GhaiSyah - 18

212 46 3
                                    

Namanya juga, ya ... pesta kolega bisnis Papa Mas Faddyl, jadilah, aku cuman melirik para pria itu itu mengobrol mengenai saham, investasi, dan perkembangan bisnis mereka. Masing-masing saling memuji, kadang saling pamer.

Aku yang tidak tahu apa-apa hanya bisa menatap mereka secara bergantian dengan ekspresi cengo. Harus banget, aku kayak anak hilang di sini?

Kakiku perlahan mundur. Lingkaran para pria ini bukan Chia banget, jadi ya ... aku harus cari yang se-circle. Mungkin para perempuan sosialita yang berjarak lima meter dariku itu bisa membantu. Sesama perempuan, pasti bisa lah ya, nyambung kalau ngobrol. Paling juga isi obrolan mereka gibahan, mengusap aib para artis setajam silet, atau sejenisnya.

Maka dari itu, aku nyempil di antara tubuh tinggi mereka. Baru saja membuka mulut hendak menyapa, aku langsung diam ketika salah seorang perempuan berambut blonde menunjukkan tasnya.

"Ini tuh saya beli, sumpah ... sampe ngantri ngalahin ribuan bahkan jutaan perempuan. Tahu sendiri ya, Hermes gimana ... duh, beruntung banget. Ya ... untungnya, usaha suami lagi naik-naiknya. 524 juta, Alhamdulillah kebeli."

"Ih ... beruntung banget." Salah satu perempuan yang lipstiknya paling merah, menimpali. "Ini kapan dikeluarinnya, ya, Jeng? Kok saya nggak tau? Padahal ... saya gabung ke grup sosialita di luar negeri, yang manage beberapa artis kayak Kim Kardashian, Gigi Hadid, sama Kylie Jenner. Nggak ada loh, pembahasan tas ini. Hermes saya denger-denger, baru launching Mei nanti."

"Oh ...." Si perempuan pirang langsung mengibaskan tangan dengan tawa kakunya. "Ini limited edition, Jeng. Maklum, saya nggak suka samaan sama orang-orang. Saya maunya beda dari orang-orang."

Sementara yang lain menimpali dengan beberapa pujian, dan sedikit sindiran, aku yang paling kecil di antara mereka cuma bisa garuk kepala walaupun nggak gatel.

Tas bermerek, ya? Aku bahkan tidak peduli dengan merek-merek tas. Asal bisa nyimpen barang sesuai ukurannya, dan ada tali yang nyaman, plus, modelnya imut-imut manis kayak kepribadianku, ya ... aku beli. Eh, harga sih, yang paling menentukan aku beli atau enggak.

Dan ... melihat bagaimana mereka nyebut 50 juta seperti 50 ribu, 500 juta seperti 500 ribu, satu miliar cuma kayak 1 juta rupiah-aku mundur teratur.

Ini bukan circle-ku, aku sadar. Aku yang ketika lihat barang cantik dan langsung lihat price tag, jelas nggak bisa masuk ke golongan manusia yang tinggal tunjuk, langsung beli.

Walaupun Papa alhamdulilah masuk golongan yang berkecukupan, apalagi punya suami yang juga pengusaha walau aku belum tahu betul, tetap saja. Aku tidak bisa menghamburkan uang lebih dari lima setengah juta perbulan. Kalau lebih, lebihnya itu bakalan dianggap utang sama Papa.

Nyebelin banget emang. Untung Papa sendiri.

Namun gitu-gitu, Papa juga bakalan penuhi semua kebutuhan utama apalagi untuk urusan kuliah. Jadi, yang tadi itu, murni cuma untuk jajan plus, kuota segala macam.

Untungnya ... Allah yang Maha Baik ini bantu aku jadi penulis, dan akhir-akhir ini tenar karena jadiin hidup menyedihkanku sebagai cerita. Bhawahaha, kayak ... dunia beneran adil. Abis disakiti, terus ... pasti, selalu aja ada rezeki lain. Aku selalu percaya itu, makanya, sekarang tidak terlalu terpuruk dalam perjodohan ini. Kalau bukan karena landasan Allah itu Maha Adil, mungkin sudah bunuh diri sekarang.

GhaisyahWhere stories live. Discover now