung memelototiku, tidak perduli dengan pelototannya aku malah tertawa. Mas Faddyl  membalasku, kami saling membalas dan tertawa bersama.

Walau masak dengan bercanda, masakkan kami akhirnya selesai juga. Memang yang di masak hanyalah masakkan yang gampang, tetapi saat aku lihat tampilannya. Aku rasa masakkan perdana kami akan enak.

***

Di meja makan sudah ada keluargaku dan Mas Faddyl, sebenarnya aku sedikit tidak suka dengan kedatangan mereka yang tiba-tiba. Apalagi mereka meminta makan malam dengan masakkanku. Mereka datang agak terlambat sedikit, tetapi aku tidak marah. Yang penting mereka datang, ya kali aku sudah payah memasak banyak makanan mereka tidak jadi datang. Itu sih namanya sangat mengerjaiku.

"Wah ini semua masakkan kamu Chia," kata Papaku sepertinya terkejut, karena putri kesayangannya ini ternyata bisa memasak juga.

"Iya, Pa. Masakkan Chia, tetapi tadi Chia masaknya dibantu sama Mas Faddyl sih," jujurku.

"Faddyl itu memang sangat pintar memasak, walau Faddyl adalah laki-laki. Karena dulu ia pernah ngekost, yang mengharuskannya masak sendiri. Saya saja tidak menyangka Faddyl bisa seperti itu." Mama mertuaku yang tidak lain adalah Mama Lia menyela ucapanku yang belum selesai. Beliau sangat membanggakan putranya, walau memang benar adanya. Namun, aku tidak menyukainya.

"Wah beruntung sekali Chia mendapatkan suami serba bisa seperti Faddyl, Chia kamu harus belajar banyak sama suami kamu apalagi masalah masak. Seorang suami kan pasti menginginkan makan hasil masakkan istrinya sendiri," nasehat Mamaku hanya ku balas dengan anggukkan saja.

"Sudah dulu ngobrolnya, kita makan malam dulu. Kita coba semua masakkan Chia dan Faddyl," kata Papa Hikam mengintrupsi. Aku dengan inisiatif mengambil nasi untuk semua orang, termasuk Mas Faddyl yang sengaja aku mengambilkannya terakhir.

Aku ambil semua lauk yang sudah kumasak, lalu dengan hati-hati memasukkannya ke mulutku. Aku mengangga tak percaya bisa memasak makanan seenak ini. Bumbunya sangat pas sekali.

Kami semua selesai makan, semua makan dengan lahap apalagi aku yang sudah sangat lapar sejak tadi. Melihat mereka, aku sangat yakin mereka semua suka dengan masakkanku. Namun, aku tidak berharap mereka mengadakan makan malam lagi di rumah ini.

Pujian demi pujian untukku membuat kepalaku semakin besar, aku bahagia semua suka dengan masakkanku. Hari sudah malam, satu persatu mereka pamit pulang.

Apakah aku menawarkan mereka menginap di rumah ini, jawabannya tentu saja tidak. Dan tidak mungkin aku melakukannya.

Semua sudah pulang, di rumah hanya ada aku dan Mas Faddyl saja sekarang. Aku mendekat ke arahnya yang sedang membersihkan bekas makan keluarga kami.

"Terima kasih, Mas." Pria itu memincingkan matanya sambil menatapku lalu menjawab. "Untuk?"

"Terima kasih sudah bantuin aku masak, aku senang bisa masak apalagi ternyata masakkannya enak sekali."

"Sama-sama."

"Mas aku punya ide deh?"

"Ide apa?"

"Gimana kalau sekarang Mas Faddyl saja yang masak, aku yang bagian beres-beres rumah. Biar kita enggak makan makanan instan lagi atau beli terus, bukannya kalau kita masak akan lebih hemat?"

"Saya enggak mau." Aku terkejut dengan penolakkan yang Mas Faddyl berikan.

"Kenapa enggak mau Mas, kan kita bisa bagi tugas tuh? Kamu juga enggak mengizinkan kita pakai ART."

"Kenapa harus saya yang masak, kan harusnya memang kamu. Saya kan kerja, mana sempat jika harus memasak. Iya memang kita harus berbagi tugas, tetapi kalau seperti itu ya saya tidak mau."

"Terus Mas maunya apa?" Aku cemberut, kesal karena Mas Faddyl malah menolak ideku.

"Saya mau masak, tetapi ya tidak tiap hari. Kita gantian saya, jika saat saya masak kamu beberes begitu sebaliknya. Kalau saya terus yang masak, kapan kamu belajarnya memasaknya. Jadi saat giliran kamu masak, ya kamu kan bisa belajar masak. Apalagi teknologi sekarang juga canggih sekali bukan, di youtube banyak cara memasak yang baik dan benar," katanya panjang lebar.

Tidak ada pilihan lain untukku selain menerima ide Mas Faddyl, memasak memang bukan kodrat perempuan. Namun, memasak adalah basic untuk perempuan dan laki-laki. Jadi kalau perempuan bisa masak kan bagus juga.

 Jadi kalau perempuan bisa masak kan bagus juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
GhaisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang