GhaiSyah - 11

254 56 4
                                    

Byur!

Aku terkejut sekali saat tiba-tiba ada guyuran air di sekujur tubuhku, seketika langsung saja terbangun dari tidurku.

Tante Lia menatapku dengan tatapan yang sangat menakutkan, aku bingung sekali baru bangun sudah mendapati Tante Lia ada di hadapanku.

"Kamu itu ya susah banget di bangunin, suami kamu sudah sejak tadi bangun bahkan sudah berangkat kerja tanpa sarapan. Gara-gara kamu belum bangun dan tidak membuatkannya sarapan," omelnya.

Aku tidak ingin memerdulikan omelan beliau, ku lihat jam dinding yang ada di kamar ini. Aku cukup terkejut sekarang sudah pukul sebelas pagi, siang maksudnya. Tidak biasanya aku bangun sesiang ini, tapi mau bagaimana lagi. Semalam aku tidak bisa tidur, lebih tepatnya tidak berani tidur karena takut Faddyl berbuat macam-macam saat aku tidur. Sudah hampir pagi aku baru tertidur, untuk tepatnya pukul berapa aku sama sekali tidak tahu.

Aku merasa kedinginan, ku lihat tangan Tante Lia memegang sebuah gayung. Belum lagi sebelahnya ada ember berisi air. Ini sih fiks banget, Tante Lia mengguyurku.

"Mama mertua habis guyur aku ya? Pantas saja aku kok pas lagi mimpi kerasa ada air. Aku kira ngompol, ternyata aku salah. Mama mertua yang tega mengguyurku, salah apa sebenarnya aku ini." Aku sengaja bersikap sok dramatis agar beliau merasa bersalah karena sudah mengguyurku.

"Gimana enggak saya guyur, sudah hampir satu jam saya mencoba membangunkan kamu. Tapi dasar ya, kamu kebo banget jadi orang. Sampai saya akhirnya punya ide buat guyur kamu, syukurlah kamu bangun kalau tidak pasti saya kira kamu sudah meninggal." Kata-kata yang terakhir keluar dari mulut Tante Lia sangat menyakitkan sekali, masih hidup ini dikira sudah meninggal.

"Saya memang kebo, Mama mertua. Saya juga enggak pernah minta Mama buat bangunin saya, Mama mertua saja terlalu rajin sekali pakai membangunkan saya segala," balasku tidak mau kalah.

"Kamu ya! Sudah bangun sana kamu, terus mandi. Habis itu kamu masak, anak saya tadi tidak sarapan. Jadi kamu harus bangun bawakan makanan untuk anak saya."

"Saya enggak mau, saya masih ngantuk mau tidur sendiri." Aku benar-benar ingin tidur kembali, karena rasanya masih sangat ngantuk. Lagian Tante Lia pede sekali, dikira aku mau ngelakuin perintahnya. Ogah banget kali.

"Bangun atau saya guyur lagi, bisa- bisanya kamu malah tidur lagi. Emang kamu enggak kerasa apa kasurnya dingin karena kena guyuran air saya tadi." Mendengar ancaman Tante Lia, mau tidak mau aku bangun.

"Baik, Ma. Saya bangun, tapi saya enggak mau masak atau nganterin makanan. Saya juga enggak bisa masak." Aku tidak perduli dengan anggapan Tante Lia padaku, yang penting aku bisa melakukan apa yang aku inginkan.

"Kamu ya benar-benar! Mimpi apa saya punya menantu kaya kamu."

"Mimpi buruk sih, saya juga mimpi buruk sampai harus menikah sama anak Mama." Tante Lia hendak menamparku, tetapi tidak jadi.

"Kenapa Ma? Mama mau tampar saya, tampar saja. Enggak papa kok. Paling nanti saya ngadu sama orang tua saya, kalau saya baru tinggal di sini sudah di KDRT sama Mama mertua," kataku tanpa takut.

"Chia! Benar-benar ya kamu itu, sana mandi kamu harus segera masak kasihan anak saya tadi tidak sarapan. Saya tidak ingin putra saya sampai sakit, karena kamu!"

"Ma ini sudah pukul sebelas, bukan waktunya sarapan lagi. Jadi ya aku nggak perlu masak lagi atau nganterin, Mas Faddyl juga sudah dewasa pasti kalau laper bisa cari makan sendiri." Tante Lia menggeleng, ia sepertinya sudah capek berdebat denganku. Sampai meninggalkanku sendiri di kamar.

Lantas aku pergi mandi, tidur lagi juga tidak mungkin. PRku setelah mandi juga harus memikirkan cara agar bisa mengeringkan kasurku yang basah, lagian Tante Lia aneh banget pake guyur segala. Kalau sampai tidak kering, bagaimana nanti malam tidurnya.

***

"Chia!" teriak Tante Lia yang terdengar jelas di telingaku, aku sangat bingung kenapa lagi Mama mertuaku itu teriak-teriak memanggilku. Tidak bisa rasanya beliau membiarkanku tenang walau hanya sejenak.

Teriakkan itu tidak juga berhenti, mau tidak mau aku menghampiri beliau. Aku mencari-cari keberadaan Tante Lia, yang ternyata ada di dapur.

"Sekarang kamu masak, semua bahan sudah saya siapkan. Jangan lama-lama," titahnya dengan tatapan intimidasinya.

"Saya kan sudah bilang, Ma. Saya tidak bisa masak," jawabku tanpa takut.

"Memangnya selama ini kamu tidak diajarin oleh Mama kamu?" Aku menggeleng, jujur Mama memang belum mengajariku masak. Aku juga tidak tertarik masak, masuk dapur saja aku jarang bahkan malas sekali. Tante Lia menepuk dahinya.

"Sudahlah kamu masak dulu sebisa kamu, saya mau pergi sebentar. Saya sampai rumah makanannya sudah jadi, kalau tidak awas saja kamu akan saya hukum," ujar Tante Lia sebelum pergi. Sebenarnya sih aku tidak takut dengan ancaman beliau, tetapi aku mendadak ingin mencoba masak tidak perduli nanto hasilnya bagaimana yang penting kan masak.

Setelah beberapa menit di dapur masakkanku akhirnya selesai juga, aku membuat mie goreng spesial alaku.

"Chia! Baru ditinggal sebentar saja sudah membuat dapur hancur kayak pecah gini," omelnya. Aku hanya cengengesan tanpa rasa bersalah.

"Ya gimana katanya masak, aku kalau masak ya begini."

"Bereskan semuanya sekarang, atau Mama bakalan aduin kamu sama orang tua kamu biar kapok dihukum."

***

GhaisyahWhere stories live. Discover now