GhaiSyah - 10

267 61 3
                                    

Baru saja mendudukkan diri di kursi makan samping Faddyl, aku langsung merasakan aura kuat tatapan penuh kesinisan dari orang yang berada di seberang meja tepat di hadapanku. Si mama mertua. Demi apa pun, aku dibuat sinis olehnya.

"Wah, bagus, ya? Setelah kabur sesuka hati ke rumah orang tua kamu, merepotkan Faddyl jemput kamu, sekarang kamu mau berlagak seperti ratu di rumah?"

Astaga .... Aku langsung memejamkan mata dengan erat mendengarkan kalimat tajam itu. Bahkan, makanan belum aku santap sedikit pun sejak sore tadi, dan ... perutku serasa penuh oleh perasaan kesal akibat ucapan Mama Faddyl. Meski demikian, karena ke depannya aku akan tinggal di sini, aku akan mencoba bertahan-

"Inget ya, Chia, di rumah ini tidak ada pembantu. Kita sama-sama ratu dan putri yang harus melayani raja serta pangerannya. Jangan ada yang berat sebelah. Sadar status, Chia ...." Belum cukup, perempuan tua itu masih saja melanjutkan setelah jeda beberapa detik. "Besok malam, saya akan undang Mama kamu agar dia bisa melihat dengan jelas bagaimana didikannya pada anak perempuannya ini."

Hah! Kesadaranku habis. Bahkan melihat makanan lezat yang ditata oleh Tante Lia, aku langsung muak sendiri. Sehingga aku tidak bisa menahan tubuh untuk tetap duduk. Segera berdiri demi menatap nyalang pada Mama Faddyl yang menyebalkan ini.

"Mama mertua ... Mama tolong jangan ingatkan status di sini sama aku. Aku, ogah, nikah, sama, anak, Anda! Yang mau ambil status jadi istri Faddyl siapa? Aku sih, ogah." Aku mencibir kesal, lalu segera minggat dari ruang makan sembari memegang perut karena berbunyi tanpa bisa dicegah.

Setiap pijakan kakiku mengambil langkah-langkah yang pelan, berharap bahwa si perempuan menyebalkan itu mau meminta maaf, atau salah satu dari tiga anggota keluarga itu mau memanggilku untuk kembali duduk. Hei, di sini aku korban! Dia malah menambah penderitaanku dengan segala kesinisannya. Dan Faddyl ... demi apa pun, pria itu tidak mendengar perutku berbunyi tadi?

Tidak masalah, tidak masalah. Aku bisa memesan makanan lewat go-food nantinya. Tidak masalah.

Setibanya di kamar, aku langsung mengunci pintu, dan melempar kuncinya ke sembarang tempat agar siapa pun di luaran sana tidak akan bisa mengganggu. Langkahku tersentak kasar menuju tempat tidur. Kemudian merebahkan tubuh di atas kasur empuk dengan posisi tengkurap. Setengah malas, aku meraih ponsel yang dayanya sisa 15 persen.

Huh ... secara sempurna ... membuat kekesalanku langsung naik ke puncak.

Belum cukup membuatku menderita, aku harus menyadari bahwa kuotaku akan berakhir jam duabelas nanti. Demi Allah ... ini kenapa sial sekali setelah menikahi Faddyl?

Aku mendengkus kasar seraya membuka peniti di bawah dagu. Jilbab pasmina krem yang semula membalut kepala aku empaskan begitu saja di lantai. Terlalu pengap, meski ada AC di sini, karena kepalaku yang panas, bukan hanya tubuh.

Tambahan menyebalkan lagi, sisa saldo m-bangking hanya 145 ribu rupiah. Astaghfirullah. Aku langsung membenamkan wajah di bantal Merutuki segala nasib buruk saat ini. Seraya beberapa kali memukul kasur dengan kepalan tangan demi mengurangi kekesalan. Sayangnya, hal itu tidak membantu sama sekali.

Setelah beberapa menit berlalu dalam frustrasi, aku mengangkat wajah lagi hanya demi melihat sisa saldo terakhir. Sembari itu, aku mengusap perut meratapi nasib.

Bingung antara pilihan membeli makanan atau mengisi kuota. Jika makan, maka aku akan bisa mempertahankan gengsi, tetapi sebagai gantinya, aku tidak akan bisa mendapatkan pelarian dari kekesalan melalui sosmed jika kuota habis. Jika sebaliknya ... maka aku harus mengakhiri malam dengan penderitaan yang berupa maag, dan bisa saja mual parah.

Demi apa pun, seumur hidup, baru pertama kali ini aku dilanda pening hanya karena makanan. Mama dan Papa-secuek apa pun mereka, tetap akan memaksaku untuk makan.

GhaisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang