GhaiSyah - 27

199 46 2
                                    

Baru saja aku memejamkan mata, tiba-tiba terdengar suara ketukan. Ingin sekali aku tak mengindahkan suara ketukan itu, tetapi suara ketukannya sangat menganggu. Jika terus seperti itu mana bisa aku tidur tenang.

"Siapa?" tanyaku malas.

"Saya." Suara itu jelas aku mengenalnya, siapa lagi kalau bukan suami nyebelinku.

"Kenapa?"

"Buka pintu dulu, saya mau kasih tau kabar penting." Dengan malas aku bangun dari kasur, lalu membuka pintu. Terlihat Mas Faddyl sudah selesai mandi dan sekarang hanya memakai kaos biasa.

"Kabar penting apaan?" Aku bertanya dengan memasang wajah jutekku.

"Mama kamu tadi baru ngabarin mau makan malam di sini, selain keluarga kamu. Mama saya juga mengajak keluarga saya," katanya.

"Yah biarkan aja kalau mau makan malam di sini, kan bagus kita enggak perlu makan makanan instan malam ini," jawabku santai.

Memang semenjak kami pindah ke rumah ini, kami keseringan makan makanan instan karena aku memang belum terlalu bisa masak. Males juga, sebenarnya toh tinggal cuma berdua. Mas Faddyl sendiri masalah makanan tidak ribet. Jika pagi untuk sarapan paling aku membelikannya bubur atau nasi uduk, yang murah meriah saja agar aku tidak dinilai boros oleh Mas Faddyl.

"Masalahnya itu, mereka semua mau mencoba masakan kamu, Chia." Sungguh aku terkejut dengan apa yang Mas Faddyl katakan, jika memang seperti itu. Matilah aku.

"Aku kan belum bisa masak, ini udah jam segini Mas. Memang masih ada waktu buat masak?"

"Masih kok, kalau mau masak ayo saya bantu. Saya bisa masak kok." Aku menatapnya sangsi, masa iya Mas Faddyl bisa masak.

"Enggak usah gitu ngeliatinnya, saya memang bisa masak. Tanya saja Mama, Papa saya kalau masih tidak percaya."

"Iya, percaya. Pesan aja sih Mas, biar cepet. Nanti bilang semuanga masakanku kan gampang," ideku.

"Saya enggak setuju, itu bohong. Bohong itu dosa apa kamu tidak tahu? Apalagi bohong sama orang tua. Satu lagi, pesan makan di restoran itu mahal. Jangan bohong mending kita masak, sekarang siap-siap kita akan ke supermarket terdekat untuk belanja. Kita kan enggak punya bahan masakan sama sekali," katanya panjang lebar yang tidak bisa aku bantah.

"Aku mau siap-siap sebentar, jadi sebaiknya Mas Faddyl keluar dari kamar," usirku.

***

Sekarang kami sudah berada di supermarket terdekat, Mas Faddyllah yang memilih belanjaannya. Dan aku, akulah yang mendorong trolly. Sungguh terbalik bukan? Namun, mau bagaimana lagi aku juga tidak bisa belanja bahan-bahan masakkan. Jika harus aku yang melakukan pasti juga sangat lama jadinya, kata Mas Faddyl pasti membuang-buang waktu.

"Kamu ada sesuatu yang mau kamu beli enggak?" tanyanya padaku dengan wajahnya yang datar.

Aku bingung, karena aku memang tidak merencanakan membeli sesuatu. Jadilah aku menggeleng sebagai jawaban.

"Kalau tidak ada, yasudah saya ke kasir dulu bayar semua belanjaannya. Kamu tunggu aja cari tempat duduk, pasti capek kan habis berkeliling." Entah ada angin apa, mengapa suami menyebalkanku mendadak perhatian? Apa karena kami sedang di tempat umum? Makanya Mas Faddyl bersikap seperti itu, agar terlihat sebagai suami yang baik.

"Chia, hallo. Kok malah melamun?"

"Ah, ya maaf. Mas ke kasir aja. Aku tunggu di sini." Ia mengangguk lalu pergi mengantri di kasir.

Sambil menunggu Mas Faddyl, kubuka ponselku. Tiba-tiba notifku jebol, ternyata dari grup penulisku. Mereka membicarakan soal meet up dengan penulis idolaku, tentu dengan senang hati aku ikut menimbrung. Membicarakannya merupakkan kesenangan tersendiri bagiku.

Mereka sangat antusias sebentar lagi bisa bertemu dengan Agrafa, aku pun sama antusiasnya sih. Ah ingin rasanya buru-buru lusa. Sebuah pengumuman dikirimkan oleh salah satu member grup, aku segera membacanya. Ternyata acara meet up-nya terpaksa di undur jadi dua minggu lagi, parahnya tempatnya pun juga di ganti. Bukan lagi di Bandung melainkan di Jogja, lebih jauh lagi dari kemarin.

Mereka semua kecewa, aku pun sama bahkan lebih kecewa. Padahal aku sudah tidak sabar menunggu lusa, ini malah jadi lebih lama lagi aku menunggunya. Aku masih bersyukurlah, setidaknya acaranya tidak sampai di batalkan.

"Chia?" panggil Mas Faddyl menyandarkanku.

"Iya, Mas. Udah selesai bayarnya?"

"Sudah, kamu enggak lihat."

Aku langsung bangun dari kursi dan berjalan ke mobil duluan, Mas Faddyl ada di belakangku sambil membawa belanjaannya. Entahlah mood-ku super kacau gara-gara acara meet up-nya di undur.

***

Aku baru saja sampai rumah, aku langsung duduk di kursi yang ada di ruang tamu kami.

"Chia kok kamu malah duduk sih? Kita kan mau masak."

"Mas duluan aja ke dapur, aku duduk sebentar doang kok. Nanti nyusul," kataku dengan wajah datar.

"Jangan lama loh, ingat saya bantuin kamu masak ini. Bukan saya sendiri yang masak." Mas Faddyl ke dapur duluan, karena aku belum juga menyusul. Mas Faddyl terus berteriak memanggilku. Mau tidak mau aku bangkit lalu pergi ke dapur.

"Apa yang harus aku lakukan?"

"Cuci bersih sayurannya, lalu kamu potongin sedang saja," titahnya. Aku melakukan apa yang Mas Faddyl perintahkan, tidak perlu waktu lama akhirnya kerjaanku selesai. Lantas aku tunjukkan pada Mas Faddyl. "Benarkan motongnya?"

"Iya. Sekarang saya akan mengajarkan kamu ngulek ya."

"Ngapain harus di ulek sih Mas, kan ada blender. Bisa pake blender aja biar cepet juga," jawabku.

"Sudah nurut saja, lagian yang diulek juga enggak banyak."

"

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.
GhaisyahWo Geschichten leben. Entdecke jetzt