GhaiSyah - 23

251 43 3
                                    

"Bercanda Chia," katanya sebelum beranjak dari tempat.

"Mas," panggilku agak lembut.

"Kenapa lagi?"

"Pinnya?" Aku bertanya dengan memasang puppy eyes, percuma bukan aku memegangnya jika tidak tahu pin kartu debit itu.

"Tanggal pernikahan kita, kalau kamu inget bagus. Kalau tidak ya itu derita kamu." Wajahku berubah cemberut setelag mendengar pernyataannya, eh tapi apakah aku ingat tanggalnya? Kalau lupa nanti kan bisa ku ingat-ingat.

"Gunakan sebaik mungkin, jangan boros ingat," katanya mengingatkanku, aku hanya membalasnya dengan anggukkan.

***

Baru saja kelasku selesai, aku langsung pergi ke kantin. Perutku begitu lapar saat ini, padahal tadi sebelum ke kampus aku juga sudah makan agak banyak.

Dari jauh aku melihat Elisa dan Dianne, mereka sepertinya sudah keluar kelas sejak tadi. Memang kami bertiga hari ini berbeda kelas, langsung saja aku berjalan menghampiri mereka.

"Hai Syif," sapa mereka kompak.

"Hai juga Dianne, Elisa. Seru banget sih kalian ngobrolnya, emang ngobrol apaan sih?" Aku sengaja membalas sapaan mereka sekaligus memberikan mereka pertanyaan. Biasanya aku tidak perduli dengan apa yang mereka obrolkan, tetapi sekarang aku malah penasaran dibuatnya.

Dianne hendak menjawab, karena terlalu lapar aku malah pergi meninggalkannya untuk memesan makanan untukku. Sebelum itu aku juga sudah menawari kedua temanku itu untuk sekaligus aku pesankan, tidak lupa juga mengatakan bahwa mereka akan ku traktir.

Tidak ada salahnya mentraktir kedua temanku itu, Elisa yang selalu baik membantuku membuat tugas. Dianne juga baik kemarin mau memberikanku pinjaman, jika tidak ada ia mungkin aku akan sangat malu karena tidak bisa membayarnya. Lagi pula mentraktir mereka di kantin tidak akan membuatku bangkrut, tanpa menggunakan kartu debit dari Mas Faddyl pun aku tetap bisa membayarnya.

Aku datang bersama pelayan membawa makanan kami, tanpa menunggu lama aku menyantap makanan kami dengan sangat lahap.

"Jadi tadi kalian ngobrolin apa?" tanyaku lagi setelah selesai mengunyah, aku juga langsung menyuapkan makanan ke mulutku lagi.

"Kami ngobrolin tentang nikah, Dianne pengen nikah tapi belum ada calon. Gimana sih nikah enak enggak sih menurutmu Syif?"

"Pasti enak kan Syif? Kan bisa nanana halal lagi, kan sama suami sendiri." Mereka berdua malah melayangkan pertanyaan di saat yang sama.

"Ya kalau pengen nikah cari aja calonnya dulu, menurutku nikah b aja enggak seenak itu. Nanana apaan?" tanyaku sambil menatap Dianne.

Namun, benar sekali menikah tidak seenak itu. Iya kalau dapat suaminya yang baik perhatian, jika dapatnya yang jahat dan tidak peka kan susah sendiri. Belum harus berhadapan dengan mertua, kayak aku harus stress karena mendapat omelan dari Mama Lia.

"Ituloh hubungan badan suami sama istri," jelasnya. Mendengar hal itu malah membuatku tersedak, bisa-bisanya Dianne bertanya seperti itu padaku. Padahal aku sendiri saja rasanya sangat takut jika harus di unboxing Mas Faddyl. Bagaimana ia dengan santai membahas hal itu denganku.

Aku segera minum, agar tidak tersedak lagi.

"Pikiran loe Di, udah jauh aja. Dikira nikah cuma adanya tentang itu aja. Udahlah jangan bahas itu, malu tau." Mereka setuju denganku, untuk membahas hal lain saja.

Elisa membuka tasnya lalu memberikan beberapa buku padaku, aku tentu menerimanya dengan senang hati. "Ahh Elisa baik banget deh, bisa selesaiin tugasku dengan cepat. Makasih banget bantuannya, berkat loe tugas gue udah selesai. Padahal menurut gue tugas itu susah banget loh."

"Sama-sama, gue juga mau bilang makasih udah ditraktir makan," balasnya dengan tersenyum.

"Gue juga mau bilang makasih, Syif. Sering-sering aja traktir kita makan gini, kan lumayan gue bisa lebih hemat." Aku memutar bola mataku dengan malas mendengar celotehannya.

"Do'ain aja ada rezeki lebih, pasti gue nggak akan lupa kok sama kalian."

"Semoga rezeki Syifa banyak, biar bisa traktir kita." Senyumanku tak bisa ditahan lagi, bisa-bisanya mereka berdo'a seperti itu.

"Di, utang yang kemaren mau gue bayar cash atau tranfer nih?" tanyaku setelah selesai makan.

"Wah cepet banget loe bayarnya, gila uangloh pasti lagi banyak banget nih. Padahal gue santai loh, toh belum perlu banget uangnya," katanya.

"Udah jawab aja, gue enggak enak aja utang sama loe lama-lama. Selagi udah ada uang ya, langsung gue bayar. Takut lupa juga."

"Tranfer aja deh," jawabnya.

"Oke, nanti gue kabarin ya kalau udah gue tranfer. Sekarang gue pergi dulu, soalnya mau ada urusan penting, " pamitku lalu berlalu dari hadapan kedua temanku itu.

Di perjalanan aku bimbang sekali, jadi membeli Iphone terbaru atau tidak. Kembali kata-kata Mas Faddyl terngiang-ngiang di telingaku. Sebelum membeli sesuatu, aku harus bisa menjawab tiga pertanyaan itu.

Setelah ku pikirkan semua dengan matang-matang, menurutku belum waktunya aku membeli ponsel baru. Ponselku masih bisa ku gunakan juga.

Sebelum pulang, aku mampir ke ATM terdekat untuk mentransfer uang untuk membayar hutang pada Dianne. Huh aku mendesah, melihat ATM begitu banyak orang yang mengharuskanku mengantri.

Sambil mengantri aku membuka ponselku, membuka grup antar penulis yang sudah begitu lama tidak ku buka. Begitu terkejutnya aku membaca kabar bahwa penulis idolaku akan segera mengadakan meet and greet. Aku jelas tidak ingin melewatkannya, walau harus ke luar kota sekalipun. Jarang-jarangkan bisa bertemu dengan idola, tetapi tanggalnya belum pasti kapan.

 Jarang-jarangkan bisa bertemu dengan idola, tetapi tanggalnya belum pasti kapan

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.
GhaisyahМесто, где живут истории. Откройте их для себя