GhaiSyah - 07

252 62 3
                                    

Hari ini adalah hari pernikahanku, jika semua orang akan bahagia di hari pernikahannya. Tentu berbeda denganku, yang tidak menginginkan pernikahan ini terjadi. Menikah dengan Faddyl itu bagiku mimpi buruk sekali, semua sudah ku lakukan agar pernikahan ini batal. Namun, semuanya hanya sia-sia.

Nyatanya mulai sekarang, detik ini. Aku sudah SAH menjadi Nyonya Faddyl. Mencoba kabur juga sudah sangat sering, tetapi aku memang selalu saja apes. Bagaimana tidak setiap aku kabur, si Faddyl pasti bisa menemukanku lalu memaksaku pulang. Benar-benar pria itu memang.

"Salim sama suami kamu, itu semuanya liatin kamu loh Chi," bisik Mama yang sengaja

Aku berdecak kesal, tetapi tetap saja mengikuti perintah Mama.

"Argh!" Aku tertawa sendiri di dalam hati, aku memang menyalimi Faddyl tetapi setelah itu aku malah menggigit tangannya. Sampai membuat mulutku rasanya pahit, tetapi setidaknya aku bisa memberikan pelajaran pada pria songong yang baru saja menikahiku.

"Kamu kenapa Faddyl? Ada yang sakit?" Aku menoleh, Mama terlihat begitu perhatian pada Faddyl. Sama aku saja tidak segitunya.

"Enggak papa, kok. Tan."

"Mama jangan Tante, sekarang kamu kan sudah jadi suaminya Chia anak Mama."

"Iya, Ma. " Cihh sok manis banget cowok itu.

Semua yang mengatur pernikahan ini adalah Mama dan Faddyl, serasa mereka yang menikah bukan aku dan Faddyl. Lagi pula aku juga tidak mau jika harus repot mempersiapkan pernikahan yang tidak aku inginkan.

***

Semua acara yang sangat ribet akhirnya telah selesai, aku juga bisa beristirahat dengan tenang. Masalah besok biarkan besok aku pikirkan lagi.

Pintu terbuka, Faddyl muncul dengan wajah tanpa bersalahnya.

"Ngapain kamu masuk kamarku? Dasar cowok nggak bener, main masuk kamar anak perawan aja," omelku sambil melemparinya barang-barang yang ada di dekatku.

"Bisa diam enggak sih! Chi sadar enggak sih, mulai hari ini kamu istri saya. Kamu bilang ini kamar kamu, ya berarti kamar saya. Kan yang bayar sewa kamar hotel ini juga saya."

Aku baru ingat, sekarang statusku adalah istri Faddyl. Benci sekali aku mengingatnya.

"Kalau saya istri kamu kamu mau apa? Malam pertama? Jangan harap ya, aku mau malam pertama sama kamu."

"Saya mau tidur, saya capek. Jangan ganggu saya, saya enggak minat sama kamu ya," balasnya dengan dingin.

"Ini kamarku, uang kamu katanya banyak masa enggak mampu sewa kamar lain. Pergi sana." Aku berusaha mengusirnya dari kamarku, walau dia bilang enggak minat siapa yang bakal percaya sama ucapan pria itu. Aku kan takut juga di apaapain sama dia.

Tanpa memperdulikan ocehanku, Faddyl malah langsung meniduri ranjang tepat di sebelahku. Mana sudi aku tidur di sebelahnya, jadi aku terus melemparinya dengan bantal dan guling. Melihat dia tidak juga pergi, aku malah menendangnya agar segera pergi dari ranjangku bahkan kamar ini kalau bisa.

Faddyl pindah tidur di sofa, padahal aku sudah menyuruhnya pergi. Ah, aku berusaha tidak mempedulikannya. Aku mencoba tidur, tetapi mataku tak kunjung terpejam. Bayangan menakutkan seandainya aku tidur dan Faddyl malah macam-macam, itulah yang aku sangat takutkan hingga membuatku semalaman terus terjaga.

Faddyl bangun ia melirikku sebentar lalu masuk kamar mandi.

"Ayo kita pulang," ajaknya dengan wajah datar. Aku bersorak gembira karena bisa pulang ke rumah, aku berjalan di belakang Faddyl. Mana mau aku menggandeng tangannya.

***

Mobil yang kutumpangi berhenti ke rumah yang tidak aku ketahui rumah siapa, Faddyl keluar dari mobil duluan. Aku memutuskan menunggunya di mobil, mungkin setelah urusannya selesai bisa memgantarkanku pulang. Begitulah pikirku.

Faddyl kembali ke mobil, mengetuk jendela mobilnya. "Ngapain di mobil aja, ayo turun kita sudah sampai," katanya hingga membuatku melotot padanya.

"Sampai apaan jelas-jelas ini bukan rumahku!" teriakku tanpa perduli dengan siapapun.

"Memang siapa yang bilang kita akan pulang ke rumah kamu, pulang yang aku maksud ya ke rumah ini. Mulai sekarang kamu akan tinggal di rumah ini, karena kamu adalah istriku ingat itu," balasnya jutek. Aku langsung cemberut mendengarnya.

"Enggak mau! Aku nggak mau tinggal di sini. Anterin aku pulang ke rumah Mama Papa." Aku sengaja merengek padanya, tetapi wajahnya tidak menampilkan rasa kasihan padaku.

"Mas Faddyl ih, malah diam aja. Nyebelin banget sih." Aku menariknya masuk ke mobilnya, agar bisa mengantarkanku pulang ke rumah.

"Saya enggak mau mengantarkan kamu, kalau kamu mau pulang ya sana pulang sendiri. Mandiri jangan suka ngerepotin orang," ujarnya pedas. Aku langsung melepaskan tanganku darinya, dikira aku tidak bisa pulang sendiri. Aku kan sudah dewasa, tentu saja aku bisa pulang sendiri.

Aku berjalan keluar dari gerbang rumahnya, dalam hati aku terus saja memaki suami sialanku.

"Chia!" Aku berusaha mengabaikannya dan pura-pura mendengar panggilannya.

Faddyl terus saja memanggil namaku, bahkan berlari menghampiriku. Aku tersenyum senang, pasti habis ini Faddyl akan mau mengantarkanku pulang, mungkin Faddyl takut aku mengadukkanmya pada Mama dan Papa.

"Kamu kira saat kamu pulang orang tua kamu akan izinin kamu tinggal di rumah mereka? Saya kasih tau kamu, sampai sana mereka malah mengusir kamu. Jadi dari pada kamu jadi gelandangan mending kamu tinggal di sini saja." Mendengar perkataannya yang sangat ngawur aku jadi, mana mungkin Mama sama Papa ngusir anak cantik kesayangan mereka.

***

GhaisyahWhere stories live. Discover now