GhaiSyah - 21

220 41 1
                                    

Apa katanya ke hotel? Dikira aku sudi apa pergi ke hotel bersamanya walau kami suami istri sekalipun.

"Enggak mau!"

"Ini sudah malam, kalau enggak ke hotel kamu mau tidur di kolong jembatan?" tanyanya. Dengan cepat aku menggeleng.

"Terus ke mana?"

"Ke rumah orang tuaku aja, aku enggak mau nginep di hotel," putusku untungnya ia mau menuruti mauku tanpa berdebat.

***

Pagi ini aku harus segera ke kampus, sudah terlalu lama aku bolos eh cuti maksudnya. Tugasku juga pasti numpuk sekali ini.

"Mau berangkat bareng saya?" tanyanya padaku yang sejak tadi menunggu ojek online yang kupesan, tetapi belum juga datang sampai sekarang. Aku menimang-nimang agak sedikit lama, karena jika langsung di setujui pasti Mas Faddyl akan besar kepala. Aku tentu tidak suka hal itu.

"Lama banget sih? Mau ikut apa enggak? Nungguin keputusan kamu saja yang ada malah membuat saya terlambat ke kantor tau," omelnya. Aku cemberut mendengar omelannya, padahal kan wajar saja aku harus menimbang semua keputusan yang akan aku ambil. Termasuk masalah menumpang pada Mas Faddyl.

"Yaudah aku ikut, tetapi Mas Faddyl harus banget antar aku sampai kampus dengan selamat. Enggak boleh sampai ada luka sedikit pun."

"Berisik!" Pria itu berjalan mendahuluiku, aku tentu juga berjalan cepat agar tidak ditinggal olehnya. Kan lumayan mendapatkan tumpangan gratis.

Setelah kami masuk ke dalam mobil, Mas Faddyl segera mengemudikan mobilnya.

"Tumben Mas Faddyl baik banget, pakai kasih aku tumpangan segala. Mas Faddyl enggak lagi mimpikan atau otaknya geser gitu karena abis keselek biji salak," kataku tiba-tiba. Niatnya bercanda, tetapi Mas Faddyl malah memelototiku.

"Kamu itu bukannya terima kasih sudah saya kasih tumpangan , malah meledek," kesalnya.

"Iya deh maaf."

"Hmm."

"Mas."

"Hmm."

"Mas Faddyl kan baik banget tuh, enggak mau apa beliin aku kendaraan kayak mobil gitu. Yang biasa aja, enggak perlu yang mahal-mahal mobilnya." Aku sengaja berkata lembut padanya, siapa tau dengan itu ia bisa menuruti mauku dan aku bisa punya mobil baru. Naik ojek online terus menerus kan enggak enak juga.

Siapa tau Mas Faddyl jadi suami yang baik gitu, mau beliin mobil buat keperluan istrinya tercinta. Istri? Ah, ya aku memang adalah istri manusia itu.

"Kamu mau beli mobil?" Spontan aku mengangguk.

"Sini uang kamu, biar nanti saya yang belikan." Mulutku mengangga tidak menyangka dengan jawaban yang Mas Faddyl berikan.

"Ih ya pake uang Mas lah, aku kan mau dibeliin mobil sama Mas ya pake uang Mas. Masa uangku, lagi pula mana ada aku uang sebanyak itu," kesalku. Benar-benar suamiku ini sangat tidak peka, aku kesal sekali dengannya.

"Kalau enggak ada uangnya ya enggak usah bahas beli mobil, syukuri aja keadaan kamu. Masih banyak ojek online, itu bisa kamu gunakan dulu. Mereka pasti akan mengantar kamu ke manapun kamu mau."

Kekesalanku memuncak, harusnya beli mobil baru untukku tidak perlu berpikir panjang untuk Mas Faddyl. Aku tau sekali jangankan satu mobil, lebih pun bisa ia belikan. Tapi aku tidak menyangka ia begitu pelit padaku, untuk apa aku punya suami anak tunggal kaya rasa tapi tidak royal padaku. Apes banget aku harus menikah sama pria kayak gitu, bukan bahagia sengsara yang ada.

"Taulah, dasar pelit!" gerutuku tanpa peduli ia mendengar atau tidak.

Tak terasa mobil Mas Faddyl sudah ada di depan kampusku, dengan perasaan kesal aku keluar dari mobil. Aku juga sengaja tidak berpamitan bahkan tidak mencium tangan padanya, biarkan saja aku akan mengambek padanya sampai ia sadar akan kesalahannya.

Dari jauh aku melihat Dianne sedang mengobrol dengan Elisa, aku bergegas menghampiri mereka.

"Dianter siapa tuh? Tumben naik mobil ke kampus, biasanya juga naik ojek online." Pertanyaan Dianne langsung membuatku memelototinya, biasa-biasanya ia meledekku saat suasana hatiku sedang tidak enak.

"Cowok baru atau siapa itu Syif?" tanya Elisa kepo.

"Udahlah enggak usah dibahas males banget gue," kataku agar mereka tidak membahas lagi tentang orang yang mengantarku, yang tidak lain adalah Mas Faddyl.

"Suami lo kah Syif yang anter? Kan lo udah nikah sekarang, beda sama kita-kita nih yang masih jomblo akut."

"Lo aja kali Dianne, gue bukan jomblo akut," kata Elisa tak terima.

"Kenyataannya kan lo emang jomblo El, enggak usah malu kali semua juga tahu." Entah kenapa aku malah tertawa melihat perdebatan mereka, lumayanlah bisa membuatku lupa akan kekesalanku pada Mas Faddyl.

"Jawab dong pertanyaan gue tadi Syif, kepo tau gue sama yang anter lo. Soalnya keliatan dari jauh berdamage banget, vibesnya kek CEO tampan gitu." Mendadak mual aku mendengar ucapan Dianne, Mas Faddyl dibilang CEO tampan jauh keles.

"Enggak mau jawab, gue kan masih marah sama lo Di," ucapku.

Dianne langsung menatapku dengan kecewa. " Lo kok gitu, udahlah lupain yang dulu. Maafin gue dong, gue janji enggak akan ngajak lo aneh-aneh lagi.

Aku menimbang-nimbangnya dulu, apa harus sekarang memaafkan Dianne. Mungkin ia tidak bermaksud jahat padaku, lagi pula aku dan Dianne sudah bersahabat sejak lama.

"Oke deh, gue bakal maafin. Tapi janji jangan ngajak aneh-aneh, kemarin aja untung cuma Abang gue yang tahu. Kalau Mama Papa gue tahu kan bahaya banget."

"

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.


Hai, Guis. Buat kamu yang nggak sabaran, kamu bisa baca cerita ini lebih banyak, lebih cepat update-di platform KBM APP ya.

Search 'Ghaisyah' atau nama penulis 'Es Pucil'

GhaisyahWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu